PORTAL NEWS – Indra Azwan (57) ayah dari almarhum Rifki Andika (12) korban tabrak lari anggota kepolisian Komisaris Polisi Joko Sumantri pada 1993, rela berjalan kaki selama 23 tahun mengelilingi Indonesia bahkan ke sejumlah negara untuk mencari keadilan.
“Kota Makassar, Sulawesi Selatan adalah provinsi ke 23 dan pulau keempat yang saya singgahi untuk meminta dukungan pemerintah setempat berupa tanda tangan sebagai simbol atas ketidakadilan hukum di Indonesia,” kata Indra saat berada di kantor LBH Makassar, Sulsel, Selasa (19/7/2016).
“Kota Makassar, Sulawesi Selatan adalah provinsi ke 23 dan pulau keempat yang saya singgahi untuk meminta dukungan pemerintah setempat berupa tanda tangan sebagai simbol atas ketidakadilan hukum di Indonesia,” kata Indra saat berada di kantor LBH Makassar, Sulsel, Selasa (19/7/2016).
Dirinya berharap agar Presiden Joko Widodo sebagai orang nomor satu di Indonesia bisa memanggilnya untuk menuntaskan permasalahan dan ketidakadilan hukum yang dialami selama 23 tahun pascakasus yang merenggut nyawa anaknya saat itu masih duduk di sekolah dasar kelas VI ditabrak lari oleh Joko Sumantri, diketahui mantan Kapolsek Bakung, Kota Malang kala itu.
“Katanya saya sudah dijadwal akan ketemu dengan pak Jokowi. Tetapi saya belum meyakini apakah bisa bertemu atau tidak, sebab Presiden yang lalu Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah bertemu saya tapi toh masalah belum terselesaikan sampai sekarang,” beber dia.
Indra menyebut pertemuan dengan mantan Presiden SBY saat itu berjanji akan menyelesaikan persoalan ketidakadilan ini, namun belakangan hanya janji-janji bahkan dirinya terkesan dibohongi karena semua cara dilakukan adalah rekayasa.
“Saya bahkan dikasih uang Rp25 juta oleh SBY tetapi bukan uang pribadinya langsung, melainkan uang dari Sekretaris Negara. Uang itupun saya kembalikan karena bukan itu tujuan saya. Pemberian uang ini pun sudah dilaporkan ke KPK, namun sampai sekarang belum direspon KPK,” ungkap pria paruh baya itu kini mengalami sakit pada bagian lambung.
Selain itu dirinya juga kecewa atas janji yang disampaikan mantan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti akan menuntaskan persoalan di tubuh kepolisian, tetapi faktanya apa yang dilaporkan tidak sesuai dengan realita yang ada.
Kendati demikian, dirinya masih berharap dengan Kapolri yang baru Jenderal Polisi Tito Karnavian bisa memberikan keadilan bagi masyarakat meski pelakunya adalah dari institusi kepolisian.
“Harapan itu masih ada, mudah-mudah pak Tito bisa membuka kembali kasus ini, kalau tidak direspon, meski saya sakit-sakitan dukungan penuh keluarga tetap ada, kalaupun saya mati dijalanan berjalan kaki dan belum mendapat keadilan, masih ada anak dan istri saya melanjutkan perjuangan ini,” tegasnya.
Saat ditanya wartawan apa yang akan disampaikan kepada Presiden, kata dia, ada tiga poin yakni pertama meminta kasusnya dikawal sampai tuntas dan tidak ada lagi pengecualian atapun perlindungan kepada siapapun baik dia polisi maupun penegak hukum lainnya kebal hukum.
Kemudian menyampaikan laporan atas kebohongan dan janji-janji mantan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti atas kasus yang menimpa keluarganya tidak dilanjutkan sampai tuntas, termasuk kebohongan yang disampaikan kepada Komisi III DPR sehingga pihaknya dianggap kalah bahkan tidak diizinkan masuk meski mendapat undangan.
“Saya juga akan menyampaikan amanah dari mantan petinggi GAM di Aceh. Mengenai isinya akan saya sampaikan setelah bertemu dengan bapak Presiden Jokowi,” tutur pria yang sudah mengelilingi 29 negara ini hingga ke Mekkah, Arab Saudi untuk mencari keadilan.
Sementara, Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Zukifli Hasanuddin bersama Wakil Kooordinator KontraS Sulawesi Nasrun dan perwakilan Walhi Sulsel Muhammad Al Amin saat saat mendampingi Indra Azwan menyatakan pihaknya akan mendukung penuh langkah-langkah hukum serta tindakan yang dilakukan Indra Azwan.
Selain itu pihaknya juga menilai sejumlah kasus di Kepolisian salah satunya kasus yang dialami Indra termasuk kasus kasus kekerasan baik mahasiswa maupun pekerja Pers tidak pernah diproses secara tuntas pada institusi kepolisian.
Sebelumnya, kasus tabrak lari dilakukan Kompol Joko Sumantri ini terjadi pada tahun 1993 di Kota Malang. Dirinya melaporkan kejadian itu ke polisi namun tidak mendapat respon. Setelah terus berupaya akhirnya kasus ini masuk ke pengadilan dan disidangkan pertama kali pada 2006 dan dilanjutkan pada 2008 oleh Pengadilan Militer Kota Surabaya, Jawa Timur.
Melalui oditur Militer Tinggi III Surabaya dengan amar putusan nomor 8-K/PMT.III/Pol/II/2008 menyatakan perkara tersebut telah kedaluwarsa dan terdakwa Joko Sumantri dinyatakan bebas dari perkara. Ada jeda waktu hampir tiga tahun sidang ini dilanjutkan sehingga menimbulkan pertanyaan.
Meski demikian, upaya hukum Indra tidak sampai disitu dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 24 September 2014 dengan nomor 08 PK/MIL/2014. Mahkamah Agung diketahui mengeluarkan amar putusan pada Desember 2014, tetapi kembali lagi di kelabui, salinan putusan tersebut tidak dikeluarkan pihak MA.
Tidak terima dengan perlakuan tersebut Indra kembali melanjutkan aksi berjalan kaki itu menjelajah ke beberapa provinsi di Indonesia. Ironisnya MA kemudian mengeluarkan putusan kontrovesi dengan menyatakan PK Pengadilan Militer pada oditur Militer Tinggi III Surabaya tidak dapat diterima dengan alasan PK dilakukan oleh terpidana atau ahli waris sehingga menguatkan putusan bebas Joko Sumantri.
Sumber Artikel : BACAKABAR.com
No comments:
Write komentar