Bagaimana pun sebagai warga Negara Indonesia, saya harus tetap menghormati Beliau. Selain Beliau adalah Wakil Presiden Republik Indonesia saat ini, secara tata krama, Beliau juga adalah orang yang dituakan dan selayaknya dihormati oleh kami-kami yang masih muda. Namun, belakangan ini ada yang mengganjal di benak saya perihal sikap Pak JK yang terkesan mendua.
Setidaknya ada dua momentum yang membuat saya bertanya-tanya, sebenarnya kaki Pak JK ini ada di mana?
Pertama adalah bagaimana Beliau bertemu dengan Zakir Naik (ZN), tokoh sektarian garis keras wahabi yang bahkan di Negara asalnya sendiri merupakan seorang buronan. Pihak otoritas India telah menetapkan ZN terkait dengan jaringan terorisme di India. Pada November 2016, media lokal melaporkan bahwa badan investigasi nasional Negara India (NIA) telah menggerebek beberapa properti komersial dan residensial milik ZN.
Dari hasil penggerebekan tersebut, pejabat NIA menyita beberapa dokumen yang diduga menunjukkan keterlibatan Islamic Research Foundation (IRF), organisasi yang dipimpin ZN, dengan para calon milisi yang akan melakukan perjalanan ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.
Sekalipun kepada publik disampaikan bahwa Pak JK bertemu dengan ZN dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), namun mustahil memisahkan status Pak JK sebagai Wapres yang menemui tokoh kontroversial. Juga alasan yang disampaikan Sekretaris Wapres, Mohammad Oemar bahwa Pak JK tidak mengetahui lebih jauh tentang latar belakang ZN adalah suatu respons yang janggal. Masa dengan kapasitas Beliau sebagai Wapres tidak dapat memerintahkan jajarannya untuk mencari informasi terlebih dahulu tentang orang yang akan ditemui?
Yang menjadi masalah dari pertemuan tersebut adalah konteks sosial-budaya dan keagamaan yang ada di Indonesia. Sudah bukan barang baru bahwa radikalisme sektarian keagamaan berkedok keislaman sedang berkembang secara terstruktur, sistematis dan masif di Indonesia. Mempublikasikan pertemuan Wapres sebagai orang nomor dua di Indonesia (juga mewakili wajah pemerintah) dengan salah satu tokoh radikalis hanya akan men-justifikasi keberadaan mereka. Para kaum radikalis akan makin tersulut semangatnya untuk menjalankan agenda mereka di Indonesia karena merasa didukung pemerintah. Tidak mungkin pihak Wapres tidak bisa membaca hingga ke titik ini.
Inilah yang membuat saya menjadi bertanya-tanya, di manakah posisi Pak JK ketika kondisi bangsa sedang darurat radikalisme. Alm. KH. Hasyim Muzadi saja, salah satu tokoh cendekiawan Muslim terkemuka di Indonesia pernah menyatakan bahwa selain Indonesia berada dalam kondisi darurat narkoba, ia juga sedang berada dalam kondisi darurat radikalisme. Dan radikalisme ini upaya, daya, tenaga dan tujuannya tidak pernah main-main untuk mendirikan Negara Khilafah Indonesia dan menggeser Pancasila.
Kedua yang menambah alasan saya terus mempertanyakan Pak JK adalah keterlibatan konglomerasinya di dalam agenda politik berbasis SARA di pilkada DKI Jakarta. Kalla Group dan Bosowa Group (milik adik ipar Pak JK, Aksa Mahmud) berada di belakang Anies-Sandi ketika mengikuti kontestasi pilkada DKI. Sudah banyak tulisan saya (juga penulis-penulis lain) yang membahas bagaimana keberadaan oposisi di DKI ini akan mengganggu jalannya pemerintahan Pak Jokowi. Bukan saja karena gubernur yang mereka usung adalah orang yang sudah terbukti tidak bisa bekerja sama dengan Presiden, pada kelompok oposisi ini juga banyak bercokol kelompok-kelompok yang terindikasi makar dan kaum radikal.
Selalu yang saya khawatirkan dari komposisi kelompok semacam ini adalah narasi mereka sudah terpola di sepanjang sejarah. Politikus ambisius, ditambah penyandang dana dan massa keagamaan sektarian-radikal yang militan adalah perpaduan ramuan yang mematikan di dalam catatan banyak bangsa di dunia. Setidaknya ketika kita ikuti pola runtuhnya Negara-negara timur tengah, kita akan bisa membaca jalur yang serupa yang sedang dibangun di Indonesia.
Maka dari itu, sekalipun mungkin dukungan Kalla dan Bosowa Group hanya merupakan langkah strategis untuk mengamankan bisnis keluarga, saya mohon Bapak pertimbangkan nasib bangsa kita ke depan. Karena anak cucu kita sendiri yang akan memakan buahnya. Apakah kita tega menanam bibit buah maja yang pahitnya nanti akan ditelan keturunan kita?
Rangkuman dari salah satu surat kabar yang menjabarkan kelompok-kelompok konglomerasi yang mendukung pasangan Anies-Sandi.
Salah satu program Anies-Sandi yang menurut saya akan menjadi nutrisi penggemukan ormas-ormas radikal adalah soal bagi-bagi dana APBD untuk setiap ormas. Program ini saya garis bawahi untuk benar-benar diperhatikan, baik oleh pemerintah pusat maupun masyarakat. Selanjutnya titik yang harus kita waspadai adalah pilpres 2019 untuk yang terdekat, dan pilpres 2024. Kenapa 2024? Karena, jikalau pada skenario terbaik 2019 kembali dimenangkan oleh Pak Jokowi, maka pada 2024 kita (untuk sementara waktu) tidak memiliki figur kuat seperti Beliau lagi. Perhatikan saja, nama-nama mentereng dan tokoh senior yang sekarang sedang membangun tangga politik ada kubu sebelah mana? (PS, HT, TS, AB, dan yang lainnya).
Jikalau kita katakan “tenang, kita punya Ahok”. Jujur saja, sekalipun saya tidak mau pesimis, melihat pergerakan radikalis yang penetrasinya hingga ke kampung-kampung dan momentum pilkada di DKI Jakarta, maka dalam pandangan saya masyarakat kita belum siap. Terutama dalam menyikapi persoalan SARA.
Akhir kata dari saya bagi para Pembaca (Seword), dalam hati terdalam saya hanya bisa berdoa. Saya bukan siapa-siapa, hanya warga biasa yang rindu melihat bangsa saya untuk bangkit dan terbang. Dan saya yakin banyak Warga Negara Indonesia, apapun agama, kepercayaan, ras dan etnisnya merindukan hal yang sama.
Masakan Negara kita harus kembali terpuruk dan memasuki masa-masa tergelapnya hanya karena segelintir orang yang mau mengamankan kepentingan pribadinya? Apalagi jalan yang ditempuh adalah dengan menggunakan isu SARA. Masakan kita sampai hati mengorbankan masa depan anak cucu bangsa kita sendiri demi sedikit privasi? Tolong, janganlah tega.
Menebak di Mana Kaki JK Berada , Bisma Atau Sengkuni
Oleh Nikki Tirta.SWD
No comments:
Write komentar