Belakangan ini muncul bertubi-tubi ‘musibah’ yang menimpa FPI. Rizieq Shihab dilaporkan berkali-kali, dan hebatnya semuanya terjadi dalam waktu berdekatan dan semuanya akibat ucapannya. Bila Ahok omongannya diedit, maka Rizieq berbeda, omongannya tidak diedit oleh Buni Yani. Sepertinya era FPI mulai berakhir.
Namun ada yang aneh, hanya berselang beberapa bulan sejak demo yang berhasil menaikkan nama FPI dengan kejatuhannya sekarang. Kejadiannya terlalu cepat. Apakah ada udang dibalik bakwan?
Takdir Memang ‘Sadis’
Di penghujung tahun 2016, FPI seperti mendapat angin ‘surga’. Demonya yang konon katanya diikuti 7 juta orang berhasil menempelkan status tersangka kepada Ahok. Ditambah fatwa MUI tentang atribut Natal, FPI mulai menjalankan sweeping dimana-mana. Untung polisi menjaga agar FPI ini tidak kelewatan, beberapa aksi sweeping FPI digagalkan. Toh memang FPI tidak punya hak sama sekali untuk melakukan sweeping.
Sweeping digagalkan oleh polisi, tapi FPI masih memiliki momentum. Mereka selalu menghajar siapa saja yang mendukung Ahok. Sebutan kafir begitu mudah meluncur dari mulut mereka, padahal tindakan mereka sudah sangat terlalu. Pancasila disebut pancagila, sampurasun diplesetkan menjadi campuracun, wah enak sekali orang yang satu ini mengoceh. FPI seolah-olah sudah menang.
Tapi, ternyata takdir memiliki ‘kejutan’ luar biasa kepada FPI. Sidang Ahok yang seharusnya menyerang Ahok malah menelanjangi beberapa saksi pelapor. Bila kasus Ahok aneh, saksinya lebih aneh lagi. Fitsa Hats, amnesia, dan penjelajah waktu mewarnai sidang kasus Ahok. Dan luarbiasanya, dari semua saksi yang sudah hadir, tidak ada yang melihat langsung, bahkan saya ragu mereka melihat video lengkap. Palingan hanya melihat video milik Buni Yani.
Bukan hanya sampai situ, FPI pun mulai menjadi bulan-bulanan di media sosial. Pengguna internet tidak lagi hanya menonton, tapi ikut ‘menyerang’ bila ada hal aneh-aneh yang dilakukan FPI. Fpi tidak lagi merajai facebook maupun twitter, bahkan akun twitter FPI pun diblokir. Apa respon FPI? Mereka menyerukan mengambil alih twitter. Masihkah waras mereka?
Sekarang Rizieq Shihab lah yang paling menjadi bulan-bulanan. Tidak ada lagi yang vokal mendukung Rizieq, semua seolah-olah diam. Malah si Rizieq ini dilaporkan sana sini. Ucapan yang sudah keluar dari mulutnya datang kembali untuk mengigitnya. Kasus penghinaan Pancasila sedang berjalan, belum kasus-kasus lainnya yang disebabkan kata-katanya yang sudah banyak menghina. Sudah sangat sulit untuk lolos dari jeratan hukum orang yang satu ini.
Taktik Rahasia Jokowi?
Bapak presiden kita tidak suka banyak berkomentar. Bila marah tidak meledak-ledak seperti Ahok. Jokowi juga tidak sering curhat prihatin seperti bapak mantan. Tapi jangan kira kediaman pak presiden kita berarti kelemahan. Yang berteriak lantang adalah anak buah pak Jokowi, namun jelas pastilah Jokowi yang menjadi komando. Yang ada jokowi tidak suka banyak-banyak publikasi tanpa hasil yang jelas.
Tentu saja Jokowi tidak mungkin hanya membiarkan FPI ini melebarkan aksinya kemana-mana. Ingat saat polisi mengawal aksi FPI saat sweeping? Jokowi langsung memanggil Kapolri untuk memberikan arahan. Tidak pakai konferensi pers atau pengumuman besar-besaran, tinggal memberikan perintah kepada anak buah. Tentu saja Kapolri berani menindak tegas FPI yang masih berani main sweeping, presiden kok bekingnya.
Keadaan yang saat ini terjadi juga sepertinya ada campur tangan Jokowi. Rasanya terlalu cepat, hanya beberapa bulan sejak FPI berada diatas angin, eh sekarang malah seperti sudah hampir tenggelam. Rizieq Shihab dilaporkan ke polisi, tidak ada pihak lain selain FPI yang membelanya. Semua suara hanya antara FPI dan masyarakat yang sudah muak.
Ini sangat aneh, kok bisa semua pihak bungkam. Bukankah ada pihak yang seringkali menyalahkan pemerintah apapun yang dilakukannya? Sudah pasti pihak-pihak ini akan mendukung FPI hanya untuk menyudutkan pemerintah dengan dalih mendukung suara umat Islam. Kok sekarang semuanya sunyi, hanya Rizieq yang tersisa?
Kita boleh curiga Jokowi mulai ‘melenyapkan’ satu persatu musuh di pemerintahan tanpa terekspos media. Beberapa bulan belakangan suara yang menyerang pemerintah makin sedikit. Seolah-olah ada ‘sesuatu’ yang sudah membungkam mereka. Bila benar, kita bisa salut dengan Jokowi karena ini sudah merupakan taktik level tinggi, bahkan media tidak bisa mencium adanya udang dibalik bakwan.
Bagaimanapun, kita sekarang masih harus tetap melawan para kaum pemecah belah bangsa. Bila tidak lewat kata-kata, minimal report dan laporkan akun SARA agar mereka diblokir. Niscaya dalam beberapa bulan Indonesia akan menjadi sangat damai hingga media tidak tahu mau memberitakan apa lagi.swd
No comments:
Write komentar