Di Negara Yang Penuh Bedebah Ini, Metamorfosa Ahok Tengah Berada Di Fase Kopompong

 



Kupu – Kupu
Ahok tersingkir dari kursi gubernur, lalu Ahok dihukum. Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah terluka disiram cuka. Itulah yang dialami oleh Ahok dan juga semua pendukungnya.

Ahok adalah korban kebengisan dari para bedebah, para pemburu tahta dan rente yang selama ini terkunci oleh ketegasan, kejujuran dan transparansi Ahok dalam membela kepentingan rakyat Jakarta.

Ahok adalah korban yang berhasil digulingkan dan sukses dipenjarakan. Digulingkan oleh para politikus pendendam. Ahok dipenjarakan oleh orang-orang yang merasa sebagai pemilik kavling surga. Ahok dibuat bertekuk lutut tak berdaya oleh orang-orang yang memiliki sumbu pendek, dangkal akal, manusia yang congkak yang pemarah dan pendengki.

Sang gubernur tergusur itu kini meringkuk dalam dingin, tanpa dekap hangat istri tercinta, tanpa canda tawa anak-anak tersayang. Sementara warganya, para pencari solusi yang berbondong-bondong dengan harapan tangan dingin Ahok bisa membantu menyelesaikan berbagai masalah birokrasi dan pribadi harus kecewa. Kecewa melihat fakta bahwa sang pelayan rakyat itu kini harus ‘raib’ dari Balai Kota.

Sedih, pilu, marah, benci dan tangisan pilu dari pendukung Ahok, dari kerabat, keluarga dan teman dekat tumpah ruah mengiringi Sang Pemberani yang kini harus diisolasi. Sementara di seberang sana celaan, hinaan, tepuk tangan, takbir dikumandangkan para penjegal yang kini tengah sumringah dan menikmati kemenangan semu ketika melihat Si Penista di penjara.

Di negeri yang penuh dengan para bedebah ini, sang penjaga harta warga Jakarta saat ini tidak punya daya. Pasrah atas nama hukum! Pria yang tegas itu kini harus tersenyum kecut ketika sebagian dari para bedebah yang berhasil di kandangkannya di Rutan Cipinang itu meyorakinya. Para bedebah itu berteriak syukur karena orang yang telah menjelaskannya ke penjara sebagai bedebah kini bernasib sama.

Itulah hidup, kodrat dan takdir. Layaknya sebuah metamorfosa sempurna itulah yang terjadi dalam diri dan jiwa Basuki Tjahaja Purnama. Sebagai pelayan Jakarta kinerjanya bak kupu-kupu. Sangat cantik, mengundang decak kagum. Kecantikannya tidak hanya menggetarkan warga Jakarta, tapi menggema ke seantero nusantara bahkan dunia.

Dengan kecantikan yang nyaris tiada tanding, sang kupu-kupu telah menyemai benih-benih bunga. Membantu proses penyerbukan dengan membawa jutaan serbuk sari untuk dipertemukan dengan putik-putik bunga untuk menghasilkan sebuah proses pembuahan. Itulah Ahok ketika membantu warganya, menghadirkan suatu solusi, menciptakan bunga-bunga baru bagi warga Jakarta.


Seiring waktu sang kupu-kupu menghasilkan telur-telurnya. Tatkala telur itu pecah, pihak yang tidak menerima kodrat alam terkejut luar biasa ketika pesona kecantikan kupu-kupu itu hilang memudar. Kodrat alam membuat makhluk cantik itu berubah menjadi menjijikan dan menggelikan bernama ulat. Saking jijiknya banyak yang mengusirnya dan tak sedikit yang menginjaknya dan sebagian lainnya ingin memangsa dan membunuhnya.

Itulah Ahok dalam bentuk ulat sebagai kodrat hidupnya menjalani suatu tahapan berikutnya dalam siklus metamorfosa. Ketika ucapannya dianggap menodai agama dan menghina ulama, secantik apapun sang kupu-kupu di waktu lampau, sudah tidak lagi diingat. Yang nampak hanyalah ulat menjijikkan harus dibasmi bagaimanapun caranya karena dianggap mengganggu dan bulu-bulunya yang berbisa dapat membuat gatal-gatal.

Dan si ulat itu sekarang menyepi, sedikit bergerak, lalu akan diam untuk waktu yang dijanjikan. Ulat itu merenung dalam sepi, terkungkung dalam buntalan benang-benang tak beraturan dalam balutan baju takdir bernama kepompong.

Kepompong yang diam, mematung dalam dingin. Ulat di dalam jubah berbentuk kepompong tengah mengasingkan diri dari segala macam hiruk pikuk dunia luar. Menghindar dari pemangsa sambil merenung, menyeru dan berdoa kepada Sang Kuasa agar kelak di waktu yang telah dijanjikan, bisa kembali membuka jubahnya, merobek benang-benang yang melilit tubuhnya untuk kembali berubah menjadi kupu-kupu yang cantik itu.

Dear Pak Basuki, selamat menikmati wujud Anda sebagai kepompong sampai dengan waktu yang dijanjikan. Kami para pendukungmu sangat percaya takdir Tuhan, sangat mengerti kodrat alam, bahwa kupu-kupu yang cantik, meskipun telah bermetamorfosa menjadi ulat yang menjijikan lalu berubah menjadi kepompong yang menjemukan, namun kelak Anda akan kembali hadir dan menjelma kembali menjadi kupu-kupu yang cantik.

Sambil menunggu waktu yang dijanjikan, nukilan puisi ini saya bawakan untukmu…

Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedangkan rakyatnya hanya bisa pasrah
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah apa suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya
*Adhie Massardi – Negeri Para Bedebah*
Begitulah Kupu-kupu,swd

No comments:
Write komentar