Aksi 112 bagaimanapun ceritanya akan tetap digelar. Meski tidak mendapatkan ijin, FPI dengan tegas menyatakan akan tetap menggelar aksi. Penjelasan polisi bahwa tanggal aksi adalah masa tenang, dibantah pihak FPI yang mengatakan bahwa Aksi dilakukan pada tanggal 11 Februari yang belum masuk masa tenang.
Dari jadwal Pilkada DKI Jakarta yang disusun oleh KPUD DKI, memang benar apa yang dikatakan oleh sekretaris Jenderal DPD Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta, Novel Chaidir Hasan Bamukmin, bahwa tanggal 11 Februari bukanlah masa tenang.Tanggal tenang dimulai tanggal 12 Februari.
“Tanggal 11 itu kan bukan masa tenang. Massa juga tahu, (masa tenang) itu tiga hari sebelum Pilkada, tanggal 12, 13, 14 (Februari). Kami ambillah momen-momen terakhir,” ujar Novel saat ditemui di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jakarta, Senin (6/2).
Pihak kepolisian sendiri sudah mengklarifikasi bahwa aksi 112 dilarang karena aksi ini juga digandeng dengan aksi lain tanggal 12 Februari yang permohonan ijinnya diajukan secara bersama. Polisi dengan tegas melarang aksi ini karena dekat dengan masa tenang.
Hal ini perlu diantisipasi karena segala kemungkinan bisa saja terjadi. Polisi tak ingin aksi tersebut nantinya justru memicu kericuhan yang dapat mengganggu jalannya Pilkada DKI.
“Alasannya tentu karena menjelang masa tenang dan pas masa tenang. Nanti mengganggu yang lain,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono.
Argo menyatakan, jika memang aksi yang sedianya akan dilakukan dengan jalan santai dari Monas ke Bunderan HI tetap berlangsung, kepolisian tak segan-segan membubarkannya.
“Kalau masih ada massa turun aksi, akan kita bubarkan,” katanya.
Tetapi namanya juga FPI. Meski sudah dilarang tetap saja memaksa akan melakukan aksi. Sudah dijelaskan bahwa hal ini berpotensi menimbulkan kericuhan dan bisa mengganggu masa tenang Pilkada keesokan harinya, tetap saja tidak diindahkan.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela Islam Jakarta, Novel Bamukmin, menegaskan aksi pada 11 Februari 2017 yang diselanggarakan oleh Forum Umat Islam (FUI) tetap dilakukan meskipun kepolisian tidak memberikan izin unjuk rasa.
“Kami akan tetap laksanakan. Alasan polisi apaan? Kan bukan hari kerja. Alasan polisi apaan? Dan kami bukan untuk daripada dukung mendukung, kecuali jika kami pendukung salah satu calon, boleh (polisi bubarkan),” ujar Novel saat dihubungi, Selasa 7 Februari 2017.
Novel bersikeras bahwa ini adalah aksi yang super damai dan dilindungi oleh Undang-undang. Bahkan menyatakan bahwa aksi ini bukanlah aksi dukung mendukung salah satu paslon, melainkan ajang silahturahmi dari dua aksi sebelumnya dan untuk mengingatkan, mengawal, menjaga ulama, membela ulama, minta ditegakkan keadilan bahwa terdakwa itu (Ahok) tidak boleh mengikuti sebagai calon.
Aneh bukan?! Tidak aksi dukung mendukung, tetapi ada tujuan agar menjegal salah satu calon dengan mengingatkan warga lain untuk tidak memilihnya. Karena apa?! Yah pastilah karena bukan muslim. Lebih aneh lagi, aksi 112 ini bukanlah tipikal FPI. Jalan santai menurut saya hanyalah modus. Sejak kapan FPI melakukan aksi jalan santai?!
Bisa kita bayangkan betapa lucunya aksi yang dilakukan oleh FPI ini. Jika orang melakukan aksi jalan santai dengan santai dan tenang, ini malah melakukan jalan santai dengan mobil berspeaker dan melakukan orasi. Belum lagi, jalan santainya bisa saja tidak pakai baju training dan kaos, malah berdasteran. Apa tidak lucu dan aneh aksi jalan santai ini?? Hehehe..
FPI pastilah akan melakukan aksi lengkap dengan kalimat-kalimat provokatifnya. Kalimat-kalimat yang bisa memanaskan suhu politik yang seharusnya menurun menjelang masa tenang. Apalagi itu sudah menjadi ciri khas FPI setiap melakukan aksi. Aksi 212 yang adalah ajang doa bersama pun tetap saja melakukan orasi provokatif.
“Kalau ini kan hanya mengingatkan tidak ada aksi gelar sajadah lagi kan seperti kemarin. Karena memang nggak ada istigasah, nggak ada doa, nggak ada ibadah, cuma orasi biasa saja. Paling kita siapkan mobil-mobil, sudah pasti bersama dengan speaker yang bisa jarak jauh,” urai Novel.
Saya sangat setuju dengan tidak diberikannya ijin akan aksi ini. FPI harus ditindak tegas dan tidak boleh diijinkan lagi melakukan aksi. Mau doa bersama seperti 212 maupun aksi jalan santai 112. Bukan hanya karena menjelang masa tenang Pilkada DKI Jakarta, melainkan juga aksi FPI ini berpotensi ditunggangi aktor politik.
Masih segar diingatan kita, aksi 212 yang katanya doa bersama hampir ditunggangi aksi makar. Kita tidak bisa menjamin aksi 112 ini tidak akan ditunggangi aktor politik untuk melakukan aksi yang tidak baik. Apalagi aksi ini dilakukan menjelang masa tenang. Belum lagi, aksi ini memang jelas agendanya adalah orasi untuk menyerang salah satu paslon.
Semoga pihak kepolisian kali ini bertindak tegas dan tidak membiarkan aksi ini terjadi. Saya yakin sebagian besar rakyat mendukung untuk tidak digelarnya aksi ini. Apalagi tidak ada dasar kuat aksi ini dilakukan dan bukanlah aksi silahturahmi dan sekedar jalan santai, melainkan aksi yang ujung-ujungnya memanaskan suhu politik.
Salam Masa Tenang.
seword.com
No comments:
Write komentar