Jadi Pembicara “Islam Jalan Tengah” Di Oxford, JK Disambut Begitu Banyak Protes

 


sumber foto;bbc-fb


https://twitter.com/susilo

Nama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kini oleh beberapa pihak diidentik dengan pergerakan Islam garis keras. Bukan karena JK secara resmi terdaftar sebagai anggota atau salah satu pimpinan ormas Islam garis keras, melainkan karena manuver-manuvernya yang diindikasikan membiarkan masjid dipolitisasi sedemikian rupa.

JK yang biasanya berbicara keras mengenai masjid yang dipakai sebagai alat perusak toleransi antara umat dan juga tindakan yang berpotensi mengganggu ketertiban umum, kini tidak bereaksi apapun. Setelah selesai Pilkada Jakarta, bungkamnya JK ini pun terkuak. Ya, JK ternyata adalah pendukung Anies-Sandi.

JK sendiri berkilah bahwa dia punya hak untuk melakukan itu. Tetapi tetap saja tindakan JK ini secara etis sebagai kepala negara sangatlah tidak elok. Seharusnya JK meniru sikap politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bersikap netral di Pilkada Jakarta walau semua juga tahu Jokowi dekat dengan Gubernur Petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).

JK DAN TOA MASJID
Dulu JK pernah bersuara mengenai penggunaan Toa masjid yang memutar kaset pengajian dan juga mengatur jarak pengerasan suara toa supaya tidak saliong berantam antara satu masjid dengan yang lainnya. Terkait hal ini, JK beranggapan itu mengganggu dan menjadi polusi udara.

Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta agar pengelola masjid di Indonesia berhenti memutar kaset pengajian. Menurut Kalla, kebiasaan ini tidak membuahkan pahala bagi pemutarnya, tetapi justru menganggu warga sekitar.

“Permasalahannya yang ngaji cuma kaset dan memang kalau orang ngaji dapat pahala, tetapi kalau kaset yang diputar, dapat pahala tidak? Ini menjadi polusi suara,” kata Kalla saat menghadiri pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia di Pondok Pesantren Attauhidiyah, Tegal, Jawa Tengah, Senin (8/6/2015).

Selain itu, pengeras suara masjid sedianya tidak saling melampaui antara masjid satu dengan masjid lainnya. Jika jarak satu masjid dengan masjid lainnya 500 meter, Kalla berharap pengeras suara masing-masing masjid disetel untuk melampaui jarak 250 meter.

“Tidak perlu dimaksimumkan, empat masjid seolah ‘berkelahi’. Kita bikin aturan suara tidak boleh saling melampaui. Kalau masjid jaraknya 500 meter, hanya boleh dipasang untuk 250 meter,” ujar dia. Ia pun berharap MUI turut mengatur masalah pengeras suara dan pemutaran kaset pengajian oleh masjid ini.

Ini adalah sosok JK tanpa terlibat di Pilkada Jakarta. Sangat jauh berbeda dengan sikapnya saat Pilkada Jakarta. Suara SARA bergema melalui toa masjid, tetapi JK bungkam seribu bahasa. Kalau kaset pengajian dianggap mengganggu dan tidak mendapat pahala, apakah suara SARA melalui toa masjid mendapatkan pahala sehingga JK tidak melarang??

JK sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) punya kewenangan dan hak untuk menyuarakan hal pelarangan penggunaan masjid untuk politik SARA. Tetapi ternyata tidak ada satu kata pun yang dipakai untuk menghentikan praktek politisasi masjid tersebut.

Parahnya, setelah Pilkada Jakarta, JK baru aktif berbicara mengenai rekonsiliasi dan bersatu kembali. Gampang dan enak sekali berbicara persatuan setelah membiarkan terjadinya perpecahan. Sebuah tindakan busuk dan aksi cuci tangan yang memuakkan.

JK DISAMBUT PROTES DI OXFORD


Tindakan JK yang terindikasi membiarkan aksi SARA dan politisasi masjid tersebut pada akhirnya berdampak luas. JK yang diundang untuk berbicara dalam kuliah umum bertema ‘Middle Path Islam: Indonesia’s Experience’ di Universitas Oxford disambut oleh protes.

Protes yang diinisiasi oleh Mariella Djorghi dan didukung oleh Wilson Chowdhry, pemimpin British Pakistani Christian Association. Mereka melakukan protes kedatangan JK memberikan kuliah tersebut karena JK dinilai bukanlah orang yang tepat dan pantas untuk menyampaikannya. Apalagi jika merujuk keterlibatan JK di Pilkada Jakarta yang mendukung Anies dan membiarkan politisasi masjid.

JK sendiri mengaku diminta berbicara di Universitas Oxford kepada banyak ahli dan diplomat yang ingin mengetahui Islam khususnya, Islam di Indonesia.

“Saya akan diundang ke Oxford, mereka ingin mengetahui Islam di Indonesia itu bagaimana, bagaimana jalan tengahnya. Akan hadir banyak ahli di sana dan juga diplomat-diplomat,” kata JK di Jakarta, Selasa.

“Mereka ingin tahu, kenapa di dunia Islam yang terpecah belah ini, di Indonesia, alhamdulilah (tidak). Bagi kita bagaimana pentingnya adalah, bagaimana kita mengalirkan faham bahwa Islam itu bisa bersatu jika diatur dengan baik,” kata JK.

Parahnya, kehadiran JK juga ikut mengungkit pembakaran Gereja 1968 di Makasar. JK yang saat itu adalah pemimpin HMI menggerakkan massa untuk ikut dalam aksi pembakaran gereja. Benar atau tidaknya, sampai saat ini JK tidak mengakuinya. Meski tuduhan tersebut sebenarnya tercatat dalam sebuah karya akademis.

Berikut adalah surat protes yang dikirimkan oleh Mariella..

Dear Vice Chancellor,

Many of us in the Indonesian community in the UK, including those studying at Oxford University, were aghast and disappointed to learn of the invitation to the Indonesian Vice President, Mr Jusuf Kalla, to give a lecture entitled ‘Moderate Islam: Indonesia’s Experience’ at the Oxford Centre for Islamic Studies, this coming Thursday.

Mr Kalla is widely known as a proponent of an intolerant form of Islam. For instance, back in 1968 as leader of the HMI (the Islamic Student Association) of Makassar, upon an allegation of blasphemy by a Catholic, Mr Kalla was recorded as having ”instructed all members of HMI and other Muslim organizations to come to nearby mosques at 8 pm. After the evening prayer (‘ishā’), the Muslims started attacking the Christian buildings, and the loud-speakers of the mosques shouting out “Allahu Akbar, defend your religion, be a martyr!” The Christian buildings attacked in the incidents were 9 Protestant churches, 4 Catholic churches, 1 nuns’ dormitory, 1 Academy of Theology, 1 office of the Catholic student organization, and 2 Catholic schools.’

https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/10061/Dissertation%20Mujiburrahman.pdf

This invitation is all the more insensitive, coming as it does at a time when the hugely popular Christian governor of Jakarta, affectionately known as Ahok, has lost his re-election purely because Muslim organisations represented/supported by those close to Mr Kalla have been deliberately inciting religious hatred, urging people to take to the streets reminding them that according to the Qur’an, Muslims are not allowed to appoint a non-Muslim to be in a position of leadership. They have been quoting the verse, Al Maida 51, which says:

‘O you who have believed, do not take the Jews and the Christians as allies. They are [in fact]allies of one another. And whoever is an ally to them among you – then indeed, he is [one]of them. Indeed, Allah guides not the wrongdoing people.’ [Sahih International translation]


‘O ye who believe! Take not the Jews and the Christians for friends. They are friends one to another. He among you who taketh them for friends is (one) of them. Lo! Allah guideth not wrongdoing folk.’ [Pickthall translation]


http://corpus.quran.com/translation.jsp?chapter=5&verse=51

Whilst still governor and campaigning for re-election, Mr Ahok was dragged to court for quoting the above-mentioned Qur’an verse, claiming that the so-called radicals have misquoted this verse to trick people not to vote for him. This incensed the radicals who accused him of blasphemy. The court accordingly sentenced him to two years imprisonment, which was harsh even by Indonesian standards. This again caused international condemnation. Meanwhile, despite an obligation to remain neutral, Mr Kalla has been actively backing the alternative candidate, an Islamist, for which he has been widely criticized.

Indonesia is on the verge of falling victim to religious intolerance, and to have Mr Kalla given a platform at this time is DEEPLY INSULTING to many Indonesians and risk conferring on him credibility which he does NOT deserve.

We hope that when he speaks on this occasion the audience will view what he says with suitable scepticism and raise with him the points outlined above.

Grateful if you would confirm receipt of this email.

Yours faithfully,

Mariella Djorghi


Dalam kuliah umumnya JK juga menggunakannya sebagai jawaban kepada tudingan media luar terkait pemberitaan miring di Pilkada Jakarta. JK ingin anggapan bahwa isu SARA di Pilkada Jakarta disingkirkan. Hal tersebut terlihat saat JK menyinggung mengenai kasus Ahok dan adanyanya Gubernur non muslim. Berikut adalah cuitan terkait kulaih umum JK..


Aria Danaparamita‏ @mitatweets

Indonesia always celebrated diversity. We have non-Muslim governors & mayors in Muslim majority places – JK (#ehmAhok)

Ahok, judicial process is still underway, we must uphold rule of law & judicial independence – JK

Ahok: Jakarta election not about religion, it’s democracy. If you lose, you should receive the loss. – JK

Similarity in religion is important in elections so if the majority is Muslim then it’s ok to elect Muslim leaders – #JKOxford

Aksi JK untuk menepis tudingan media asing terkait Pilkada Jakarta perlu dilakukan sebagai aksi bersih-bersih setelah terjadinya aksi kotor SARA yang mebombardir Pilkada Jakarta. Peran paling cocok tentunya dilakukan oleh seoran Wakil Presiden. Sejalan juga dengan usaha Prabowo saat bertemu dengan beberapa dubes negara lain demi mengklarifikasi isu SARA.

Sayangnya, isu itu tetap disuarakan oleh protes yang terjadi di Oxford. Berikut adalah aksi mereka..


https://twitter.com/mitatweets



https://www.facebook.com/bbc.indonesia/photos/pcb.10158862719465434/10158862699695434/?type=3&theater


https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1507488972629695&set=pcb.760627940764305&type=3&theater


https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1507488972629695&set=pcb.760627940764305&type=3&theater

Sudahlah Pak JK. Tidak ada gunanya aksi bersih-bersih adanya isu SARA di Pilkada Jakarta. Orang luar bukanlah orang bodoh yang bisa ditipu dengan penjelasan dalam acara-acara resmi. Media bukan seperti di Indonesia bisa diseting sedemikian rupa. Mereka punya reporter dan sumber yang merasakan sendiri isu SARA yang sangat panas tersebut.

Jadi Pak JK. Jujur saja, anda pro mana?? NKRI dan Islam moderat atau Negara Islam dan Islam Radikal?? (seperti gambar protes)

No comments:
Write komentar