gambar di ambil dr google
IQRA !
Jakarta - Tim katastropik purba dari staf khusus presiden bidang bencana dan bantuan sosial saat ini sibuk memetakan kegempaan di Indonesia. Namun siapa sangka, selama proses tersebut banyak situs-situs purbakala yang terungkap. Wah!
Koordinator tim, Erik Rizki menjelaskan, penemuan-penemuan purbakala itu sifatnya hanya kebetulan saja. Tujuan utama tim bentukan Andi Arief ini adalah untuk melihat berbagai bencana yang terjadi di masa lampau.
"Sekarang itu catatan tidak lengkap. Hanya 200 tahun lalu, baik di BMKG maupun di badang Geologi. Catatan bencana itu tidak tercatat dengan baik, apalagi catatan sebelum 1 masehi. Padahal berdasarkan hipotesis peneliti kami, bencana gempa dan tsunami itu berulang," jelas Erik saat berbincang dengan detikcom, Kamis (28/7/2011).
Dengan mengetahui karakter bencana masa lalu, maka tim ini bisa memetakan potensi gempa yang akan terjadi pada masa depan. Erik mencontohkan peristiwa tsunami di Aceh tahun 2004 lalu. Menurut dia, kejadian dahsyat bukan kali pertama terjadi. Ratusan tahun lalu, bumi Serambi Mekkah juga pernah tergerus tsunami yang menewaskan ratusan orang.
"Berdasarkan penelitian, terjadi bencana tsunami 1.400-an dan itu terjadi dua kali. Menghabiskan seluruh penduduk di sana," terang Erik.
Karena itu, Erik dan timnya terus berkelana memetakan potensi bencana di Tanah Air. Termasuk di Pulau Jawa dan pulau-pulau berpenduduk padat lainnya. "Itu fungsi kami sebagai pegawai negara," imbuhnya.
Nah, seiring dengan tugas itu, tak jarang ditemukan berbagai hal yang berbau purbakala. Saat meneliti tsunami di Aceh misalnya, tim yang dipimpin lulusan Geofisika dan Meteorologi ITB ini tak sengaja menemukan masjid.
"Ada masjid yang dibangun di atas candi di kedalaman 10 meter. Diindikasikan berada 10 meter ke bawah tanah," terangnya.
Dari hasil penelitian paleotsunami, tim ini juga menemukan keramik dan tembok di kedalaman 2-3 meter di Aceh. Tidak hanya itu, indikasi adanya candi yang tersembunyi di bawah tanah di Karawang juga ditemukan oleh tim.
Bagaimana dengan indikasi adanya piramida di Gunung Lalakon Bandung? Erik mengaku tim ini juga sempat melakukan pemantauan. Namun karena fokus mereka pada pemetaan gempa, temuan itu tidak terlalu diseriusi.
Temuan yang paling menarik adalah kanal-kanal yang terletak di Trowulan, Jawa Timur. Di sana, terbentang kanal raksasa yang memiliki lebar 20-50 meter dan memanjang hingga 9-11 kilometer.
"Kami berhipotesis kanal-kanal itu dibangun sebelum Majapahit didirikan. Kemungkinan kanal-kanal dibangun menggunakan mud volkano, lalu dialirkan sampai kali brantas. Ini menarik, nggak pernah tercatat di buku kertagama dan catatan lain-lain, terkubur karena bencana," paparnya.
Yang paling mutakhir adalah kabar penemuan perabadan kuno di Selat Sunda. Menurut Erik, memang ada seorang peneliti yang pernah menyelam di Selat Sunda hingga kedalaman 6.500 meter. Peneliti tersebut bahkan sempat melihat patahan-patahan yang menyerupai kota. Namun, butuh penelitian panjang untuk membuktikan hal tersebut.
"Ada semacam seperti kota, relief dasar laut. Tapi harus diteliti ulang. Lebih mirip patahan di kedalaman," terangnya.
(mad/anw)
Tim Istana Temukan Peradaban Kuno di Laut
"Kami menemukan peradaban silam, seperti seni bangunan yang secara usia mencengangkan."
Tim studi bencana katastropika purba yang diinisiasi tim Staf Khusus Presiden dan tim ahli gempa, tsunami, dan ahli geologi telah merekomendasikan beberapa hasil temuan penelitian mereka untuk menjadi cagar budaya. Tim ini menemukan sebuah sisa peradaban kuno yang sudah terbenam di dasar laut.
Menurut Wisnu Agung Prasetya, salah satu anggota tim, setelah bekerja 10 bulan lebih, mencoba untuk mencari dan meneliti fakta dan data bencana di abad modern ataupun jaman purba yang katastropik, yang dampaknya menghilangkan peradaban.
"Yang mengagetkan bagi tim adalah, dalam lokasi-lokasi riset kami, dengan pendekatan trenching, coral, uji radar, geolistrik dan sebagainya, kami menemukan peradaban silam, seperti seni bangunan yang secara usia mencengangkan," kata Wisnu dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Rabu 27 Juli 2011.
Namun Wisnu menolak menyebut lokasi yang dimaksud. Wisnu mengungkapkan, lokasinya berada di kawasan Priangan yang juga meliputi Banten Selatan.
Tim meyakini, peradaban yang hilang ini tenggelam karena megatsunami semacam yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 lalu. "Padahal di Aceh ada kata Ie Beuna yang artinya ombak besar bergulung-gulung, yang artinya pernah ada tsunami di Aceh, di waktu-waktu sebelumnya. Logis jika ada peradaban dan pengetahuan yang terpendam," kata Wisnu lagi.
Tim ini bekerja bukan khusus untuk meneliti kebudayaan kuno. Tim ini untuk mendukung kebutuhan pokok mitigasi kebencanaan. "Pembuatan zonasi gempa berdasarkan zonasi sumber gempa dan fungsi atenuasi yang disempurnakan, juga penelitian tentang kekuatan, daktilitas, perkuatan dan perbaikan struktur bangunan terhadap pembebanan seismik, pengembangan metode prediksi gempa dengan metode tertentu," kata Wisnu.
Dan yang terpenting, lanjutnya, riset ini adalah uji materi, bahkan memasukkan kasus yang sama sekali baru untuk pembuatan katalog tsunami dan pemetaan potensi gempa pembangkit tsunami, yang terjadi dalam waktu-waktu yang lampau. "Ada missing link yang harus dijembatani, dari berbagai periode sejarah ini. Pendekatan geologis, arkeologis, antropologis, dan penelitian yang komprehensif mesti diambilalih oleh negara dan dapat dicagarkan, terutama seni bangunan dan pengetahuan yang tersimpan. Harapannya menjadi pusat penelitian masyarakat, wisata kebudayaan nantinya, dan kebanggaan nasional," katanya.
Selat Sunda di mana Gunung Krakatau terbentang telah memunculkan spekulasi sebagai pusat dari legenda Atlantis yang hilang. Argumen ini dikemukakan Arysio Santos, seorang geolog dari Amerika Latin.
Belakangan, Stephen Oppenheimer, genetikawan Inggris, menulis buku "Eden in the East" yang menyimpulkan Asia Tenggara merupakan pusat penyebaran genetika kedua manusia setelah keluar dari Afrika. Pusat penyebaran ini, menurut Oppenheimer, kemudian tenggelam ketika es mencair pada kurun antara 14.000 sampai 8.000 tahun yang lalu.(np)
• VIVAnews
Koordinator tim, Erik Rizki menjelaskan, penemuan-penemuan purbakala itu sifatnya hanya kebetulan saja. Tujuan utama tim bentukan Andi Arief ini adalah untuk melihat berbagai bencana yang terjadi di masa lampau.
"Sekarang itu catatan tidak lengkap. Hanya 200 tahun lalu, baik di BMKG maupun di badang Geologi. Catatan bencana itu tidak tercatat dengan baik, apalagi catatan sebelum 1 masehi. Padahal berdasarkan hipotesis peneliti kami, bencana gempa dan tsunami itu berulang," jelas Erik saat berbincang dengan detikcom, Kamis (28/7/2011).
Dengan mengetahui karakter bencana masa lalu, maka tim ini bisa memetakan potensi gempa yang akan terjadi pada masa depan. Erik mencontohkan peristiwa tsunami di Aceh tahun 2004 lalu. Menurut dia, kejadian dahsyat bukan kali pertama terjadi. Ratusan tahun lalu, bumi Serambi Mekkah juga pernah tergerus tsunami yang menewaskan ratusan orang.
"Berdasarkan penelitian, terjadi bencana tsunami 1.400-an dan itu terjadi dua kali. Menghabiskan seluruh penduduk di sana," terang Erik.
Karena itu, Erik dan timnya terus berkelana memetakan potensi bencana di Tanah Air. Termasuk di Pulau Jawa dan pulau-pulau berpenduduk padat lainnya. "Itu fungsi kami sebagai pegawai negara," imbuhnya.
Nah, seiring dengan tugas itu, tak jarang ditemukan berbagai hal yang berbau purbakala. Saat meneliti tsunami di Aceh misalnya, tim yang dipimpin lulusan Geofisika dan Meteorologi ITB ini tak sengaja menemukan masjid.
"Ada masjid yang dibangun di atas candi di kedalaman 10 meter. Diindikasikan berada 10 meter ke bawah tanah," terangnya.
Dari hasil penelitian paleotsunami, tim ini juga menemukan keramik dan tembok di kedalaman 2-3 meter di Aceh. Tidak hanya itu, indikasi adanya candi yang tersembunyi di bawah tanah di Karawang juga ditemukan oleh tim.
Bagaimana dengan indikasi adanya piramida di Gunung Lalakon Bandung? Erik mengaku tim ini juga sempat melakukan pemantauan. Namun karena fokus mereka pada pemetaan gempa, temuan itu tidak terlalu diseriusi.
Temuan yang paling menarik adalah kanal-kanal yang terletak di Trowulan, Jawa Timur. Di sana, terbentang kanal raksasa yang memiliki lebar 20-50 meter dan memanjang hingga 9-11 kilometer.
"Kami berhipotesis kanal-kanal itu dibangun sebelum Majapahit didirikan. Kemungkinan kanal-kanal dibangun menggunakan mud volkano, lalu dialirkan sampai kali brantas. Ini menarik, nggak pernah tercatat di buku kertagama dan catatan lain-lain, terkubur karena bencana," paparnya.
Yang paling mutakhir adalah kabar penemuan perabadan kuno di Selat Sunda. Menurut Erik, memang ada seorang peneliti yang pernah menyelam di Selat Sunda hingga kedalaman 6.500 meter. Peneliti tersebut bahkan sempat melihat patahan-patahan yang menyerupai kota. Namun, butuh penelitian panjang untuk membuktikan hal tersebut.
"Ada semacam seperti kota, relief dasar laut. Tapi harus diteliti ulang. Lebih mirip patahan di kedalaman," terangnya.
(mad/anw)
Tim Istana Temukan Peradaban Kuno di Laut
"Kami menemukan peradaban silam, seperti seni bangunan yang secara usia mencengangkan."
Tim studi bencana katastropika purba yang diinisiasi tim Staf Khusus Presiden dan tim ahli gempa, tsunami, dan ahli geologi telah merekomendasikan beberapa hasil temuan penelitian mereka untuk menjadi cagar budaya. Tim ini menemukan sebuah sisa peradaban kuno yang sudah terbenam di dasar laut.
Menurut Wisnu Agung Prasetya, salah satu anggota tim, setelah bekerja 10 bulan lebih, mencoba untuk mencari dan meneliti fakta dan data bencana di abad modern ataupun jaman purba yang katastropik, yang dampaknya menghilangkan peradaban.
"Yang mengagetkan bagi tim adalah, dalam lokasi-lokasi riset kami, dengan pendekatan trenching, coral, uji radar, geolistrik dan sebagainya, kami menemukan peradaban silam, seperti seni bangunan yang secara usia mencengangkan," kata Wisnu dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Rabu 27 Juli 2011.
Namun Wisnu menolak menyebut lokasi yang dimaksud. Wisnu mengungkapkan, lokasinya berada di kawasan Priangan yang juga meliputi Banten Selatan.
Tim meyakini, peradaban yang hilang ini tenggelam karena megatsunami semacam yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 lalu. "Padahal di Aceh ada kata Ie Beuna yang artinya ombak besar bergulung-gulung, yang artinya pernah ada tsunami di Aceh, di waktu-waktu sebelumnya. Logis jika ada peradaban dan pengetahuan yang terpendam," kata Wisnu lagi.
Tim ini bekerja bukan khusus untuk meneliti kebudayaan kuno. Tim ini untuk mendukung kebutuhan pokok mitigasi kebencanaan. "Pembuatan zonasi gempa berdasarkan zonasi sumber gempa dan fungsi atenuasi yang disempurnakan, juga penelitian tentang kekuatan, daktilitas, perkuatan dan perbaikan struktur bangunan terhadap pembebanan seismik, pengembangan metode prediksi gempa dengan metode tertentu," kata Wisnu.
Dan yang terpenting, lanjutnya, riset ini adalah uji materi, bahkan memasukkan kasus yang sama sekali baru untuk pembuatan katalog tsunami dan pemetaan potensi gempa pembangkit tsunami, yang terjadi dalam waktu-waktu yang lampau. "Ada missing link yang harus dijembatani, dari berbagai periode sejarah ini. Pendekatan geologis, arkeologis, antropologis, dan penelitian yang komprehensif mesti diambilalih oleh negara dan dapat dicagarkan, terutama seni bangunan dan pengetahuan yang tersimpan. Harapannya menjadi pusat penelitian masyarakat, wisata kebudayaan nantinya, dan kebanggaan nasional," katanya.
Selat Sunda di mana Gunung Krakatau terbentang telah memunculkan spekulasi sebagai pusat dari legenda Atlantis yang hilang. Argumen ini dikemukakan Arysio Santos, seorang geolog dari Amerika Latin.
Belakangan, Stephen Oppenheimer, genetikawan Inggris, menulis buku "Eden in the East" yang menyimpulkan Asia Tenggara merupakan pusat penyebaran genetika kedua manusia setelah keluar dari Afrika. Pusat penyebaran ini, menurut Oppenheimer, kemudian tenggelam ketika es mencair pada kurun antara 14.000 sampai 8.000 tahun yang lalu.(np)
• VIVAnews
No comments:
Write komentar