4 Alasan Penting Jokowi (Harus) Tinggalkan Istana, Securiti System

 


Aksi 4 November dan Manajemen Krisis Kepresidenan

Ada empat hal yang sering hilang saat dicari: kunci (mobil/rumah), ponsel, dompet dan … Jokowi. Sebuah meme lucu yang menggambarkan protes keras pada kepergian Jokowi pun muncul. Saya harus angkat jempol untuk meme ini karena menurut saya ini lucu sekali. Tetapi di satu sisi memeini menunjukkan bahwa Indonesia sudah mulai dewasa, berusaha menyampaikan protes melalui humor.

Saya paham banyak penggemar Jokowi, Ahok, Ahmad Dhani, Habib Riziq, dan lain-lain mungkin bertanya-tanya mengapa Jokowi pergi saat demo tanggal 4 November 2016 yang lalu? Ada yang mengatakan Jokowi pengecut, takut, dan tidak sopan kepada tamu.

Ada pula yang mengatakan Jokowi yang tidak mau bertemu demonstran merupakan alasan terjadinya ricuh. Bahkan Roy Suryo, seorang ahli telepati sekaligus telematika menasehati agar Presiden Jokowi naik helikopter saja untuk bertemu demonstran.

Tulisan ini ingin mengajak Anda untuk berpikir sedikit lebih panjang sebelum Anda protes pada Jokowi karena pergi saat demo 4 November. Juga, saya ingin mengajak Anda untuk memosisikan diri sebagai Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden) dan Presiden Jokowi sendiri. Saya ingin membantu Anda melihat dari kacamata manajemen krisis. Mari kita lihat!

1. Presiden harus Out saat terjadi Lockdown


Anda pernah menonton film White House Down atau the Olympus has Fallen? Kedua film ini menggambarkan mengenai serangan ke White House. Rumah kepresidenan Amerika yang diserang dengan percobaan kudeta oleh musuh.

Dalam film ini, Hollywood berhasil menggambarkan betapa pentingnya White House sehingga perlindungan White House pun memiliki rangkaian prosedur. Ini melibatkan angkatan darat, laut, udara, kepolisian, FBI, Secret Service, dan perangkat keamanan lainnya.

Mengapa White House penting? Sebab, ini adalah rumah simbol negara, yakni Mr. Presiden atau juga yang dikenal dengan POTUS. Sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat, seluruh ketahanan dan pertahanan negara dipertaruhkan untuk melindungi Presiden. Kalau terjadi apa-apa dengan Presiden, itu akan menjadi coreng besar dalam ketahanan pemerintahan.

Anda pasti masih ingat peristiwa saat John F. Kennedy tewas ditembak tahun 1963. Tapi, pernahkah Anda bertanya apa yang terjadi sesudah penembakan JFK saat itu? Amerika Serikat disorot dunia atas ketidakmampuan secret service melindungi Presidennya. Rakyat menjadi bingung. Kebingungan pada kebijakan pertahanan pula. Semua guncang, terjadi krisis besar.

Itu tentu yang harus kita pikirkan secara masak-masak di Indonesia. Presiden Jokowi, adalah simbol negara. Jika terjadi sesuatu dengan Jokowi, maka nama Indonesia akan tercoreng. Tidak hanya itu, guncangan pemerintahan akan terjadi luar biasa.

Bukan berarti saya meragukan keamanan atau motif demo #aksidamai. Tetapi, saya melihat ini adalah sebuah manajemen krisis keamanan presiden yang harus dilakukan.

Pertama, ada kepungan massa yang sangat besar di istana Presiden. Berbagai pengamanan dilakukan termasuk, ABRI, polisi, Brimop, dan lain-lain. Untuk apa? Agar demo berjalan lancar dan aman. Sekaligus, untuk menghindari pemaksaan paksa massa ke area simbol negara seperti gedung DPR dan istana negara.

Apakah demo itu berbahaya? Belum tentu. Tetapi jumlah massa yang banyak kadang bisa jadi tidak terkendali, inilah manajemen krisis. Skenario dan prosedur dibuat untuk mencegah hal terburuk terjadi.

Jika massa berhasil masuk, lalu Jokowi di dalam, maka Presiden akan sulit diamankan. Posisi kepungan massa di istana negara, bisa jadi disebut posisi lockdown.

Ini dijelaskan oleh Dave Anderson, seorang staf komunikasi White House saat menggambarkan situasi lockdown tahun 1992-95 kala itu di Washington DC Amerika Serikat. Saat situasi lockdownatas kepungan massa atau serangan, maka presiden harus “out, not to lock him in.” Ini artinya Presiden harus ada di luar White House dulu, bukan malah di kunci di dalam White House.


Prosedur pengamanan ini sangat masuk akal mengingat dalam berbagai pemberitaan terlihat sekali terjadi jalan buntu oleh kepungan massa bagi jalan keluar atau masuk bagi presiden. Sekalipun ada helipad atau jalan keluar rahasia sekalipun, tetapi hal paling aman untuk antisipasi adalah: Jokowi MUST Out!

Oleh karena itulah, ia ada di luar sana. Blusukan. Lucunya, Jokowi tidak menunjukkan rasa takut dengan diam di luar sana. Dia malah memanfaatkan situasi ini dengan agenda blusukan menengok proyek Bandara, sementara Paspampres-nya mungkin khawatir setengah mati.

Kedua, ancaman perebutan kuasa presiden sudah sangat kencang dikatakan Habib Rizieq, Fahri Hamzah, Ahmad Dhani, dan pentolan demo lainnya di berbagai video. Misalnya, ada yang jelas mengatakan, “Kita ganti presidennya!” Ini adalah pernyataan berbahaya yang sangat bisa menjadi alasan Jokowi harus diamankan di luar istana presiden demi menjaga amanat UUD tentang mandat presiden.

2. Wakil Presiden Must In agar tidak terjadi Vacuum of Power

Lalu, mengapa Wapres masih ada di istana? Ini adalah bentuk prosedur berikutnya yang saya rasa juga masuk akal. Jika dalam situasi kepungan massa itu, Presiden sebagai RI1 ada di luar, lalu siapa yang memegang kendali di dalam? Tentu, ini adalah tanggung jawab wakilnya.

Tujuannya tidak lain adalah untuk mencegah adanya kekosongan kekuatan dari dalam istana negara. Selain itu, Jusuf Kalla juga jarang sekali disebut-sebut dalam berbagai ucapan kebencian para komandan demo tersebut. Ini tentu lebih aman bagi JK untuk berada di dalam istana negara dan menemui demonstran.

JK, sesuai namanya, menjadi Jalan Keluar untuk menengahi kebutuhan proteksi kepada RI1 sekaligus bertanggung jawab untuk koordinasi di dalam istana.

3. Bandara Soekarno Hatta sebagai transit keamanan?

Kita tidak pernah tahu akhir dari demonstrasi yang jumlahnya ribuan massa. Bisa jadi aman. Bisa jadi sangat rusuh. Jika Jakarta dalam keadaan genting dan Jokowi sudah jelas jadi targetnya, maka posisi Jokowi yang dekat dengan escape route menjadi penting.

Itulah sebabnya, saya menduga, Jokowi berada di Bandara. Jika terjadi lockdown yang meluas, tidak hanya di seputar wilayah istana dan gedung DPR tapi melebar hingga wilayah Jakarta, bandara adalah tempat aman kedua. Dari situ Presiden bisa diterbangkan agar aman. Lalu, dipindah ke istana negara lain di provinsi lain agar pemerintahan dapat terus berjalan.

Hal ini juga terjadi saat pusat pemerintahan dipindah ke Yogyakarta, di mana Presiden berkantor di istana negara di Yogyakarta.

Apakah sampai separah ini? Tentu tidak. Ini hanyalah precaution. Pencegahan atas skenario terburuk. Apakah ini overprotection? Menurut saya tidak. Ini adalah bentuk keamanan berlapis yang sangat penting bagi agen pengaman RI1.

Bahkan, Amerika mempunyai kereta bawah tanah khusus Presiden. Mereka juga punya Air Force One khusus emergency, dan lain-lain. Apakah Amerika berlebihan? Tentu tidak. Sekali lagi, RI1 adalah simbol negara yang sangat penting. Jika terjadi sesuatu pada RI1, itu adalah guncangan besar untuk sebuah negara. Jadi, jangan remehkan RI1.

4. Mengapa Jokowi tidak diperbolehkan pulang ke Istana dan menemui demonstran?

Roy Suryo mengatakan bahwa Jokowi harusnya bisa naik helipad atau helikopter untuk kembali ke istana. Tetapi, dari pernyataan Mensesneg disebutkan bahwa Presiden sudah tiga kali minta kembali ke istana, tetapi tidak diizinkan oleh Paspampres.

Roy Suryo pun berujar, “Come on, dia itu Presiden lho.” Tetapi, coba kita lihat pernahkah SBY menemui demonstran? Pernahkan SBY menemui orang-orang yang secara vokal menghina dia dan menempelkan foto muka SBY pada pantat Kerbau? Tentu tidak.

Sebab itu bisa jadi menjadi preseden ketakutan SBY pada demonstran dan ketundukannya pada orang-orang yang menghinanya. Itulah sebabnya SBY pun tidak bisa mudah ditemui oleh demonstran yang berteriak, “SBY keluar kamu!”

Biar bagaimanapun, SBY waktu itu, dan Jokowi kini, adalah simbol negara. Harus sangat hati-hati dalam bertindak demi masalah keamanan hingga masalah simbol komunikasi politik. Keamanan RI1 dan komunikasi politik RI1 bahwa ia tidak mudah tunduk pada tuntutan massa maupun kemarahan segelintir orang.

Oleh karena itu, saya sarankan kepada para pentolan demo seperti Habib Rizieq, Ahmad Dhani, dan lain-lain. Jika tidak ingin bertepuk sebelah tangan dan pupus harapan bertemu dengan Presiden, dahuluilah dengan menunjukkan komunikasi politik yang baik dan niat tulus. Itu pun belum cukup. Coba belajar dari kreativitas Vlogger Skinny Indonesia atau Fazhia Izzati yang diundang dan ditemui langsung oleh Presiden. Bukan dengan ancaman kudeta atau mengata-ngatai Presiden, Sang Simbol Negara.

Ada istilah Jawa: sing waras ngalah. Itulah sebabnya Jokowi secara strategis mengalah meninggalkan istana. Anda tentu tahu, siapa yang tidak waras, kan?

sumber : qureta

No comments:
Write komentar