Selama ini kita melihat bahwa di satu sisi Ahok begitu dizalimi oleh para kaum bani daster, di sisi lain kita melihat Rizieq Shihab seperti bergerak bebas di luar negeri. Ini menjadi sebuah hal yang rasanya tidak adil bagi beberapa orang.
Ahok yang dianggap menista agama hanya karena satu kalimat, dan itupun diedit oleh Buni Yani, mendapatkan vonis dua tahun. Sedangkan kita melihat Rizieq yang dilaporkan dengan dugaan banyak kasus, bahkan sekarang masih berani mengancam pemerintahan Indonesia untuk melakukan revolusi putih. Memang Rizieq yang adalah manusia keputihan ini menjadi sebuah tokoh antagonis yang bermain di dalam kisah perpolitikan di Indonesia.
Rizieq yang selama ini dianggap sebagai singa, sekarang mulai terampelas gigi taringnya oleh Ahok. Saya ulangi lagi, diampelas oleh Ahok. Selama ini kita melihat bagaimana Tito meredam aksi demo bela (katanya) Islam, Gatot juga meyakinkan warga Jakarta untuk tetap tenang, sebenarnya disutradarai oleh orang yang menikmati hari-harinya di balik jeruji Mako Brimob. Semua ini “ulah” Ahok.
Ahok yang selama ini justru dianggap sebagai korban yang dizalimi, ternyata memiliki peran yang sangat penting dan krusial di Indonesia. Mungkin Ahok sendiri pun tidak sadar bahwa ia akan berperan sebagai sutradara. Namun pada akhirnya situasi dan kondisi politik sangat berpihak kepada Ahok.
Bayangkan jika Ahok tidak dizalimi dan dikasuskan, ormas-ormas radikal yang berbalut agama tidak akan muncul ke permukaan. Berbeda dengan Jokowi yang bermain cantik, Ahok berhasil memancing di air keruh. Dari air keruh tersebut, kita melihat bahwa Ahok sukses besar memunculkan ormas-ormas bajingan yang bersembunyi di balik agama. FPI, HTI, FUI, bahkan JK pun berhasil dipancing keluar.
Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa Ahok berhasil menelanjangi satu per satu kedok ormas radikal, sejelas-jelasnya, sebulat-bulatnya. Ahok tentu tidak rakus dengan menghantam semuanya. Seolah-olah kita melihat bagaimana Ahok yang berhasil memancing, membagi tugas kepada aparat negara seperti Polri dan TNI, untuk menghantam kepala mereka, dengan telak.
Jika tidak ada Ahok, sulit sekali rasanya bagi Pak Dhe untuk mengeluarkan istilah “gebug!”. Bahkan dengan keberadaan Ahok, orang sekaliber JK yang sudah tua dan berpengalaman pun terbawa suasana dan permainan politik.
Di dalam permainan sepak bola, umpan lambung adalah sebuah strategi yang sangat berbahaya dilakukan. Umpan lambung adalah umpan yang begitu mudah diterima oleh kawan juga lawan. Dengan situasi saat ini, kita melihat bahwa kubu oposisi pemerintahan Joko Widodo merasa sudah ada di depan gawang dan siap menjebol gawang pilpres 2019.
Namun ada satu orang yang berada di balik jeruji besi Mako Brimob yang sedang menguasai bola, dialah Captain Tsubaki. Ups, maksud saya Captain Ba-tsu-ki. Ia siap memberikan umpan lambung kepada Joko Widodo. Dengan situasi ini, tentu umpan lambung akan menjadi sangat nikmat diterima oleh Pak Dhe untuk mencetak gol dan melakukan skak mat. Kita lihat saja bagaimana konpers yang akan dilangsungkan untuk menjelaskan pembatalan banding Ahok besok.
Serangan kaum ekstrimis dan kaum fundamentalis dari Islam garis keras sudah begitu nyata. Banyak ormas yang terang-terangan menunjukkan sikap Anti Pancasila, dan tidak sedikit dari pengikutnya mulai menghina Banser NU dengan makian yang tidak pantas. Singkatan Banser pun dipelesetkan menjadi Ban Serep, dan beberapa singkatan lainnya yang sangat menghina.
Dengan demikian, mudah sekali Pak Dhe dan jajaran kementerian untuk “menggebug” ormas-ormas anti Pancasila. Untuk urusan ke depannya, kita tentu sangat berharap Jokowi dan para jajaran menteri dapat bermain cantik. Ahok yang membatalkan bandingnya, membuat musuh tak berkutik.
Sekarang, tidak ada alasan bagi Rizieq CS untuk melakukan demonstrasi besar-besaran. Tidak ada alasan bagi Fahri untuk melakukan pelengseran baik secara konstitusi ataupun non konstitusi. Alasan penista agama sudah tidak lagi menjadi alasan yang kuat. Maka JK, Prabowo, Rizieq, Fadli, Fahri, dan kawan-kawan sudah ompong. Mau tidak mau, mereka dikondisikan untuk diam. Jika tetap ingin demo, tujuannya dibuat semakin jelas, yakni menghantam Pancasila.
Mereka dipaksa untuk mengikuti cara bermain Ahok dan Pak Dhe Jokowi. Dengan keputusan Ahok tidak naik banding, kita melihat bagaimana para ormas radikal yang berafiliasi dengan kubu JK dan Prabowo dipaksa untuk jujur. Tidak ada alasan lagi untuk berdemo, kecuali ingin menurunkan Pancasila. Hmmm.
Permainan yang sangat cantik sudah dilakukan oleh Ahok yang sekarang sedang menikmati hari-harinya di balik jeruji Mako Brimob. Ahok tahu Pak Dhe sulit bergerak sendiri, maka sebagai sahabat, Ahok tetap mendukung sahabatnya pada tahun 2019 nanti. Jangan sia-siakan perjuangan Ahok di dalam memastikan posisi Pak Dhe sebagai presiden Indonesia di periode kedua 2019-2024 nanti!
No comments:
Write komentar