Menteri Susi Gencar Perangi Illegal Fishing, Ekspor Thailand Dan Filipina Anjlok Drastis

 



Hingga dua tahun lalu, industri pengolahan ikan di Asia Tenggara masih dikuasai oleh Thailand dan Filipina. Volume ekspor ikan olahan dan ikan mentah dari kedua negara tersebut melebihi negara-negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia sendiri berada di urutan ketiga, padahal memiliki lautan terluas dan garis pantai terpanjang di Asia Tenggara.

Tapi kini, antara lain berkat gebrakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, situasi mulai berubah. Peta kekuatan industri perikanan di Asia Tenggara mulai bergeser. Posisi Indonesia mulai merambat naik.

Salah satu penyebab utamanya adalah penerapan moratorium izin kapal eks asing yang menyebabkan negara lain tidak bisa lagi seenaknya menangkap ikan di perairan Indonesia, termasuk Thailand dan Filipina. 

Sejauh ini, operasi pemberantasan kapal penangkap ikan ilegal yang digelar Kementerian Kelautan bersama TNI Angkatan Laut dan Polri telah menenggelamkan 121 kapal, di mana 8 ditenggelamkan selama periode Oktober-Desember 2014 dan 113 lainnya di tahun 2015. Gebrakan ini langsung memukul industri pengolahan ikan di Thailand dan Filipina. Ekspor perikanan mereka juga drastis menyusut.

Fenomena ini ditunjukkan data International Trade Centre (ITW). Thailand memang masih tercatat sebagai eksportir terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2015. Tapi angka ekspor Negeri Gajah Putih sudah jauh merosot. Dalam dua tahun terakhir, total ekspor negara tersebut anjlok US$1,3 miliar, atau sekitar 20 persen, menjadi US$5,4 miliar dari US$6,7 miliar pada tahun 2013--meski perlu juga dicatat bahwa longsor ini sudah terjadi sejak 2012.  

Penurunan paling mencolok, hingga 26 persen, terjadi pada ekspor jenis krustasea dan moluska (tripang, cumi-cumi dan kerang) kalengan. Pada tahun 2015 kemarin, Thailand hanya dapat mengekspor US$1,03 miliar dari sebelumnya US$1,4 miliar.

Tidak hanya itu, ekspor ikan kalengan dalam waktu dua tahun terakhir telah melorot 22 persen menjadi US$2,6 miliar saja.

Nasib Filipina lebih parah. Ekspor amblas hingga 30 persen, sehingga negeri ini harus kehilangan lebih dari US$347 juta. Padahal, ekspor Filipina sempat melambung di tahun 2013.


Kontras dengan Thailand dan Filipina, ekspor ikan Indonesia justru naik. Pada akhir tahun 2014 atau dua bulan setelah perang terhadap illegal fishing dimulai, total ekspor Indonesia meningkat hampir 5 persen menjadi US$3,85 miliar, dari sebelumnya US$3,7 miliar. Hanya saja--untuk tidak mengecilkan faktor lainnya--perlu digarisbawahi bahwa kenaikan ekspor ikan Indonesia juga sudah terlihat dalam kurun waktu 2011-13. Namun, kenaikan di kurun waktu di mana Menteri Susi mengobarkan perang terhadap penangkapan ilegal, menjadi penting digarisbawahi. Soalnya, ada pendapat bahwa gebrakan ini malah memukul mundur industri perikanan di dalam negeri.

Yang jadi pendongkrak adalah nilai ekspor komoditas jenis krustasea (udang, kepiting, lobster) yang melonjak 22 persen menjadi US$1,8 miliar, dari sebelumnya $1,48 miliar.


Menurut data Kementerian Kelautan, produksi perikanan nasional yang berasal dari perikanan tangkap maupun budidaya pada kuartal III 2015 mencapai 14,8 juta ton, naik 4,3 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. (kd)




No comments:
Write komentar