Ridho Rhoma/Foto: Asep Syaifullah
jakarta - Alarm bahaya narkoba sudah sering kali digaungkan aparat penegak hukum. Kasus narkoba yang menjerat penyanyi dangdut Ridho Rhoma menjadi pengingat akan besarnya ancaman narkoba di Indonesia. Begini paparan data bahaya itu.
Jauh hari sebelum kasus Ridho Rhoma ini mengemuka dan bikin heboh, BNN sudah wanti-wanti mengenai bahaya narkoba. Tren pengguna narkoba diprediksi akan terus tinggi.
Dalam 'Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba Tahun Anggaran 2014' yang dilakukan BNN, disebutkan pada tahun 2014 ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah pakai narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014 di Indonesia.
Tim BNN kemudian melakukan 'simulasi' prediksi mengenai jumlah pengguna narkoba dari tahun 2014 sampai 2020. Ada tiga opsi prediksi yakni skenario naik, stabil dan turun.
Skenario naik adalah terjadinya situasi kenaikan jumlah penyalahgunaan akibat tekanan yang lebih kuat dari para pengedar/bandar narkoba. Skenario turun adalah terjadinya situasi penurunan jumlah penyalahgunaan akibat tekanan yang lebih kuat dari para aparat penegak hukum dan seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba, terutama aspek sosialisasi dan edukasi. Skenario stabil adalah kondisi di mana relatif tidak ada kenaikan jumlah penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun karena adanya kesamaan kekuatan antara pihak aparat penegak hukum & seluruh lapisan masyarakat melawan para pengedar/bandar narkoba.
Berikut tabel prediksi tersebut:
Foto: Data bahaya narkoba/riset BNN 2014
Kategorisasi Pengguna Narkoba
BNN mengklasifikasikan kategori pengguna narkoba menjadi 4 macam yaitu coba pakai, teratur pakai, pecandu non suntik, dan pecandu suntik. Klasifikasi ini dilakukan menurut frekuensi pemakaian atau cara pakai (hanya suntik) dari setiap kelompok survei.
Pada kelompok coba pakai terutama pada kelompok pekerja. Tekanan pekerjaan yang berat, kemampuan sosial ekonomi, & tekanan lingkungan
teman kerja merupakan faktor pencetus terjadinya penyalahgunaan narkoba pada kelompok pekerja.
Sebagian besar dari mereka masih dalam taraf coba pakai dan teratur pakai, terutama jenis sabu. Mereka memakai sabu tersebut dalam keadaan tekanan kerja yang tinggi dalam pekerjaannya sehingga memerlukan tambahan stamina yang diperoleh melalui konsumsi sabu. Salah satu alasan yang disampaikan dari hasil wawancara mendalam, sabu tersebut sebagai doping agar kuat dalam bekerja (tidak cepat lelah). Sayangnya sebagian dari mereka (para pekerja) tidak paham bahwa yang dikonsumsinya (sabu) merupakan salah satu jenis narkoba.
Bahkan mereka percaya bahwa sabu tidak menyebabkan ketergantungan, karena dapat dikontrol pemakaiannya oleh pengguna tersebut. Miskonsepsi tentang sabu ini banyak beredar pada kelompok pekerja.
Penyalahguna narkoba suntik cenderung mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai saat ini. Jika pada tahun 2008 jumlah penyalahguna suntik sekitar 263 ribu, lalu terus menurun menjadi 70 ribuan pada 2011, lalu menjadi 67 ribuan di tahun 2014. Namun, saat ini di tingkat lapangan mulai muncul pengguna suntik baru di mana jenis yang disuntikkan ke tubuh bukan lagi heroin/putau tetapi jenis narkoba lainnya, seperti sabu, subuxon, dan sebagainya. Jika ini dibiarkan, maka dapat dipastikan akan terjadi kenaikan jumlah penyalahguna suntik, dan akan terjadi peningkatan kasus HIV AIDS.
Foto: Data bahaya narkoba/riset BNN 2014
Dari angka yang dipaparkan BNN dalam penelitian tahun 2014 ini, tergambar bagaimana bahayanya narkoba di Indonesia. Angka pengguna narkoba diprediksi akan tetap tinggi.
(fjp/imk)
No comments:
Write komentar