PORTAL NEWS - Selasa sore jam 13.20 bertepatan tanggal 17 Mei 2016, Jakarta di guyur hujan. Datang seorang paruh baya pamit untuk berteduh. Sambil menunggu hujan reda, harmonika yang ada digenggaman tangannya pun dimainkan. Entah judul lagu apa yang dinyanyikan melalui alunan harmonika merek “Bee” buatan China, yang jelas alunan instrument alat musik itu sangat merdu di dengarnya.
Percakapan pun terjadi. Pria paruh baya itu memperkanlkan dirinya bernama Pak Tono Sutopo yang akrab di panggil Pak Tono. Pria 62 tahun kelahiran Surabaya sudah 38 tahun memainkan harmonika dari tenda ke tenda, café, rumah makan bahkan terminal. Pria yang tinggal di Bekasi ini memiliki 1 orang istri dan 2 orang anak semuanya laki-laki.
Pendapatan dari hasil mengamen dengan alat musik harmonika dalam sehari sekitar Rp.300.000,-. Apabila dikalikan dalam sebulan, maka pendapatannya mencapai Rp.9.000.000,-. Nilai yang cukup fantastis bagi seorang pengamen yang sudah berumur. Dari pendapatan mengamen itu, telah menyekolahkan kedua anaknya ke perguruan tinggi swasta di Jakarta dan kini anaknya sudah bekerja dan salah satunya di bank swasta nasional.
Setiap hari Pak Tono selalu mengamen berpindah-pindah. Tempat favorit mangkalnya yaitu di Blok M dan Grogol. Tiga puluh delapan tahun waktu yang cukup lama, dalam menyambung hidup Pak Tono mengandalkan dari hasil mengamen.
Dahulu waktu masih muda sebelum menjadi pengamen pernah merantau ke Bali. Di Bali bekerja sebagai tukang pasang pisau sabung ayam. Selama menjadi tukang pasang pisau sabung ayam, penghasilannya lumayan karena sekali pasang, mendapatkan upah Rp.2.000.000,-. Pak Tono dikenal ahli dalam memasang pisau sabung ayam sehingga namanya cukup dikenal. Pekerjaan ini sebenarnya penuh resiko. Pak Tono sudah 2 kali pernah masuk penjara gara-gara terlibat dalam judi sabung ayam. Setelah diperingati oleh kakak iparnya yang menjadi reserse mewanti-wanti kalau ketiga kalinya ketangkep tidak akan membantu untuk mengurusnya meskipun sebagai tukang pasang pisau sabung ayam. Dari situlah, Pak Tono berhenti dan beralih menjadi pengamen.
Pak Tono adalah pengamen satu-satunya yang mengandalkan harmonika. Gereja Tua merupakan lagu favoritnya yang dinyanyikan saat mengamen. Pak Tono juga mahir dengan lagu yang lain apabila ada permintaan dari pengunjung.
Meskipun umurnya sudah paruh baya, penampilan Pak Tono seperti orang Manado yang selalu tampil necis dan perlente. Pergaulannya pun dengan anak-anak muda sehingga selalu ceria. Dalam prinsip hidupnya, Pak Tono selalu menikmati hidup dengan cara mensyukuri apa yang telah diperolehnya. Pak Tono bangga dapat menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Sedikit demi sedikit, hasil mengamen telah membawa kedua anaknya menjadi seorang sarjana.
Di usianya yang sudah tak muda lagi, Pak Tono tidak mau tinggal diam di rumah. Ia lebih memilih beraktivitas keluar untuk mengamen karena di sanalah mereka merasa bebas dan menikmati hidup. Dimana pun berada, ia selalu membawa ketiga harmonikanya yang tersimpan rapi dalam tas yang selalu ada di pundaknya.
No comments:
Write komentar