Oleh ; Sumanto Al Qurtuby
Hanya orang-orang yang "ngaceng politik" dan "haus kekuasaan" saja yang hobi menggunakan diktum-diktum dan diskursus agama untuk urusan dan kepentingan politik-pemerintahan. Hanya orang-orang yang bermental pecundang saja yang gemar mengajak Tuhan untuk ikut kampanye Pilkada/Pilpres. Dan hanya orang-orang lugu bin unyu saja yang mau dikibuli oleh orang-orang itu. Silakan berpolitik tapi jangan ajak Tuhan untuk jadi "jurkam" paslon idolamu. Keterlaluan sekali. Silakan berpolitik tapi jangan menggunakan agama untuk membungkus "syahwat kekuasaanmu" pakai baiat segala. Malu-maluin tau.
Jika memang benar haram hukumnya memilih kepala daerah non-Muslim di daerah yang mayoritas penduduknya Muslim, kenapa ada sejumlah kawasan dimana Muslim menjadi kelompok dominan justru memilih kepala daerah non-Muslim? Jika memang betul-betul haram, kenapa banyak ulama, termasuk para ulama dan mufti di Mesir, Palestina, Libenon, Irak, Sinegal, dlsb, yang menghalalkannya?
Lihatlah kota Ramalah dan Bethlehem di Palestina. Para ulama dan tokoh agama merestui para walikota Kristen, yaitu Janet Mikhail atau Janet Khouri (Katolik) dan Vera George Musa Baboun (atau Vera Baboun, seorang Arab Katolik dan dosen sastra). Lihatlah Lebanon yang telah menunjuk Michel Aoun, seorang Kristen Maronite, sebagai presiden-nya. Sebelumnya, Presiden Libanon juga seorang Kristen bernama Michel Sulaiman. Lihat juga Sinegal, yang pernah memilih presiden Kristen hebat selama dua periode, yaitu Leopold Sedar Shenghor yang juga seorang sastrawan dan pejuang perdamaian.
Saya perhatikan memang hanya sejumlah (ingat: SEJUMLAH) "ustad ngeles", serta tokoh agama yang nyambi jadi politisi dan politisi yang berlagak seperti agamawan di Jakarta (dan sekitarnya) saja yang hobi gembar-gembor melarang kaum Muslim memilih paslon non-Muslim (Ahok) sambil menakut-nakuti dengan dalil ini-itu, fatwa ini-itu. Karena Jakarta, mereka jadi berisik.
Coba Anda cek di daerah-daerah lain (ada 101 daerah) yang juga akan menggelar Pilkada bulan ini. Mereka tidak membawa-bawa agama, ayat-ayat, fatwa, wacana "perkapiran", untuk urusan Pilkada kan? Coba tengok tuh di Singkawang: PDIP gandengan dengan Partai Demokrat dan lainnya mengusung paslon seorang China, non-Muslim, perempuan lagi (Ibu Tjhai Chui Mie). Jika Koh Ahok hanya "double minority", maka Nyonya Tjhai ini "triple minority" he he. Kok di Singkawang bisa rukun, mesra, dan bergandengan mereka tapi di Jakarta saling melotot he he.
Lihat juga di Ambon, hampir semua parpol termasuk PDIP, Demokrat, Gerindra, PKS dan PBB sama-sama mengusung Paulus Kastanya sebagai walikota Ambon. PKS di Solo dulu juga secara resmi mendukung Walikota Farnsiskus Xaverius (FX) Hadi Rudyatmo. Lihat juga di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, hampir semua parpol (kecuali PPP) beroalisi mengusung paslon bupati cakep: Karolin Margret Natasa.
Silakan cari sendiri contoh-contoh yang lain, jangan ane melulu capek tau he he. Emang gue "jongos" lu pade he he. Kenapa para petinggi partai dan tokoh agama hanya meributkan Ahok saja? Kenapa eh kenapa? Hayo Bang Haji Rhoma, tolong dijawab kenapa hanya di Jakarte saja bang yang berisik kayak bajaj? Ayo mikir sambil nyusu biar plong dan "waras" lagi he he
Sumber : Status Facebook Sumanto Al Qurtuby (Dosen King Fahd University Saudi Arabia
No comments:
Write komentar