Three in One Dihapus, Bang Joki Kini Merana

 


Oleh Imam Bukhori


Arus reformasi telah berhasil menumbangkan rezim orde baru. Pada masa orde baru kekuasaan pemerintah cenderung otoriter. Faktor keruntuhan orde baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan juga karena terjadinya perubahan dalam masyarakat. Terutama perubahan sosial yang didorong oleh kemajuan teknologi informasi komunikasi yang menghasilkan suatu tuntutan demokratisasi, transparasi, keterbukaan, dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Berbagai dampak dari krisis tersebut muncul sebagai jalan terbukanya reformasi di seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satunya adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten/kota agar terwujud suatu Indonesia baru, Indonesia yang lebih demokratis, lebih adil, dan lebih sejahtera. Hal ini wajar karena intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar dimasa lalu menyebabkan inisiatif dan prakasa daerah cenderung mati sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi didaerah.
Adanya otonomi daerah, di mana kewenangan cenderung dimiliki oleh kabupaten/kota, harapan dan tuntutan masyarakat tentang keadilan dalam penyelenggaraan kehidupan di ekonomi, politik, sosial budaya, penegaan hukum, dan penghargaan atas hak asasi manusia tidak bisa ditawar-tawar. Dalam rangka menampung aspirasi masyarakat, maka otonomi daerah merupakan salah satu upaya strategis yang memerlukan pemikiran yang matang (mature), mendasar, dan berdimensi jauh ke depan. Pemikiran itu kemudian dirumuskan dalam kebijakan otonomi daerah yang sifatnya menyeluruh dan dilandasi prinsip-prinsip dasar demokrasi, kesetaraan, dan keadilan disertai oleh kesadaran akan keanekaragaman/ kemajemukan.
Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Aturan ini memberi makna yang luas bahwa di samping warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang manusiawi juga berhak memilih pekerjaan sesuai dengan kemapuannya salah satunya yaitu pekerjaan sebagai joki ‘Three in One’ atau disinkat dengan 3 in 1.
Adanya peraturan baru yang ditetapkan pemerintah yang mengharuskan pada jam-jam tertentu pengguna mobil dilarang mengemudi apabila dalam satu mobil terdapat kurang dari tiga orang tersebut, melahirkan fenomena yang sangat langka dan hanya ada di Indonesia. Peraturan tersebut diatur dalam Pasal 50 ayat (1) sub c angka 5 Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan Di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang menyatakan manajemen dalam pemerintahannya meliputi pembatasan lalu lintas: 3 in 1, sistem stiker, sistem ganjil genap, area licencing system, road pricing, penerapan tarif parkir yang tinggi pada daerah pusat-pusat kegiatan. Aturan 3 in 1 sendiri bertujuan untuk mengurangi tingkat kemacetan dan mengurangi jumlah kendaraan di Jakarta, khususnya pada jam-jam tertentu dan titik-titik tertentu, di mana jalur tersebut merupakan jalur yang padat kendaraan, sehingga untuk melintasi jalur tersebut kendaraan roda empat diwajibkan berpenumpang paling sedikit tiga orang, dan berlaku mulai pukul 07.00-10.00 WIB pagi, dan sore hari pada pukul 16.00-20.00 WIB.
Joki 3 in 1 adalah sebutan bagi orang yang menyewakan dirinya untuk membantu para pengemudi yang di dalam mobilnya terdapat penumpang kurang dari tiga orang. Mereka hanya bertugas ikut dalam mobil yang pengemudi, lalu pada daerah tertentu yang tidak memakai aturan jam dan jumlah pengemudi yang membolehkan pengemudi 1 orang, mereka diturunkan. Hal itu menguntungkan untuk kedua belah pihak. Pada pihak penyewa jasa joki 3 in 1, mereka akan terhindar dari tilang Polisi, sedangkan untuk pihak joki 3 in 1 mereka akan mendapat upah sekaligus dapat merasakan naik mobil mewah.
Peraturan tersebut yang tujuan utamanya adalah untuk mengurangi tingkat kemacetan dan mengurangi jumlah kendaraan di Jakarta, namun secara tidak langsung telah membuka kesempatan bagi warga Jakarta untuk mengais sedikit rezeki dengan menjadi penumpang gelap, agar para pengendara bisa terbebas dari kejaran aparat kepolisian yang kerap mangkal perlintasan jalan yang memberlakukan sistem 3 in 1, seperti di Jalan Sisingamangaraja, Hayam Wuruk, Gatot Subroto, MH Thamrin, Sudirman, Medan Merdeka Barat, Gadjah Mada, Majapahit, Pintu Besar Selatan, dan Pintu Besar Utara.
Keberadaan joki 3 in 1 dari tahun ke tahun jumlah mereka semakin banyak dan menjamur di mana-mana. Mulai dari ibu-ibu yang membawa anaknya, remaja, bahkan lelaki lanjut usia. Berbagai alasan menjalani profesi sebagai joki 3 in 1 dikarenakan susahnya mencari pekerjaan apalagi tingkat pendidikan mereka yang rendah sehingga tidak mampu bersaing dengan mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Mudahnya mendapatkan uang tanpa bekerja keras yang menyebabkan mereka menjalani profesi sebagai joki 3 in 1, karena dengan hanya berdiri di pinggir jalan kemudian duduk di dalam mobil dan mendapatkan imbalan uang dari orang yang membutuhkan jasa joki.
Sistem 3 in 1 telah dihapus karena dinilai penerapan 3 in 1 tidak begitu efektif dan hanya menjadi masalah-masalah sosial seperti masalah eksploitasi anak-anak sebagai joki. Dengan dihapusnya 3 in 1 ini maka secara otomatis para joki kehilangan mata pencahariannya yang hanya tinggal berdiri, buka pintu, naik mobil ber AC selesai dapet duit. Kini joki tak bisa seenak dahulu dan nasib nya pun boleh di bilang kini sedang merana kemana-mana. Joki…. oh joki. (5-4-16)

BACA JUGA :

MASIH BANYAK KAUM ALAY DI NEGERI INI





No comments:
Write komentar