Bertemu Wiranto, Rizieq shihab Batalkan Aksi 112; Tidak Ada Pengerahan Massa Turun ke Jalan

 


Jakarta - Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab mengatakan pelaksanaan aksi 112 hanya akan digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta. Hal ini ia katakan setelah bertemu dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di rumah dinas Menkopolhukam, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2017.

"Aksi 11 Februari akan tetap dilaksanakan," kata Rizieq. "Tokoh ormas yang mengikuti aksi mengambil inisiatif memindahkan lokasi yang awalnya dari Monumen Nasional ke Bundaran Hotel Indonesia, menjadi zikir nasional di Masjid Istiqlal."
Rizieq menambahkan, pihaknya juga membatalkan aksi pengerahan massa turun ke jalan atau long march yang rencananya dimulai dari Monas menuju Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.

"Kebetulan ada dua pasangan calon yang akan kampanye terakhir pada hari itu. Kedua paslon bisa saja mengerahkan massa yang cukup besar dalam aksi tersebut. Kami tidak mau terjebak dalam kampanye mereka. Karena itu, kami ambil keputusan agar digelar di Istiqlal," katanya. "Kami juga komitmen untuk tidak melanggar undang-undang dalam aksi di Istiqlal."

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir mengatakan, aksi 112 akan dilaksanakan dengan menggelar salat Subuh berjamaah serta dilanjutkan dengan acara Tausiah Nasional. "Tidak boleh ada hal-hal yang bisa mengganggu ketertiban umum. Tidak boleh ada yang menimbulkan provokasi. Kita akan bekerja sama dengan aparat," kata Bachtiar.

Ia juga memastikan massa dari GNPF tidak akan melaksanakan long march. "Kami perjelas secara resmi bahwa tidak ada long march. Kalau ada, itu bukan GNPF. Kami tidak bertanggung jawab atas itu," kata Bachtiar.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya melarang aksi 112 yang akan digelar FUI karena menjelang masa tenang pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta 2017.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono menjelaskan, aksi tersebut tidak diizinkan digelar karena dikhawatirkan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum yang mengganggu ketertiban tidak diperbolehkan dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, maka petugas dapat membubarkan aksi itu.

Argo juga menyatakan polisi berwenang membubarkan aksi yang dianggap berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban umum, termasuk menjatuhkan sanksi kepada para pelakunya.

ANTARA | YOHANES PASKALIS tempo

No comments:
Write komentar