Begitulah jikalau satu orang dipercaya untuk menopang nyaris seluruh dana kampanye. Pada putaran pertama, dana pribadi yang dikeluarkan oleh Sandiaga Uno adalah 62M, dari total penerimaan 65 M. Luar biasa. Lebih dari 50 persen keuangan disokong oleh seorang bernama Sandiaga Uno.
Tercatat sebagai kandidat yang memiliki kekayaan terbesar dibandingkan pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta lainnya, Sandiaga Salahudin Uno memang tidak menemui kendala untuk menjalankan mesin politiknya dalam Pilkada DKI Jakarta.Bahkan, sebanyak 96 persen modal kampanye Anies-Sandi yang tercatat mencapai Rp 46,7 miliar itu diketahui berasal dari kantong pribadinya.Besarnya nilai hibah yang dikeluarkan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga itu disampaikan Bendahara Tim Pemenangan Anies-Sandi, Satrio Dimas Adityo Dalam paparannya, jumlah penerimaan dana kampanye sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2016 mencapai Rp 46,7 miliar atau bertambah sebesar Rp 27,6 miliar dibandingkan laporan terakhir bulan Oktober 2016, yakni Rp 19,01 miliar.Penerimaan tersebut diantaranya berasal dari Partai Gerindra sebesar Rp 750 juta, PKS sebesar Rp 350 juta, Anies Rasyid Baswedan sebesar Rp 400 juta, badan hukum sebesar Rp 358 juta. Sementara hibah terbesar diketahui berasal dari Sandi yang mencapai Rp 44,851 miliar atau 96 persen dari total penerimaan dana kampanye.
Pada akhir desember 2016 Tercatat, dana kampanye Anies-Sandi mencapai Rp 65,3 miliar. Total dana kampanye sebesar itu diperoleh sejak Oktober 2016 hingga Februari 2017 Rinciannya, penerimaan dari pasangan calon sebesar Rp 63,3 miliar atau 97 persen. Anies menyumbang Rp 400 juta, dan Sandiaga menyumbang Rp 62,4 miliar.Penerimaan lainnya berasal dari partai pengusung seperti Gerindra sebesar Rp 750 juta, PKS sebesar Rp 350 juta, serta pihak swasta sebesar Rp 900 juta.Sedangkan pengeluaran dana kampanye Anies-Sandi mencapai Rp 64,7 miliar.Pengeluaran terbesar adalah penyebaran bahan kampanye sebesar Rp 19,2 miliar, pengeluaran tetap muka sebesar Rp 11,7 miliar, rapat umum Rp 6,5 miliar.Pengeluaran operasional Rp 2,9 miliar, pertemuan terbatas Rp 2,3 miliar, pembelian peralatan Rp 1,3 miliar, iklan media Rp 615 juta, dan pembelian alat peraga kampanye Rp 426 juta.
Pantas saja jika Prabowo dan Anies mengatakan bahwa Pilkada kali ini merupakan paket hemat. Jelas saja paket hemat, lebih dari setengah dana kampanye yang dikeluarkan berasal dari uang Sandiaga. Maka di putaran kedua ini, Sandiaga mulai untuk melakukan pengiritan.
Apa yang membuat dia ingin mengirit? Padahal uangnya begitu banyak. Ia sudah pada status financial freedom, artinya hidupnya sudah cukup dengan bunga yang dicairkan dari hartanya. Inilah yang menjadi sebuah pertanyaan.
Orang-orang kaya, menjadi kaya karena mereka dapat menjaga pengeluarannya, dan juga mengatur seluruh pengeluarannya. Inilah yang menjadi kegalauan Sandiaga. Ia pengusaha super kaya di Indonesia, bahkan mendapatkan pengakuan internasional.
Orang kaya cenderung menjadi penguasa, tidak pernah jadi pengikut. Maka ketika Prabowo memilih Anies untuk menjadi calon gubernur, saya heran mengapa Sandiaga menerima ini. Mengapa orang ini mau hanya dijadikan wakil? Namun rasa heran saya mulai memudar karena hal ini.
“Kita lagi hitung, saya challange kepada tim, kalau bisa kita tekan serendah mungkin karena sumber daya kita paling terbatas dan tidak didukung konglomerat. Jadi kita harus menghemat sehemat mungkin,” – Sandiaga
Akhirnya dengan keputusan ini, Sandiaga mengatur dana kampanye pada putaran kedua, maksimal 25 M. Keputusan kok bisa datang dari cawagub? Siapa dia? Dialah Sandiaga Uno, konglomerat cerdas, dan untuk menjadi seorang konglomerat, tentu harus ada perhitungan, karena
perhitungan itulah yang membuatnya kaya. Namun sepertinya ia sedang merasa dirugikan oleh rekan-rekannya.
Jika hal ini terus berlangsung, maka dapat dipastikan bahwa akan ada konflik internal. Berhubung Prabowo dan Anies pernah mengatakan pilkada kali ini merupakan pilkada “paket hemat”, tentu Sandiaga merasa terzolimi. Bagaimana tidak terzolimi? Uang kampanye setengah lebih sudah dihabiskan pada putaran pertama, dan hanya bersisa 500an juta, itupun sebagian besar datang dari Sandiaga Uno.
Bayangkan apabila mereka kalah di dalam Pilkada, akan muncul banyak pertentangan yang bersifat internal dari kubu Anies Sandi. Seluruh uang yang dikeluarkan adalah uang sia-sia. Apakah mereka bisa menerima kekalahan? Itu tergantung Sandiaga. Prabowo dan Anies tidak memiliki kekuatan finansial untuk menyokong berlangsungnya Pilkada.
Siapa yang mengenal Sandi sebelum Pilkada DKI?
Sebelum ada momen Pilkada DKI, siapa yang mengenal Sandi? Ia hanya satu dari segelintir pengusaha kaya raya yang namanya mungkin tercatat di majalah-majalah bisnis seperti Forbes, SWA, Kontan, MBI, dan lain-lain. Jadi jikalau sekarang ia setenar ini, tentu ada harga yang harus dibayar. Jika ada harga yang harus dibayar, sebagai pebisnis, ia tentu akan berusaha untuk mengembalikan setiap “investasi”-nya di dalam Pilgub tahun ini.
Siapa yang mengenal Anies sebelum Pilpres 2014?
Sebelum ada momen Pilpres 2014, siapa yang mengenal Anies? Awalnya ia hanya Rektor Univ Paramadina yang dikenal hanya segelintir. Bahkan program Indonesia Mengajar yang dilakoninya, tidak terlalu besar dampaknya. Ia hanya kader partai Demokrat yang “loncat” ke Pak Dhe Jokowi, dan sekarang setelah dipecat dari kementerian, ia sekarang meloncat lagi ke Partai Gerindra. Jadi jikalau sekarang ia setenar ini, tentu ada “harga diri” yang harus dibayar. Harga diri Anies sekarang sudah dipertanyakan banyak orang. Bahkan Agus Harimurti Yudhoyono di dalam debat Pilgub putaran pertama mempertanyakan integritasnya sebagai calon pemimpin Jakarta.
Dari Sandi, kita belajar bahwa “Sebagai pebisnis, setiap harga uang yang dikeluarkan, perlu dikembalikan, tentu dengan bunga”. Dari Anies, kitapun belajar bahwa “Sebagai politikus, setiap harga diri yang dikorbankan, perlu dibersihkan, tentu dengan bunga”.
rujukan; [tribuntrend][wartakota][tribun]
No comments:
Write komentar