"Puncak Kewalian Ada di Tangan Gus Dur"

 




Dalam sejarah dan tradisi kewalian di Nusantara, dikenal Walisongo, yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Meskipun demikian, boleh dikata bahwa Gus Dur sampai saat ini memegang posisi sebagai puncak kewalian dari pencapaian yang sudah dilakukan oleh Walisongo.

Pendapat ini disampaikan oleh guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Dr Yudian Wahyudi.

Ia berpendapat, pada zaman Walisongo, masing-masing wali memiliki teritori tersendiri. Sunan Giri, hanya berdakwah di Gresik, Sunan Kudus, di Kudus, Sunan Gunung Jati, di Cirebon, dan lainnya. Gus Dur, disisi lain, mempunyai pengaruh mencakup seluruh wilayah Nusantara, yang jangkauan wilayahnya berlipat-lipat dibandingkan Walisongo


Lulusan McGill University dan Harvard Law School Amerika Serikat ini menegaskan, dengan peran yang dijalankannya tersebut, jika ditarik kesejarahan sejak masuknya Islam di Indonesia, Gus Dur layak mendapat predikat Wali ke-10, melengkapi keberadaan Walisongo dan melanjutkan tradisi keislaman yang diajarkan para wali sebelumnya.

“Tetapi jika diukur dalam konteks pasca kemerdekaan Indonesia, Gus Dur wali pertama dalam skala nasional. Ada banyak wali di Indonesia, tetapi skalanya bersifat lokal,” tandasnya.

Ia menilai, banyaknya peziarah yang mengunjungi makan Gus Dur merupakan salah satu bukti adanya karomah mantan ketua umum PBNU ini. Para peziarahnya lebih banyak, lebih khusu’ dan lebih santri dibandingkan dengan peziarah mantan presiden Indonesia sebelumnya yang sudah meninggal.

Ia mencontohkan, mantan Presiden Soekarno yang berkuasa 25 tahun dan Presiden Soeharto yang berkuasa 32 tahun, makamnya dibangun dengan megah dan ketika meninggal, dilakukan upacara yang mewah, tetapi makam-makam tersebut, masih kalah dengan tempat Gus Dur yang dimakamkan di pesantren Tebuireng, yang sampai sekarang, hanya dikubur di atas tanah, tidak dibangun apapun di atas makam tersebut.

Lalu, meskipun sudah meninggal, Gus Dur juga masih menghidupi orang yang hidup, yaitu orang-orang yang menjalankan aktifitas ekonomi dalam ziarah tersebut, mulai dari sektor transportasi, sampai dengan penjual souvenir dan makanan.

“Karomah wali bukan saja aspek spiritual, tetapi juga ada aspek material yang ditunjukkannya,” tandasnya.

Ia menolak klaim kelompok Wahabi, yang menganggap kewalian sebagai bid’ah karena pencapaian ketuhanan yang tertinggi hanya bisa dilakukan dengan pendekatan kalbu, dengan isyaroh, atau ilmu ladunni. Dan ilmu-ilmu inilah yang dimiliki oleh para wali.

Al~Fatihah...

No comments:
Write komentar