Kampanye senyap
Menjelang pemungutan suara 19 April, strategi kampanye Ahok berubah. Kalau pada putaran pertama, kampanye penuh dengan hiruk pikuk, kini penuh dengan kesenyapan. Ahok tidak lagi mau disorot oleh media. Tidak ada lagi flash mob di mall. Tidak ada lagi kampanye gegap-gempita. Karena semua itu bisa sudah stagnan.Kini Ahok kampanye senyap. Ia datangi langsung para pemilih yang berpotensi memilih dirinya. Jika mendengar ada yang sakit, nikah, butuh pertolongan, ia datangi secara diam-diam. Jika ada warga Jakarta yang dilanda kemalangan, ia datangi. Ahok kini sedang merubah strateginya dari hiruk-pikuk ke bentuk sunyi-senyap. Ia mendatangi langsung para pemilih untuk mensosialisasikan berbagai programnnya.
Sasaran Ahok memang mereka yang dulunya memilih Agus. Suara kepada Agus inilah yang sedang diperebutkan oleh Anies-Sandi. Modal Anies-Sandi sendiri sudah mencapai 40%. Jadi tinggal mencari 11% untuk merebut posisi strategis gubernur DKI Jakarta.
Hal yang sama juga telah dimiliki oleh Ahok. Modal suara Ahok 43%, ditambah para pemilih Ahok yang terjegal 2%, maka Ahok telah menggegam jumlah suara 45%. Itu berarti tinggal 6% lagi untuk suara yang harus dicari untuk memenangkan pertarungan. Dimana suara-suara itu dicari? Ya di gang-gang sempit, di pasar-pasar dadakan, di warung-warung kopi dan hajatan-hajatan sederhana.
Titik perhatian Ahok-Djarot sekarang adalah memastikan nama setiap pemilih terdaftar di DPT dan memastikan datang menyoblos pada tanggal 19 April mendatang. Pengawal kotak suara di setiap TPS juga telah dibentuk oleh tim pemenangan Ahok-Djarot. Ada sekitar 10.000 pasukan khusus yang telah dilatih untuk mengawal pencoblosan di setiap TPS.
Golkar dan PDIP juga terus meningkatkan peran dalam memenangkan Ahok. Ada kabar baru dari PDIP. Megawati akan menurunkan Risma untuk memenangkan Ahok di Jakarta. Jika Anies mendatangi Aher dari Jawa Barat, maka Ahok juga mampu mendatangkan Risma dari Surabaya.
Sementara itu untuk menetralisir keadaan, Ketua KPU DKI Sumarno dan Ketua Bawaslu DKI, Mimah Susanti diundang datang dalam rapat tertutup partai pengusung petahana Ahok-Djarot. Keduanya sukses dihadirkan di Novotel Hotel, Jakarta Pusat, untuk menjelaskan berbagai peraturan KPUD dan Bawaslu. Jelas ada pesan luar biasa membahana kepada KPUD DKI agar tetap netral dan jangan mencoba-coba untuk bermain.
Di media, perang propaganda oleh para cyber army Ahok-Djarot semakin meningkat. Kalau dulu sasaran tembak adalah Agus, kini 100% serangan diarahkan kepada Anies-Sandi. Kabar bahwa ada pendukung Ahok yang sudah meninggal tidak mau disolatkan oleh Masjid pendukung Anies-Sandi, menjadi santapan empuk media untuk menyerang Anies-Sandi.
Isu SARA menjadi bumerang buat Anis
Opini publik di Jakarta yang masih waras kini semakin jijik kepada para pendukung Anies. Setelah para pendukung Anies melancarkan isu-isu SARA, kini serangan kepada Ahok-Djarot dilancarkan lewat politik jenazah. Anies pun terpaksa buka suara. Tekanan dan bullian media, perintah Menteri agama, serta bergeraknya GP Ansor yang bersedia menyolatkan jenazah, membuat Anies mengeluarkan perintah untuk menurunkan spanduk hasutan penolakan menyolatkan jenazah itu.
Jelas menolak penyolatan jenazah hanya gara-gara mendukung Ahok, adalah tindakan konyol dan ketidakwarasan yang luar biasa. Kadar keagamaan orang-orang yang berilaku demikian sangat dangkal dan telah dirasuki fanatisme yang melewati batas. Jika Anies tidak meminta menurunkan spanduk tersebut, maka ia sama saja sebagai kaum tidak waras.
Kini menjelang Pilkada putaran kedua 19 April mendatang, tekanan kepada pasangan Anies-Sandi semakin menguat. Berbagai laporan tentang Anies-Sandi terkait pelanggaran hukum mulai diproses oleh aparat. Mengapa? Alasannya jelas. Anies-Sandi selama ini mengkampanyekan dirinya sebagai sosok bersih, santun, adil, tidak korup dan sosok tak bercela. Dan inilah yang mau diuji oleh aparat kepolisian dan KPK. Benarkah Anies-Sandi sosok santun dan bersih bagai malaikat?
Fadli zon yang kian ketakutan
Ketika aparat mulai menguji Anies-Sandi, Fadli Zon yang kebelet memenangkan sosok yang didukungnya, mulai ketakutan. Lewat cuitan-cuitannya di Twitter, ia melontarkan bahwa penguasa tertinggi sedang bermain di Pilkada DKI. Penguasa tertinggi sedang melancarkan strategi untuk menjegal Anies-Sandi.
Jelas Fadli Zon dilanda ketakutan. Ia takut kalau panggilan pemeriksaan yang dilakukan aparat kepada Anies-Sandi membuat pamor Anies-Sandi anjilok. Fadli Zon takut jika akhirnya Anies-Sandi ditemukan oleh aparat ternyata menyimpan bau busuk pelanggaran hukum dan tidak seperti yang digembar-gemborkan bersih, santun dan tak bercela. Dan ketakutan terakhir Fadzli Zon adalah jika Anies-Sandi ternyata pada akhirnya kalah oleh pasangan Ahok-Djarot.
Jadi, melihat kampanye senyap Ahok, partai pendukung sukses merapat ke KPUD dan Bawaslu, pendukung Anies meluncurkan senjata pamungkas, yakni politik mayat, politik jenazah. Dan ternyata ini membuat tekanan kepada Anies datang luar biasa. Akibatnya Anies terpaksa mengeluarkan perintah untuk menurunkan spanduk politik jenazah itu. Sementara itu, di tengah situasi pertarungan yang semakin sengit, Fadli Zon mulai dilanda ketakutan karena mulai mencium aroma kekalahan untuk ke sekian kalinya. Begitulah kura-kura. [swd]
No comments:
Write komentar