Salah satu negara yang paling parah mengalami “mabok agama” di dunia ini adalah Pakistan, salah satu negeri yang termasuk paling miskin dan paling terbelakang di dunia. Menurut Prosperity Index yang dirilis oleh Legatum Institute yang berbasis di London, Pakistan menempati posisi 130 dari 142 negara di dunia dalam hal kemakmuran dan kebahagiaan. Pakistan juga termasuk ke dalam 5 negara di dunia yang dianggap sebagai negara yang paling miskin, paling tidak sehat, paling tidak bahagia, dan paling tidak aman di dunia bersama dengan Suriah, Yaman, Nigeria dan Liberia.
Sebagai gambarannya, banyak terjadi peristiwa pembunuhan yang sadis dan konyol hanya karena sikap fanatisme dalam beragama. Salah satu yang fenomenal adalah ketika seorang gadis remaja bernama Malala Yousafzai yang aktif menyerukan hak pendidikan bagi anak-anak perempuan di Pakistan ditembak kepala dan lehernya oleh kelompok radikal Taliban. Taliban sebagai kelompok radikal yang berpengaruh di Pakistan menganggap bahwa wanita tidak berhak atas pendidikan dan aktifitas di luar rumah.
Masih di Pakistan juga, Qandeel Baloch, gadis 26 tahun, tewas dibunuh oleh kakak kandungnya sendiri, Waseem Azeem hanya gara-gara adiknya tersebut suka selfie dan upload foto di media sosial. Si pembunuh sama sekali tidak menyesali perbuatannya bahkan merasa bangga karena dalam pandangannya wanita yang baik seharusnya hanya berdiam diri di rumah saja dan tidak pamer kecantikannya. Sepasang suami istri di Kashmir, Pakistan juga pernah membunuh anak perempuan mereka yang berusia 15 tahun dengan menyiram air keras demi menjaga kehormatan keluarga. Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan melaporkan sebanyak 943 perempuan Pakistan tewas dibunuh dalam setahun (2011) karena alasan “kehormatan”.
Intoleransi beragama juga banyak terjadi di Pakistan. Di sana pernah terjadi bom bunuh diri yang menewaskan 69 orang dan ratusan luka-luka dengan korban terbanyak adalah adalah wanita dan anak-anak yang sedang menikmati liburan Hari Raya Paskah di taman kota Lahore. Serangan bom juga pernah mengguncang sebuah perayaan agama di kuil aliran agama tertentu di Balochistan, Pakistan, yang menewaskan 52 orang dan korban luka yang mencapai 105 orang. Bom juga pernah diledakkan di sebuah rumah sakit di Quetta, di Pakistan selatan yang menewaskan setidaknya 70 orang. Thaliban juga pernah menyerang dan menembaki sebuah sekolah di Peshawar yang menewaskan 132 siswa anak-anak serta 9 staf dan pengajar karena mungkin bersekolah dianggap sebagai sesuatu yang haram oleh Taliban.
Pembunuhan karena kasus “penistaan agama” yang melibatkan seorang gubernur juga pernah terjadi di Pakistan. Salman Taseer, gubenur propinsi Punjab di Pakistan dibunuh pada tahun 2011 karena dia dianggap menentang hukum penistaan agama di Pakistan. Kasus penistaan agama ini bermula dari hal yang sangat sepele. Aasiya Noreen, perempuan Katolik yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani meminum dari gelas yang sama dengan perempuan-perempuan lain yang beragama muslim dalam suatu acara panen bersama. Terjadilah percekcokan karena mereka yang muslim menganggap orang yang bukan Muslim itu kotor, sehingga tidak boleh minum dari gelas yang sama dengan mereka. Dalam adu mulut itu Aasiya dituduh mengatakan sesuatu yang menghina Nabi. Di Pakistan, hal yang demikian ini juga berarti bel kematian sudah pasti berbunyi.
Kasus ini memancing kemarahan yang meluas di masyarakat Pakistan dan wanita itupun dihukum mati. Seorang menteri untuk urusan minoritas yang kebetulan beragama Kristen, Shahbaz Bhatti, juga mati dibunuh. Salman Taseer, Gubernur Punjab yang mengajukan petisi agar wanita itu dibebaskan juga dibunuh. Dia dibunuh oleh pengawalnya sendiri, Malik Mumtaz Qadri, dengan 27 kali tembakan AK-47. Malik Mumtaz Qadri juga akhirnya dihukum mati. Tapi reaksi publik Pakistan sangat mengejutkan. Ratusan ribu orang turun ke jalan untuk mengiringi dan mengelu-elukan pemakaman Malik Mumtaz Qadri yang dianggap sebagai pahlawan agama. Ini mungkin adalah prosesi kematian terbesar untuk seorang pembunuh.
Di Indonesia isu “penistaan agama” ini sekarang juga sedang menjadi bahan perbincangan yang ramai. Teroris pembunuh dan pemenggal kepala seperti Santoso, Imam Samudra dan lain-lain juga dielu-elukan dan dianggap sebagai pahlawan agama yang konon mayatnya berbau wangi. Satu pertanyaan sederhana saja dari saya. Perlukah Indonesia juga menjadi Indonistan?
Kalo Indonesia sudah menjadi Indonistan maka Anda terutama cewek harus hati-hati karena Anda bisa dibunuh hanya karena suka foto selfie dan upload di medsos. Anda yang punya anak juga harus hati-hati karena anak Anda bisa ditembak kepalanya di sekolah. Anda juga harus hati-hati ketika sedang merayakan hari raya di taman kota karena bisa kena bom.
Anehnya, meski disebut sebagai salah satu negara paling miskin dan paling terbelakang di dunia tapi Pakistan dianggap juga sebagai salah satu negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia yaitu memiliki 120 hulu ledak nuklir. Negara menghabiskan biaya yang besar untuk menciptakan alat membunuh sementara rakyatnya dibiarkan miskin, bodoh, terbelakang dan tertindas.
Apa yang saya sampaikan hanyalah fakta jujur apa adanya agar kita bisa bercermin dan mengambil pelajaran darinya. Hanya orang beriman lah yang bisa menggunakan akalnya untuk mengambil pelajaran sebagaimana sebuah ayat dalam Al Quran yang berbunyi : " Hanyalah orang- orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,( QS Ar Rad : 19) " Saya hanya menyampaikan pesan Tuhan agar kita hati-hati dan tidak mabok apalagi keblinger seperti mereka dan rencana Tuhan agar kita bisa menjadi Rahmatan lil Alamin dan menjadi Terang bagi dunia bisa tercapai.
Salam Waras
Www.piyunganonline.co
Sebagai gambarannya, banyak terjadi peristiwa pembunuhan yang sadis dan konyol hanya karena sikap fanatisme dalam beragama. Salah satu yang fenomenal adalah ketika seorang gadis remaja bernama Malala Yousafzai yang aktif menyerukan hak pendidikan bagi anak-anak perempuan di Pakistan ditembak kepala dan lehernya oleh kelompok radikal Taliban. Taliban sebagai kelompok radikal yang berpengaruh di Pakistan menganggap bahwa wanita tidak berhak atas pendidikan dan aktifitas di luar rumah.
Masih di Pakistan juga, Qandeel Baloch, gadis 26 tahun, tewas dibunuh oleh kakak kandungnya sendiri, Waseem Azeem hanya gara-gara adiknya tersebut suka selfie dan upload foto di media sosial. Si pembunuh sama sekali tidak menyesali perbuatannya bahkan merasa bangga karena dalam pandangannya wanita yang baik seharusnya hanya berdiam diri di rumah saja dan tidak pamer kecantikannya. Sepasang suami istri di Kashmir, Pakistan juga pernah membunuh anak perempuan mereka yang berusia 15 tahun dengan menyiram air keras demi menjaga kehormatan keluarga. Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan melaporkan sebanyak 943 perempuan Pakistan tewas dibunuh dalam setahun (2011) karena alasan “kehormatan”.
Intoleransi beragama juga banyak terjadi di Pakistan. Di sana pernah terjadi bom bunuh diri yang menewaskan 69 orang dan ratusan luka-luka dengan korban terbanyak adalah adalah wanita dan anak-anak yang sedang menikmati liburan Hari Raya Paskah di taman kota Lahore. Serangan bom juga pernah mengguncang sebuah perayaan agama di kuil aliran agama tertentu di Balochistan, Pakistan, yang menewaskan 52 orang dan korban luka yang mencapai 105 orang. Bom juga pernah diledakkan di sebuah rumah sakit di Quetta, di Pakistan selatan yang menewaskan setidaknya 70 orang. Thaliban juga pernah menyerang dan menembaki sebuah sekolah di Peshawar yang menewaskan 132 siswa anak-anak serta 9 staf dan pengajar karena mungkin bersekolah dianggap sebagai sesuatu yang haram oleh Taliban.
Pembunuhan karena kasus “penistaan agama” yang melibatkan seorang gubernur juga pernah terjadi di Pakistan. Salman Taseer, gubenur propinsi Punjab di Pakistan dibunuh pada tahun 2011 karena dia dianggap menentang hukum penistaan agama di Pakistan. Kasus penistaan agama ini bermula dari hal yang sangat sepele. Aasiya Noreen, perempuan Katolik yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani meminum dari gelas yang sama dengan perempuan-perempuan lain yang beragama muslim dalam suatu acara panen bersama. Terjadilah percekcokan karena mereka yang muslim menganggap orang yang bukan Muslim itu kotor, sehingga tidak boleh minum dari gelas yang sama dengan mereka. Dalam adu mulut itu Aasiya dituduh mengatakan sesuatu yang menghina Nabi. Di Pakistan, hal yang demikian ini juga berarti bel kematian sudah pasti berbunyi.
Kasus ini memancing kemarahan yang meluas di masyarakat Pakistan dan wanita itupun dihukum mati. Seorang menteri untuk urusan minoritas yang kebetulan beragama Kristen, Shahbaz Bhatti, juga mati dibunuh. Salman Taseer, Gubernur Punjab yang mengajukan petisi agar wanita itu dibebaskan juga dibunuh. Dia dibunuh oleh pengawalnya sendiri, Malik Mumtaz Qadri, dengan 27 kali tembakan AK-47. Malik Mumtaz Qadri juga akhirnya dihukum mati. Tapi reaksi publik Pakistan sangat mengejutkan. Ratusan ribu orang turun ke jalan untuk mengiringi dan mengelu-elukan pemakaman Malik Mumtaz Qadri yang dianggap sebagai pahlawan agama. Ini mungkin adalah prosesi kematian terbesar untuk seorang pembunuh.
Di Indonesia isu “penistaan agama” ini sekarang juga sedang menjadi bahan perbincangan yang ramai. Teroris pembunuh dan pemenggal kepala seperti Santoso, Imam Samudra dan lain-lain juga dielu-elukan dan dianggap sebagai pahlawan agama yang konon mayatnya berbau wangi. Satu pertanyaan sederhana saja dari saya. Perlukah Indonesia juga menjadi Indonistan?
Kalo Indonesia sudah menjadi Indonistan maka Anda terutama cewek harus hati-hati karena Anda bisa dibunuh hanya karena suka foto selfie dan upload di medsos. Anda yang punya anak juga harus hati-hati karena anak Anda bisa ditembak kepalanya di sekolah. Anda juga harus hati-hati ketika sedang merayakan hari raya di taman kota karena bisa kena bom.
Anehnya, meski disebut sebagai salah satu negara paling miskin dan paling terbelakang di dunia tapi Pakistan dianggap juga sebagai salah satu negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia yaitu memiliki 120 hulu ledak nuklir. Negara menghabiskan biaya yang besar untuk menciptakan alat membunuh sementara rakyatnya dibiarkan miskin, bodoh, terbelakang dan tertindas.
Apa yang saya sampaikan hanyalah fakta jujur apa adanya agar kita bisa bercermin dan mengambil pelajaran darinya. Hanya orang beriman lah yang bisa menggunakan akalnya untuk mengambil pelajaran sebagaimana sebuah ayat dalam Al Quran yang berbunyi : " Hanyalah orang- orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,( QS Ar Rad : 19) " Saya hanya menyampaikan pesan Tuhan agar kita hati-hati dan tidak mabok apalagi keblinger seperti mereka dan rencana Tuhan agar kita bisa menjadi Rahmatan lil Alamin dan menjadi Terang bagi dunia bisa tercapai.
Salam Waras
Www.piyunganonline.co
No comments:
Write komentar