MUI Belakangan Sering Jadi Pemicu Perpecahan di Indonesia

 





Dipecatnya Ishomudin dari MUI jelas ada kaitannya dengan kesaksian beliau di persidangan kasus Ahok. Ishomudin datang sebagai saksi ahli atas nama pribadi, meskipun posisinya sebagai Wakil Ketua komisi fatwa MUI sekaligus merupakan Rais Syuriah PBNU tidak bisa dilepaskan begitu saja. Sebab Ishomudin dipercaya bersaksi sebagai ahli tentu karena kapasitas sebagai tokoh Islam yang merupakan bagian dari MUI dan ormas Islam terbesar di Indonesia, PBNU.

“Yang saya ketahui bahwa sikap keagamaan MUI itu menjadi pemicu persoalan ini menjadi besar, karena kesimpulannya antara lain menjadi dasar diajukan ke Bareskrim, karena kesimpulannya menyatakan Pak Basuki menghina Alquran dan juga ulama.

Padahal Pak Basuki tidak menyebut bunyi Al-Maidah 51 dan hanya menyebut orang, bisa jadi orang biasa, bisa jadi politisi, bisa jadi ulama, dan MUI tidak melakukan klarifikasi ke Kepulauan Seribu dan tidak memanggil Basuki Tjahaja Purnama untuk mengklarifikasi hal tersebut,” ucap Ishomuddin.

Pernyataan ini jelas menohok pihak MUI yang dengan sangat cepat mengeluarkan fatwa atau sikap keagamaan, dan menyatakan Ahok menghina ulama. Ishomudin menjawab keraguan publik, sekaligus mengkonfirmasi bahwa fatwa MUI itu merupakan keputusan sepihak dan tidak melalui prosedur yang benar. Bagaimana bisa dikatakan benar kalau wakil ketua komisi fatwa nya tidak diikutkan dalam bahasan fatwa?

Kesaksian Ishomudin juga menjadi jawaban dari kecurigaan kita selama ini, bahwa memang fatwa MUI terhadap Ahok sarat kepentingan. Baik politik dan radikalisme di Indonesia.

Untuk itu, saya sangat salut dan mengapresiasi keberanian Ishomudin yang dengan terang benderang meluruskan konflik kekerasan atas nama agama, teror dan ancaman pembunuhan yang dilakukan secara terbuka bersama 7 juta warga bumi datar. Memang MUI adalah biang kerok dari demo-demo berseri tersebut.

Kelompok pendemo pun dengan sengaja menyebut diri mereka GNPF MUI. Seolah olah mereka bagian dari MUI dan pihak MUI pun tidak ada yang berani mengatakan keberatan. Toh sebagian anggotanya ikut turun ke jalan mendemo Ahok. lihatlah gambar di atas. Hanya setelah keributan semakin besar, Maruf Amien sebagai ketua MUI melarang penggunaan atribut MUI. Tapi pada akhirnya, itu tak digubris oleh kelompok demonstran islam radikal. Lebih banyak orang yang ikut GNPF MUI dibanding Maruf Amien yang hanya sendiri.

MUI pemicu perpecahan di Indonesia


Apa yang terjadi pada demo 411 dan 212, merupakan sebuah kejadian yang perlu kita catat sebagai dampak dikeluarkannya fatwa amatir dan serampangan oleh MUI. Karena tanpa fatwa tersebut, tidak akan pernah ada yang namanya GNPF MUI.

Selama ini masyarakat Indonesia begitu percaya dengan MUI. Kita sudah terdoktrin untuk menjunjung tinggi MUI dan percaya penuh organisasi ini suci dan halal. Jadi sekalipun investasi penipuan, kalau diberi label halal ada fatwa MUI, masyarakat bisa dengan begitu saja percaya. Masyarakat tidak akan melihat apakah itu penipuan atau bukan, sebab kebanyakannya berpikir bahwa MUI sudah pasti benar. Dan saya tidak sedang mengarang cerita, salah satu perusahaan penipuan atau investasi bodong bernama PT Golden Traders Indonesia Syariah dinyatakan telah menjalankan opeasi sesuai syariah Islam.


Gara-gara Maruf Amien mengatakan bahwa GTIS beroperasi sesuai syariah, masyarakat berbodong-bondong menitipkan uangnya. Apalagi menurut pengakuan koordinator nasabah GTIS, ada logo halal atas skema investasi tersebut. Tak tanggung-tanggung, 10 triliun uang nasabah terkumpul berkat fatwa syariah dari MUI.

Fanatisme masyarakat terhadap MUI sebenarnya karena alasan kita mempercayai mereka para ulama, memiliki keilmuan lebih mendalam tentang nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Tapi jika melihat kekacauan yang sudah pernah dilakukan oleh MUI, jujur saya sangat khawatir. Bangsa ini patut waspada dengan sikap MUI.

Sebuah perusahaan kecil bisa mengumpulkan 10 triliun rupiah hanya karena fatwa MUI. Sebuah kasus yang masih abu-abu, mendadak jadi begitu jelas dan berhasil menekan hukum dengan demonstrasi berseri 7 juta warga.

Kenyataan ini sangat berbahaya bagi perjalanan demokrasi kita ke depan. MUI berhasil menerbitkan hukum sendiri berdasarkan penafsiran segelintir orang, mengalahkan produk hukum positif di Indonesia.

Kalau sudah begini, maka kerusuhan dan kemarahan masyarakat bisa sangat tergantung dengan MUI. Asal MUI katakan si A menista agama, maka 7 juta warga orang langsung berkumpul mendemo menuntut si A dibunuh dan digantung. Ngeri! Sekali MUI katakan produk A itu syariah, sekalipun itu penipuan, orang akan percaya begitu saja. Ini bahaya sekali.

MUI penuh kepentingan

Dari dua contoh kasus yang saya sebutkan, nampak jelas MUI memiliki kepentingan. Pada kasus GTIS, MUI dikuasai nafsu uang dan bisnis. Pernyataan bahwa GTIS beroperasi secara syariah dapat dipastikan tidak gratis. Selalu ada harga yang mereka bayarkan agar MUI mau keluarkan fatwa.

Sementara pada kasus Ahok, nampak jelas ada kepentingan politik dalam Pilgub Jakarta. Tujuannya adalah memenjarakan Ahok agar gagal maju sebagai Cagub, atau minimal meruntuhkan elektabilitas Ahok sehingga Anies atau AHY bisa menang. Sangat jelas. Kita tidak bisa tutup mata melihat Anies begitu mesra dengan Rizieq. Sementara Zainut Tauhid yang merupakan wakil ketua MUI merupakan anggota DPR aktif dari PPP, partai pendukung AHY.

Dan pada akhirnya, jika melihat pemecatan Ishomudin yang berbeda pendapat dengan MUI, kita semua harus sepakat bahwa MUI memang penuh kepentingan dan mengeluarkan fatwa terhadap Ahok semata-mata karena kepentingan politik. Dalam Islam, perdebatan atau ikhtilaf itu biasa. Tidak boleh hanya karena beda pendapat langsung dibunuh, diserang atau dipecat. Pemecatan Ishomudin nampak seperti sikap panik dan tidak mau ada orang yang membongkar kebusukan MUI.

Bagaimanapun, meski MUI telah kehilangan integritasnya, namun pembubaran MUI merupakan kebijakan yang dapat menimbulkan kerusuhan. Sebab apa? Karena di Indonesia ini sepertinya lebih banyak masyarakat yang fanatik dan bodoh dibanding yang bisa berpikir. Lihatlah uang 10 triliun pada penipuan syariah dan 7 juta orang berdemo atas nama pengawal fatwa.

Masyarakat perlu diedukasi secara perlahan, dibuka mata hatinya, agar bisa melihat dengan jelas mana setan dan mana malaikat. Salah satu yang bisa saya lakukan untuk mengedukasi adalah dengan membuat Seword.com ini. Portal opini yang nantinya akan menjadi catatan sejarah Indonesia, menjelaskan kasus perkasus secara detail dari beragam sudut pandang. Harapannya, lima atau sepuluh tahun ke depan Indonesia benar-benar menjadi negara maju dan warganya tidak ada yang percaya bahwa bumi itu datar.

Begitulah kura-kura.seword

No comments:
Write komentar