Giliran Tidak Ada Ahok,Haji Lulung Pun Berantem Sama M Taufik

 


Kalau sesama Bandit saling berantem, artinya tanda-tanda pecah kongsi. Begitulah kura-kura yang dialami Jakarta sekarang pasca lengsernya Ahok. Mulai dari tim Sinkronisasi Anies-Sandi yang saling cakar-cakaran rebutan posisi sampai ke anggota Dewan DPRD DKI Jakarta yang saling sikat menunjukkan eksistensinya masing-masing.

Baru-baru ini Haji Lulung ribut dengan M Taufik Si Raja Lobster itu. Pasalnya karena mempersoalkan bangunan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Taufik meributkan bahwa bangunan di sana hanya boleh tiga lantai, selebihnya harus dibongkar. Lulung pun kebakaran kumis mencak-mencak tidak karu-karuan.

Akhirnya tiba juga saatnya, cakaran-cakaran antara sesama rombongan sirkus, berikutnya ditunggu pertarungan yang seru antara Gubernur dan Wakil Gubernur DKI terpilih yak.

Beginilah kalau dua ular berbisa berada dalam satu kandang yang sama, saling memagut satu sama lain untuk menunjukkan siapa yang paling berbisa.

Bisa jadi Lulung punya bangunan disana, atau barangkali dimintai tolong sama cukong-cukong yang was-was bangunan-bangunan mereka di Pantai Indah Kapuk dirobohkan akibat ributnya si raja Lobster.

Mari kita simak mencak-mencaknya si Boss Lulung;

“Jangan Pemprov ditantangin untuk melakukan penegakan hukum, tapi elu (Taufik) kagek punye pengetahuan, kan malu”

“Makanya kemarin saya bilang, Pak Taufik harus (mengerti) substansinya. Malu dong sama Pemda. Masa anggota Dewan enggak ngerti soal itu. Kan kita (DPRD) yang bahas Perdanya tahun 2012-2014”

“Itu kan pengembang yang bangun. Kasihan orang-orang yang sudah bayar DP nanti pada lari. Jangan menakuti orang lain, kan kasihan yang sudah DP di situ. Bikin bangunannya kan bukan pake kertas, pake fulus itu”

“Ya Taufik memang enggak ikut bahas Perda itu, sih. Die baru belakangan saja. Soalnya kan die baru dilantik jadi anggota Dewan itu Agustus 2014”

Jakarta oh Jakarta sial benar nasib mu kini. Silahkan makan dagangan ayat yang dibeli, Allah sudah memberikan pilihan pelayan Jakarta yang bersih, transparan dan profesional, jadi ya nikmati saja stand up komedi dari gerombolan lalat, tikus dan benalu parasit.

Ngemeng-ngemeng jadi sebenarnya siapa sih yang salah, Lulung atau si raja Lobster? I dunno, beib. Yang jelas kalau Ahok masih ada, dua-duanya akan dibuat KO sampai tidak berdaya untuk yang kesekian kalinya.

Namanya juga sesama rombongan sirkus yang isinya badut-badut yang lucu. Yang satu bilang bangunan tidak boleh lebih dari tiga lantai, yang satunya lagi nyerocos Perda yang disusun DPRD tak menyebutkan begitu. Ayam pun geleng-geleng kepala sampai termehong-mehong.

Menurut Lulung, Taufik itu kayak orang yang tidak tahu aturan dan hanya bikin malu anggota Dewan karena pada tahun 1999 yang silam Gubernur Sutiyoso menerbitkan SK soal zona aman di wilayah bangunan yang diributkan Taufik.

Setelah SK itu terbit, lalu dilanjutkan dengan pembahasan Perda yang dimulai sejak tahun 2012 sehingga menjadi Perda No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Desain Tata Ruang (RDTR) di tahun 2014.

Lulung pun emosi dan mencak-mencak melihat ulahnya M. Taufik yang menantang Pemprov DKI untuk segera bongkar bangunan disana tanpa paham bagaimana aturan yang sebenarnya.

Lulung bilang, sebagai anggota Dewan semestinya M. Taufik tidak boleh serta-merta begitu karena bangunan di Pantai Indah Kapuk bakal dijadikan apartemen dan perkantoran dimana bangunan 13 lantai akan dijadikan apartemen, sedangkan yang delapan lantai dijadikan perkantoran.

Mereka ini tidak ada bedanya dengan kucing garong yang begitu bernafsu dapat hasil rampasan, lalu saling bertengkar dan cakar-cakaran berebut hasil jarahan mereka. Kalau sudah serakah dan mental perusak mau posisi setinggi apapun dengan jabatan anggota dewan yang terhormat tetap tidak akan merubah paradigma yang ada.

Lantas bagaimana sikap Pemprov DKI? Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap Edy Junaedi menjelaskan bahwa memang tidak ada yang salah dengan bangunan-bangunan disana. Segalanya sudah memenuhi aturan.

Koefisien lantai bangunan (KLB) disana sudah empat. Artinya, jika punya luas tanah 1.000 meter, maka boleh dibuat bangunan vertikal dengan luas 4.000 meter dengan maksimal lantai sebanyak 28 lantai.

“Makanya tak ada yang salah dengan bangunan itu. Maksimalnya kan 28 lantai, itu kan hanya 13 dan 8 lantai yang dibangun. Ya memenuhi aturan berarti,” jelas pak Edy dengan gamblang.

Kita yang waras menyikapi fenomena saling jambak-jambakan ini dengan lucu. Saya tidak habis pikir apa jadinya Jakarta lima tahun kedepan tanpa Ahok. Bakal disuguhi stand up komedi berjilid-jilid.

Kemarin-kemarin mereka dua ini saling menabur benih kebencian untuk menjegal Ahok, sekarang keduanya saling jambak. Ahok sudah tidak ada, jadi mereka sekarang bebas berpesta pora. Ahok sudah tidak ada, kata-kata itu akan semakin menggema di ruang lingkup DPRD DKI, maju kotanya, bahagia rakyatnya.

No comments:
Write komentar