Temuan mengejutkan terpantau pada masa Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, khususnya saat acara debat para pasangan calon yang berlangsung pada Jumat (27/1/2017).
Pilgub Jakarta sejatinya hanya melibatkan warga di sekitar wilayah Ibukota Indonesia. Namun, faktanya tak cuma menjadi perhatian warga ibukota, melainkan juga kota-kota luar seperti Bandung, Bali, dan Medan. Setidaknya begitu menurut hasil analisis ahli media sosial, Ismail Fahmi.
Ia menggunakan software rancangan sendiri yang dinamai “Drone Emprit” untuk menghimpun kicauan tentang debat Pilgub DKI kedua pada Jumat malam kemarin.
Kata kunci seperti “AHY”, “AHOK”, “ANIES”, serta kombinasi masing-masing pasangan calon dimasukan ke software tersebut dari pukul 6 sore hingga 10 malam. Hasilnya, ada 50.000-an kicauan soal Pilgub DKI yang basis lokasinya teridentifikasi.
“Bukan lokasi kicauannya ya, tapi lokasi akun Twitter,” kata dia pada KompasTekno, Sabtu (28/1/2017).
Dari 50.000 kicauan tersebut, 55 persen di antaranya berasal dari luar Jakarta. Sebanyak 2.127 kicauan dari Bandung, 1.859 dari Yogyakarta, 1.464 dari Bogor, 996 dari Bali, 924 dari Depok, 909 dari Medan, 903 dari Bekasi, 901 dari Malang, 862 dari Tangerang, dan 14.997 dari kota-kota lainnya.
Sementara itu, 45 persen masih berasal dari Jakarta dengan jumlah 21.370 kicauan. Ismail menggarisbawahi hanya sekitar 50 persen pengguna Twitter yang memasukkan lokasinya dengan benar. Sisanya memilih mengosongkan atau mengisi dengan lokasi tak benar seperti “di hatimu”.
Massa Ahok paling solid
Ismail enggan mengomentari lebih spesifik soal pola kicauan dari pendukung masing-masing pasangan cagub. Namun, dari grafik yang diumbar, kubu Ahok tampak paling solid, lalu disusul Anies dan terakhir Agus.
Hal ini tak lepas dari banyaknya pengguna Twitter populer alias influencer yang kicauannya mengindikasikan dukungan untuk Ahok. Mereka memiliki massa yang besar sehingga lebih mudah menghimpun retweet.
“Kelompok Ahok paling masif. Mereka sangat aktif berdiskusi dan me-retweet kicauan-kicauan dukungan,” kata dia.
Ismail enggan berasumsi bahwa pendukung Ahok telah berkonsolidasi dulu secara offline sebelum debat dimulai. Menurut dia, konsolidasi politik itu biasa terjadi pada tiap tim sukses.
Namun, ada istilah eco-chamber yang dikenal di Twitter. Istilah itu merujuk pada pengelompokan kubu yang terjadi dengan sendirinya ketika ada dua kubu yang bertentangan.
“Bukan cuma di Pilkada, tapi biasanya di setiap isu akan ada dua kelompok besar. Tanpa ada konsolidasi, pendukung A akan langsung me-RT kicauan dari orang yang sama-sama mendukung A,” ia menjelaskan. Mekanisme eco-chamber ini bisa dibilang sebagai mekanisme yang terbentuk secara natural.
No comments:
Write komentar