Pilkada DKI Jakarta 2017 telah usai. Pesta demokrasi rakyat DKI Jakarta mewariskan sejarah bagi anak cucu kelak bahwa Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 ini adalah pilkada terkotor sepanjang sejarah yang pernah dialami oleh bangsa ini.
Kemenangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno adalah bentuk dari matinya demokrasi di negeri ini akibat ingkat ketegangan dan ketakutan-ketakutan imajiner yang sengaja dibuat selama masa kampanye dan hari H pencoblosan.
Sejarah membuktikan bahwa pemimpin yang lahir dari ketakutan rakyat tidak akan pernah melahirkan kepemimpinan yang bagus. Kepemimpinan Presiden Soeharto adalah bukti sahih yang tidak terbantahkan.
Melalui cara-cara otoriter lunak, kemenangan Anies-Sandi dalam pilkada DKI Jakarta 2017 telah membuka jalan yang lebar bagi Prabowo Subianto dan para afiliasi politiknya serta para pejuang oposisi jalanan menerapkan pola paket yang sama dalam agenda pilpres 2019 mendatang.
Pola dan cara-cara yang sama akan diterapkan dalam pilpres 2019 dengan memberdayakan ormas radikal, tudingan racun neo komunisme dan neoliberal terhadap pemerintah, menciptakan ketakutan dan keresahan, serta menunggani agama dalam politik praktis untuk mempengaruhi psikologi massa. Suka tidak suka, ini sudah berhasil diterapkan dalam pilkada DKI Jakarta 2017 ini.
Sisi Gelap Pemikiran Prabowo Subianto
Allan Nairn adalah seorang Jurnalis khusus investigasi yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk berjuang menentang kebijakan-kebijakan Amerika Serikat yang menghisap dan membunuh orang-orang sipil di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Hampir 20 tahun lamanya ia meleburkan dirinya dalam perjuangan rakyat di Timor Leste, Papua Barat dan Aceh. Sepak terjangnya membuat almarhum mantan Presiden Soeharto murka dan melarang Allan Nairn masuk ke Indonesia karena dianggap sebagai musuh negara dan ancaman bagi keamanan nasional.
Demi kepentingan sisi kemanusiaan, Allan Nairn mengungkapkan sisi gelap pemikiran Prabowo Subianto melalui wawancara tatap muka mereka pada tahun 2001 yang silam di kantor salah satu perusahaan milik Prabowo Subianto di Mega Kuningan, Jakarta Pusat.
Dalam wawancara eksklusif yang berdurasi 4 jam itu, Prabowo Subianto menjelaskan dengan meledak-ledak bahwa bangsa ini belum siap untuk hidup berdemokrasi karena terlalu banyaknya ragam suku, agama dan ras. Oleh karena itu bangsa ini membutuhkan suatu sistem pemerintahan yang efektif berupa rezim otoriter yang jinak.
Prabowo Subianto juga berbicara panjang lebar tentang fasisme, demokrasi, kebijakan membunuh dalam tubuh militer, hubungannya dengan Pentagon dan intelijen Amerika, serta menyinggung mantan Presiden RI Gus Dur.
Dalam wawancara itu, Prabowo menyebutkan bahwa bahwa hal yang memalukan bagi militer tunduk pada Presiden yang matanya buta. Bukan hanya melontarkan hinaannya terhadap Gus Dur, Prabowo Subianto bahkan pernah mengancam akan menembak Gus Dur.
Dalam buku yang ditulis oleh H. Muhammad Zaki, “Gus Dur Presiden Republik Akhirat”, Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus melontarkan ancaman kepada Gus Dur karena kerap mengkritisi pemerintahan Presiden Soeharto saat itu.
“Sampaikan pada Gus Dur, kalau tetap berkoar-koar seperti itu, saya punya 100 Snipper (penembak jitu) yang siap membuangkan Gus Dur”
Gus Dur menanggapi ancaman Prabowo kala itu dengan santai. “Kalau benar Prabowo bilang begitu, tolong tanyakan kepadanya, Prabowo agamanya apa? Kalau dia menjawab Islam, tolong tanyakan nyawa itu milik siapa?”
Sadis memang. Bukan tidak mungkin hal yang sama jika pada pilpres 2019 mendatang Prabowo Subianto berhasil memenangkan pilpres seperti kemenangannya yang telak pada pilkada DKI Jakarta 2017 ini. Saya tidak bisa membayangkan negara ini akan jadi apa jika ditelisik dari kepribadian Prabowo Subianto yang keras, pemarah dan cenderung otoriter, diktator, kejam dan bengis.
Yang jelas sistem pemerintahan yang dijalankan akan cenderung otoriter, militeristik dan fasis. Pola pemerintahannya akan membawa kembali bangsa ini ke genggaman penguasa tirani yang bahkan tidak menutup kemungkinan bisa lebih kejam daripada rezim Soeharto.
Dalam wawancaranya Allan Neirn kala itu, Prabowo Subianto mengidolakan sistem pemerintahan seperti yang dianut Presiden Pakistan Perves Musharraf yang fasis dan diktator.
Bukan hanya itu saja, Prabowo Subianto bahkan juga mengajari cara yang efektif bagi militer untuk membantai warga sipil. Sisi gelap pemikiran Prabowo Subianto itu terungkap setelah dipancing Allan Nairn mengenai tragedi santa Cruz, Timor Leste. Kepada Allan Nairn, Prabowo Subianto memberitahu bahwa untuk membantai warga sipil harus dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, bukan dengan cara mengumbar tembakan ditengah kota.
Prabowo Subianto menyebut bahwa militer Indonesia kala itu bodoh karena membantai warga sipil tanpa perencanaan yang matang. Seharusnya mereka membantai di desa-desa terpencil sehingga tidak diketahui oleh siapa pun, bukan di tengah ibu kota provinsi. Prabowo Subianto marah karena akibat kelalaian militer Indonesia tanpa perencanaan pembantaian yang matang, seluruh dunia jadi tahu kekejaman mereka.
Peluang Prabowo Subianto Menuju Kursi Orang Nomor Satu di Negeri Ini
Prabowo Subianto adalah mantan militer yang tangguh. Kekalahannya pada pillres 2014 yang lalu tidak serta merta membuatnya pantang menyerah begitu saja. Peluang Prabowo menuju kursi orang nomor satu di negeri ini cukup besar jika rakyat kecil tidak diberi asupan informasi yang benar sejak dini tentang karakter Prabowo Subianto yang sesungguhnya.
Keberhasilannya dalam pilkada DKI Jakarta 2017 ini adalah contoh nyata keberhasilan strateginya menyetir pemahaman politik rakyat kecil. Selain itu, Prabowo Subianto juga memiliki kekuatan pendanaan yang kuat.
Selain sebagai pengusaha yang punya hubungan dengan jaringan multinasional, Prabowo Subianto juga disokong penuh oleh adiknya, Hasyim Djojohadikusumo, seorang bilyuner dan merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia yang memiliki hubungan yang kuat dengan korporasi multinasional.
Selain itu, Prabowo Subianto juga menguasai ormas-ormas radikal, para pejuang oposisi jalanan, strategi militer yang efektif, serta kekuatan stasiun-stasiun TV yang dimiliki oleh para konglomerat oligarki untuk mengatur arah konten politiknya.
Prabowo Subianto juga adalah seorang orator yang handal yang menampilkan sosok sebagai sebagai seorang pengayom rakyat miskin dan orang yang tidak akan tunduk pada aseng (Baca: kekuatan asing).
Sikap Otoriter Prabowo Subianto, Bahaya Bagi Demokrasi NKRI
Selain kesaksian Allan Neirn, ada juga kesaksian Wiranto dalam bukunya “Dari Catatan Wiranto-Bersaksi di Tengah Badai”, Sintong Panjaitan dengan bukunya “Perjalanan Seorang Prajurit Komando”, B.J. Habibie dengan bukunya “Detik-detik yang Menentukan”, semuanya mengarah ke hal yang sama mengenai sisi kelam karakter Prabowo yang keras dan otoriter.
Ketika masih dalam pendidikan di Akademi Militer di Magelang, Prabowo Subianto pernah memukul SBY sampai babak belur karena menganggap SBY telah melaporkan dia ke atasan mereka saat itu, Sarwo Edhi Wibowo (ayah Ani Yudhoyono). Saat itu Prabowo bersama beberapa rekannya diam-diam keluar dari asrama mereka di Magelang, lalu ke Jakarta untuk bertemu dengan Titiek Soeharto, putri ke-empat Presiden Soeharto, yang saat itu dipacarinya.
Hal ini disampaikan oleh Hermawan Sulistyo, yang menjadi Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk kasus Kerusuhan Mei 1998. Hermawan juga menceritakan ketika ditemukannya mayat-mayat aktivis yang muncul satu per satu ke permukaan laut di sepanjang jalur Kepulauan Seribu sampai ke wilayah perairan Lampung di lepas Pantai Kalianda.
Menurut Hermawan hanya karena kebesaran Allah yang membuat mayat para aktivis itu bisa muncul ke permukaan laut, padahal kaki mereka semua sudah dirantai dan diberi pemberat. Tim TGPF juga menemukan satu mayat di Cemeru Sewu, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan luka tusukan bayonet di lambungnya.
Tantangan Allan Nairn dan Prabowo yang Membisu
Meskipun wawancara dengan Prabowo Subianto saat itu sudah terjadi kurang lebih 16 tahun yang lalu, namun sampai saat ini tidak ada perubahan pada karakter Prabowo Subianto. Sungguh tragis apabila masih saja ada rakyat Indonesia, yang karena ketidaktahuannya, tanpa sadar terhipnotis dengan ketokohan seorang Prabowo Subianto.
Tantangan Allan Nairn untuk dikonfrontir dengan Prabowo di depan Pengadilan pun tidak berani diladeni Prabowo. Padahal tidak sedikit rakyat Indonesia yang tidak percaya dengan apa yang diungkapkan Allan Nairn dari hasil wawancara mereka.
Bagi para pendukung fanatik Prabowo Subianto mungkin akan berkata bahwa kesaksian Allan Nairn tidak bisa dipakai sebagai rujukan karena Allan Nairn adalah orang asing yang barangkali punya niat terselubung untuk mengadu domba bangsa ini, tapi saya tidak berpendapat demikian. Ini bukan masalah mencampuri urusan negara lain, akan tetapi semata-mata murni masalah kemanusiaan yang diperjuangkan Allan Neirn selama ini.
Selain itu, selama tidak pernah ada upaya hukum dari Prabowo Subianto secara pribadi untuk membersihkan namanya dari dosa masa lalu guna meyakinkan rakyat Indonesia bahwa semua tuduhan Allan Nairn terhadap dirinya sama sekali tidak benar.
Allan Nairn bahkan mempersilahkan Prabowo Subianto mengajukan gugatan pencemaran nama baik di pengadilan Indonesia, namun tidak dilakukan oleh Prabowo Subianto. Di pengadilan dan dibawah sumpah, Allan Nairn akan membuka semua peran Prabowo Subianto dalam pembunuhan rakyat sipil di masa lalu.
Tantangan Allan untuk dikonfrontir dengan Prabowo Subianto di depan Pengadilan pun tidak diladeni Prabowo. Padahal tidak sedikit rakyat Indonesia yang tidak percaya dengan apa yang diungkapkan oleh Allan Nairn.
Selain itu, jika Allan Nairn bertujuan mengadu domba bangsa ini, buktinya Allan Nairn menantang Prabowo Subianto untuk bergabung bersama dirinya untuk menuntut semua Presiden Amerika Serikat yang hipokrit dan masih hidup untuk diadili dan dipenjara karena peran mereka dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembunuhan massal terhadap warga sipil di Indonesia.
Allan Nairn juga juga menantang Prabowo Subianto agar bergabung bersama dengannya guna menyerukan agar Freeport McMoRan diusir dari Indonesia karena eksploitasi sumber daya alam Papua yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Indonesia dan isu kontrak-kontrak tambang.
Namun Prabowo Subianto tidak berani meladeni tantangan Allan Nairn. Silahkan pembaca asumsi sendiri kenapa bisa begitu. [seeword]
No comments:
Write komentar