PASUKAN ELIT INDONESIA PERMALUKAN AUSTRALIA DAN AMERIKA (MILITER INDONESIA GUNAKAN SIHIR)

 



TNI mengharumkan nama bangsa akhir bulan lalu. Menaklukkan negara adidaya, tudingan tanpa alasan mengemuka. Kisah di balik peristiwa yang sempat heboh itu dituturkan secara eksklusif kepada Kaltim Post oleh bintang kejuaraan yang bertugas di Kodam VI Mulawarman.


GARIS muka Sersan Dua Eka Adhisumanegara sama sekali tak berubah ketika senjata di genggamannya menjadi bahan kasak-kusuk. Tiba-tiba saja, panitia dan beberapa negara peserta Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2015 memprotes prestasi tim penembak TNI.

Eka, anggota tim penembak Angkatan Darat dari Indonesia, terus memerhatikan beberapa peserta yang berbicara kepada panitia. Amerika Serikat dan Australia, dua dari 16 negara yang mengikuti kejuaraan menembak internasional di Negeri Kanguru, adalah yang paling keras melayangkan keberatan.

Ahad, 24 Mei 2015, kedua negara yang bersekutu itu meminta panitia lomba membongkar senjata yang dipakai tim Indonesia. Pada hari terakhir AASAM 2015, regu TNI sudah menang mutlak dengan 30 medali emas dari 50 medali yang diperebutkan.

Dari 30 medali emas yang diraih tim Indonesia, Eka yang kini bertugas di Batalyon Infanteri 600/Raider Kodam VI Mulawarman, Manggar, Balikpapan Timur, menyabet tiga keping emas. Bidikan jitu Eka cuma selisih satu dengan raihan Amerika Serikat yang hanya merengkuh empat medali emas.

Protes berujung permintaan pembongkaran senjata diterima kepala kontingen TNI Angkatan Darat, Mayor Syafruddin, dia melaporkan permintaan itu ke Markas Besar TNI AD di Jakarta.

Laporan segera dijawab. Jika senjata tim tembak TNI dibongkar, sebut Mabes, pucuk senapan yang dipakai 15 negara peserta yang lain juga harus dibongkar. Jika hanya bedil-bedil tim Indonesia yang dibongkar, Mabes menolak permintaan tersebut.

“Mereka (Amerika dan Australia) seperti mencari alasan karena tidak bisa menerima kekalahan. Hanya akal-akalan,” tutur Eka ketika ditemui secara khusus oleh Kaltim Post di Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Cijantung, Jakarta Timur, pekan lalu.

Mendapat penolakan dari Mabes TNI AD, senjata yang dipakai Eka seperti pistol G2 (elite dan combat) serta senapan serbu SS2 V4 (heavy barrel) tidak jadi dibongkar panitia.

Namun protes belum selesai. Pria kelahiran 10 Juli 1978 di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, itu menyaksikan Amerika dan Australia lagi-lagi keberatan. Makin lama bahkan makin tidak masuk akal karena protes kedua negara menyebutkan bahwa senjata pabrikan Indonesia berbau mistis.

Sebelum lomba, senjata tim TNI buatan PT Pindad ditimbang. Panitia menggantung bedil-bedil itu di sebuah kawat sebesar kelingking orang dewasa. Dari situ, berat senjata diukur.

Timbangan pertama, senjata yang dipakai Eka dan tim tidak lolos karena sedikit kelewat berat. Namun, tim tembak TNI meminta penimbangan ulang. Menurut TNI, cara panitia menimbang terlampau kasar saat menggantung senjata. Pistol dan senapan itu mestinya digantung dengan perlahan agar tidak menimbulkan daya kejut yang justru menambah beban ketika diukur.

Ajaib --yang kemudian disebut mistis oleh Australia dan Amerika--, senjata tim Indonesia lolos. Lagi pula, penimbangan kedua yang “lemah lembut” itu hanya berselang semenit dari yang pertama.

Semua protes ketika kejuaraan selesai akhirnya hanya ditanggapi dengan senyum oleh Eka dan rekan-rekan setimnya. Dalam kejuaraan yang berlangsung empat hari di Australia, Eka meraih emas untuk kategori Match 30 Pistol Application of Fire, Match 35 Combat Pistol Teams (dua orang), Match 38 Smith and Wesson Service Pistol Team Championship (empat orang). Suami Nova Suzanna itu juga meraih perak untuk kategori perorangan Match 64 The Samurai Folder Quarter Combat Champion.

Untuk kategori pistol, Eka meraih emas di Match 30, 35, dan 38. Angka itu diartikan sebagai jarak. Dalam lomba, penembak harus membidik sasaran dari jarak yang bervariasi. Pada 25 meter, misalnya, penembak harus tiarap dan duduk. Kemudian 20 meter, masih sambil duduk, menembak sasaran yang muncul selama 3 detik. Sementara jarak 10 meter yakni menembak lima kali dalam 5 detik dengan satu tangan.

Adapun kategori Match 64 The Samurai Folder Quarter Combat Champion merupakan gabungan menembak dengan senapan dan pistol. Jarak tembak yakni 450 meter, 300 meter, 200 meter, dan 100 meter. Meskipun Eka hanya mendapat perak, sejatinya Indonesia berjaya di kategori itu. Emas diraih rekan Eka dari Kopassus. Australia selaku tuan rumah kebagian perunggu.

Eka mengatakan, bukan Amerika atau Australia yang diwaspadai. Lawan paling tangguh justru Filipina, Brunei Darussalam, dan Jepang. Meskipun ketiga negara Asia itu tidak masuk hitungan dalam klasemen akhir, mereka punya kemampuan mumpuni.

Di klasemen akhir, kontingen Indonesia meraih 30 medali emas, 16 perak, dan 10 perunggu. Angkatan Darat Australia duduk di tempat kedua dengan mengantongi 4 medali emas, 9 perak, dan 6 perunggu. Amerika Serikat hanya di posisi ketiga dengan 4 medali emas, 1 perak, dan 2 perunggu.


“Kami bangga karena senjata buatan Indonesia bisa mengalahkan senjata modern milik Australia dan Amerika,” ucap ayah dua putri yang kini menjadi buah bibir di Kodam VI Mulawarman atas prestasinya.

Dua jenis senjata yang dipakai Eka adalah buatan PT Pindad. Pistol G2, menurut situs resmi BUMN itu, memiliki dua jenis yakni elite dan combat yang dikembangkan untuk unit penembak. Kedua senjata berkaliber 9 milimeter dengan berat 1 kilogram itu bisa diisi 15 peluru. Jangkauan tembak pistol yang saat ini hanya dipesan TNI AD itu efektif hingga 25 meter.

Adapun senapan serbu SS2 V4 (varian keempat) menggunakan peluru kaliber 5,56x45 milimeter (standar NATO).  Berat kosong SS2 adalah 3,2 kilogram, lebih ringan dari pendahulunya, SS1 varian awal, dengan berat kosong 4,01 kilogram. Varian keempat SS2 juga biasa dikombinasikan untuk penembak tersembunyi (sniper).

Sebagus apapun senjata, faktor the man behind the gun tetap menentukan. Menurut Eka, kemampuan senjata makin mumpuni jika disertai keahlian pemakainya. Untuk “sehati” dengan senjata, Eka berlatih 10 jam sehari di Markas Kopassus. Menu latihan tidak melulu menembak. Fisik dan mentalnya turut ditempa demi menunjang teknik membidik.

Dari Lapangan Tembak B Sudaryanto di Markas Kopassus, Eka dan regunya bertekad mempertahankan prestasi sekaligus terus mengharumkan nama bangsa. Sebuah tekad agar Indonesia tidak diremehkan bangsa-bangsa dengan persenjataan supercanggih.


Bidikan Jitu Prajurit Kodam VI Mulawarman Permalukan Australia dan Amerika, Pernah Jadi Tukang Ojek, Tidur Bersama Senapan



 MENGENDARAI sepeda motor tua milik ayahnya, Eka Adhisumanegara membonceng penumpang ke sebuah tempat di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada 1997. Eka yang baru saja lulus dari sekolah menengah kejuruan otomotif  begitu senang ketika menerima lembar uang setelah mengantar penumpang. 

Sudah hampir tiga tahun, sulung dari tujuh bersaudara itu mengumpulkan rupiah untuk membiayai pendidikan adik-adiknya. Meskipun melewati hidup yang sulit, Eka tetap menjaga mimpinya berseragam tentara.

Sejak kecil, Eka ingin sekali menjadi prajurit meskipun tidak ada keluarganya yang menjadi anggota militer. Bayangan masa kecilnya, menjadi seorang tentara dengan membawa senjata adalah pria yang gagah berani. Dia kerap memimpikan cita-citanya ketika bermain perang-perangan dengan senjata mainan dari kayu.

Keadaan belum mengizinkan. Ayahnya, Muhammad Arif Harianto, hanya seorang pensiunan guru agama Islam yang punya tujuh anak. Sebagai sulung, Eka harus ikut menjadi tulang punggung keluarga. Dia pun menunda keinginan mendaftar di TNI.

Tiga tahun Eka menjadi tukang ojek. Dia baru benar-benar bisa mendaftar ke TNI pada 2000 dan diterima. Tak ada yang lebih diinginkan selain berseragam tentara.

Lima tahun setelah cita-citanya tercapai, Eka mulai jatuh cinta dengan olahraga menembak. Suami Nova Suzanna itu pun terus berlatih sebagai petembak.
Keuletannya diberikan jalan. Eka yang lahir pada 10 Juli 1978 diutus sebagai salah satu wakil Indonesia untuk PBB di Lebanon pada 2009. Di situ, Eka menyabet gelar juara dalam kejuaraan menembak antar pasukan United Nations Interim Force in Lebanon.

Talenta Eka sebagai petembak mulai terlihat. Kariernya menanjak, sering mendapat kepercayaan mengikuti kejuaraan menembak.

“Menembak adalah bagian hidup saya,” tutur Eka yang kini berpangkat sersan dua, ketika ditemui secara khusus oleh Kaltim Post, pekan lalu. Di Lapangan Tembak Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur, Eka rajin berlatih membidik sasaran.

Akhir bulan lalu, pria yang kini bertugas di Batalyon Infanteri (Yonif) 600/Raider Kodam VI Mulawarman, Manggar, Balikpapan Timur, itu mengharumkan nama bangsa. Bersama tim penembak TNI, Eka membawa Indonesia menjadi juara umum dalam Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2015.  Dalam kejuaraan di Negeri Kanguru itu, tim penembak TNI Angkatan Darat meraih 30 medali emas dari 50 medali yang diperebutkan.

Dari 30 medali emas, Eka menyabet tiga keping emas. Hanya selisih satu dengan raihan negara adidaya Amerika Serikat yang merengkuh empat medali emas. Kecemerlangan Eka memakai pistol G2 (elite dan combat) serta senapan serbu SS2 V4 (heavy barrel) buatan dalam negeri pun mendapat sambutan hangat.

“Semua itu tidak lepas dari dukungan istri,” ucap ayah dua putri itu lalu tersenyum. Ayah Cantika Lova dan Zaira itu kembali menceritakan masa kecilnya ketika bermain perang-perangan.  

“Saya tidak pernah menyangka, senjata kayu yang dulu saya mainkan kini menjadi senjata asli yang mengharumkan nama bangsa,” ucapnya.

Prestasi yang diraih dari bidikan jitu Eka berbuah manis. Dia mendapat penghargaan dari Pangdam VI Mulawarman Mayor Jenderal TNI Benny Indra Pujihastono. Eka diganjar kepercayaan sebagai Komandan Regu Rad Tonkom Kompi Markas Yonif 600/Raider.

“Eka berhak atas jabatan itu. Prestasi yang dia raih merupakan kebanggaan bagi Kodam VI Mulawarman,” ucap Pangdam.

Kini Eka masih fokus berlatih di markas Kopassus. Dia segera menghadapi kejuaraan menembak se-Asia Tenggara yakni ASEAN Armies Riffle Meet (AARM) di Thailand. Eka pun harus lebih banyak bersentuhan dengan bedil ketimbang keluarga.

“Istri saya mengerti sekali karena yang saya lakukan juga demi dia dan kedua anak kami,” terang Eka.

Selain berlatih di lapangan tembak, pria gempal berberat badan 78 kilogram itu juga berlatih di halaman belakang rumahnya. Eka mengaku ingin benar-benar sehati dengan senjatanya.

Dalam olahraga menembak, senjata saja tidak cukup. Ada tiga hal yang menentukan tembakan jitu, yaitu senjata, amunisi, dan penembak. Jika senjata dan amunisi buatan PT Pindad sudah mumpuni, Eka harus menjadi the man behind the gun yang tepat. Kecocokan tiga faktor tadilah yang membuat Amerika dan Australia kalah dengan TNI dalam kejuaraan menembak di Australia bulan lalu. Bahkan, dua negara yang memiliki persenjataan supercanggih itu sempat tidak menerima kemenangan Indonesia.

Untuk mendapatkan seluruh kecocokan itu, Eka harus berlatih keras di lapangan tembak. Namun, latihan saja rupanya tidak cukup baginya. Eka mengatakan, punya kebiasaan unik untuk lebih sehati dengan senjatanya. Saat tidur, dia harus menaruh senjata di bawah bantal.

Meskipun terkesan seperti anak kecil, Eka berharap kebiasaan itu membuatnya lebih menghayati dan mendalami teknik menembak.

“Senjata ini sudah seperti istri kedua bagi saya,” kelakarnya.

BACA JUGA : 

Soal Pencurian Ikan, Susi Siap Hadapi Yusril Ihza Mahendra



Sumber : detikmiliter.com



No comments:
Write komentar