13 April 2016,
KUALA LUMPUR – Pendakwah asal India Zakir Naik dilarang berceramah di Universitas Teknikal Malaysia karena dianggap mengancam keberagaman di negara tersebut. Polisi setempat mencegah dia berkhotbah menyusul adanya keluhan dari kelompok non-Muslim di Negeri Menara Kembar Petronas.
“Dia tidak akan diizinkan berdakwah di sini demi kepentingan publik dan menjaga sensitivitas kelompok masyarakat non-Muslim di Malaysia,” kicau Inspektur Jenderal Tan Sir Khalid Abu Bakar melalui akun Twitter-nya, sebagaimana dikutip dari Asian Correspondent, Selasa (12/4/2016). (Baca: Bongkar Kebohongan Dr Zakir Naik Ustad Wahabi yang Anti Maulid)
Meskipun ada larangan dari pemerintah, pihak penyelenggara yang mengundang Naik sebagai pembicara menuturkan sebaliknya. Menurut penanggung jawab acara Abu Shariz Sarajun Hoda, warga Malaysia sangat menyambut sang dokter dan senang jika ia bisa membagikan ilmu agamanya di sini.
Zakir Naik selama ini memang terkenal sebagai tokoh agama yang kontroversial. Dia sering kali mengajak debat pemuka agama lain dengan gaya yang cenderung keras dan ekstremis. Ia juga pernah membawa materi khotbah yang dianggap mendukung ideologi kelompok teroris internasional Al Qaeda, seperti dilansir Skanaa.com (12/04).
Selain Malaysia, sejauh ini pendakwah yang juga dokter medis itu telah dilarang berceramah di dua negara lain, yakni Kanada dan Inggris. Meskipun penulis buku tentang Islam dan perbandingan agama ini sering juga bicara soal kesamaan antara Hindu dan Islam atau Islam dan agama lain. Namun, dalam banyak kesempatan, ceramahnya lebih sering mengundang kemarahan. (Baca: Ketua Federasi Sufi Mesir: Wahabi Adalah Ideologi Para Pembantai Muslimin)
Dr Zakir Naik adalah salah satu tokoh Wahabi yang meyakini tentang Puritanisme (pemurnian) dalam beragama, mari kita lihat penjelasan tentang Puritanisme.
Adanya pemikiran seperti di atas disebabkan karena kaum puritan selalu membesar-besarkan peran teks dan menafikan peran aktif manusia (red; Ijtihad) yang menafsirkan teks keagamaan, dan karena kemampuan manusia dalam menafsirkan teks diabaikan maka estetika dan wawasan moralitas dinilai tidak relevan dan tidak berguna. Karena teks menjadi pegangan maka kehidupan yang berada di luar hukum Tuhan dinilai tidak benar sehingga harus diperangi atau dihukum. Padahal di dalam Alquran dan hadis sendiri banyak hal yang membutuhkan penjelasan ada hulum-hukum yang sudah jelas dan ada pula hukum-hukum yang masih butuh keterangan dan itulah yang disebut Ijtihad, mari kita simak penjelasan hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi tentang Ijtihad:
ولما بعث النبي معاذ بن جبل إلى اليمن قاضيا، قال له: (كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟) قال: أقضي بكتاب الله تعالى، قال: فإن لم تجد ؟ قال: فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: فإن لم تجد؟ قال: أجتهد رأيي ولا آلو، قال معاذ: فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم في صدري وقال: الحمد لله الذي وفق رسول رسول الله لما يرضي رسول الله
Artinya: Ketika Nabi mengutus Sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman sebagai hakim Nabi bertanya: Bagaimana cara kamu menghukumi suatu masalah hukum? Muadz menjawab: Saya akan putuskan dengan Quran. Nabi bertanya: Apabila tidak kamu temukan dalam Quran? Muadz menjawab: Dengan sunnah Rasulullah. Nabi bertanya: Kalau tidak kamu temukan? Muadz menjawab: Saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan tidak akan melihat ke lainnya. Muadz berkata: Lalu Nabi memukul dadaku dan bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi pertolongan pada utusannya Rasulullah karena Nabi menyukai sikap Muadz
Hukum yang dimaksud disini adalah Alquran dan tradisi Nabi (hadis dan sunah), menurut mereka, 90 % (dalam syariat) dari apa yang mereka anggap hukum yang terwahyukan tidak terbuka bagi perdebatan, tidak boleh dipertanyakan, dan hanya 10 % dari hukum yang terbuka bagi perdebatan. Dengan kata lain, hukum yang dipegang olh kaum puritan ini tertutup bagi penafsiran baik dari dalam maupun dari luar, yang benar adalah apa yang diwahyukan dan di luar itu tidak benar.
Dari pandangan di atas dapat dikatakan bahwa Islam puritan adalah aliran yang identik dengan fundamentalis, militan, ekstrimis, radikal, fanatik, dan jihadis. Akibatnya konsep-konsep seperti demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan pengakuan akan peran perempuan sama sekali ditentang oleh mereka. Bagi mereka orang muslim sudah pernah mencapai “zaman keemasan Islam” dan karena itu mereka (orang muslim) harus mempertahankan dan kembali pada zaman keemasan itu
Sumber : SALAFYNEWS.COM
No comments:
Write komentar