Jakarta - Komunikasi yang intens serta kekuatan diplomasi disebut sebagai cara pemerintah Indonesia untuk membebaskan 10 anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia dari cengkeraman kelompok Abu Sayyaf.
Padahal sebelumnya, penyandera itu meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau setara 1 juta dolar AS. Lalu mengapa tiba-tiba 10 WNI itu bisa bebas dengan cuma-cuma?
Dilansir media Filipina, Inquirer, Senin (2/5/2016), Abu Sayyaf hampir tidak mungkin melepas tawanan kecuali tebusan telah dibayar. Hal itu disebut oleh sejumlah otoritas di Filipina bahwa sangat tidak bisa dipercaya bahwa tebusan tidak dibayar dan 10 sandera itu bisa bebas.
"Uang itu akan digunakan untuk membeli lebih banyak senjata dan akan digunakan untuk memobilisasi pergerakan mereka," sebut Kepala Wilayah Jolo, Hussin Amin.
Bahkan disebutkan pada media itu bahwa seorang sumber menegaskan bahwa uang tebusan telah dibayarkan. Juru bicara Komando Militer wilayah Barat Mindanao Mayor Filemon Tan Jr menyebut laporan intelijen bahwa 10 WNI itu dilepaskan Abu Sayyaf.
Para sandera itu dibawa dari hutan di Sulu dan di-drop di depan rumah Gubernur Sulu. Seorang prajurit mengatakan dia tidak tahu apakah tebusan telah dibayar atau tidak. Tapi dia mengatakan sangat sulit dipercaya apabila Abu Sayyaf membebaskan sandera tanpa menerima uang tebusan.
Namun spekulasi mengenai uang tebusan itu dibantah oleh salah satu negosiator dari RI yaitu Mayjen Purn Kivlan Zen. Dia mengatakan bahwa pembebaskan 10 WNI adalah murni negosiasi.
"Tidak ada pembayaran tebusan. Ini murni negosiasi," ujar Kivlan Zen saat dihubungi detikcom, Minggu (1/5/2016) malam.
Kivlan mengatakan saat dilakukan negosiasi dengan kelompok Abu Sayyaf, pihak perusahaan kapal Brahma 12 tempat 10 WNI bekerja telah mengutus seseorang bernama Budiman untuk menyerahkan uang tebusan.
"Uang itu dibawa oleh Budiman namun tidak diserahkan. Uang itu akhirnya dibawa pulang kembali," ucapnya.
Pun demikian, Menlu Retno Marsudi yang sempat memberikan keterangan pers usai menjemput 10 WNI di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma tidak memaparkan lebih lanjut. Retno hanya mengatakan bahwa 10 WNI itu akan diperiksa kesehatannya di RSPAD Gatot Soebroto sebelum diserahkan ke pihak keluarga.
Retno tidak memberikan sesi tanya-jawab kepada wartawan. Selain itu, pihak Kemenlu masih bungkam perihal tebusan ini.
10 WNI itu telah disandera sejak 26 Maret 2016. Penyanderanya yang berafiliasi dengan Abu Sayyaf meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau setara dengan 1 juta dolar AS. Para WNI tersebut adalah ABK dari kapal Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12 yang berisi 7.000 ton batubara.
Pemerintah hanya menyebut bahwa upaya pembebasan ini melibatkan banyak pihak. 10 WNI itu tiba di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada pukul 23.30 WIB, Minggu (1/5/2016) dengan menumpang pesawat Victory News milik Surya Paloh. Kini 10 WNI itu masih berada di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. ( detik.com )
BACA JUGA : Kalau Tuhan Maunya Gubernur Kafir Kalian Bisa Apa
No comments:
Write komentar