Dana tersebut dikumpulkan GNPF-MUI untuk membantu aksi Bela Islam 4 November dan 2 Desember kemarin. Total ada lebih dari 4.000 donatur yang membantu untuk aksi Bela Islam tersebut. Polisi menduga aliran dana yang dikumpulkan tersebut sebagai upaya GNPF-MUI untuk melakukan pencucian uang.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) mengumpulkan dana Rp 3,8 miliar melalui Yayasan Keadilan Untuk Semua. Pendiri Yayasan Adnin Armas mengatakan dalam penggalangan dana tersebut GNPF MUI tak bisa membuka rekening karena bukan lembaga berbadan hukum.
"Akhirnya karena pertemanan antara ustad dengan ustad. Saya meminjamkan rekening yayasan ke GNPF untuk digunakan menggalang dana," ujarnya, Sabtu 11 Februari 2017.
"Apalagi, yang ikut juga banyak dari luar Jakarta. Dan kami ingin membantu mereka. Mereka membutuhkan makan, dan banyak yang ingin menyumbang."
Namun, penggunaan dana sepenuhnya dikelola oleh GNPF-MUI. Penggalangan dana tersebut terakhir dikumpulkan pada Desember 2016.
"Sebagian dana bantuan aksi Bela Islam kemarin, sudah terpakai. Sekarang dananya tinggal Rp 2 miliar lebih di rekening," ujarnya.
Dana tersebut dikumpulkan GNPF-MUI untuk membantu aksi Bela Islam 4 November dan 2 Desember kemarin. Total ada lebih dari 4.000 donatur yang membantu untuk aksi Bela Islam tersebut. Polisi menduga aliran dana yang dikumpulkan tersebut sebagai upaya GNPF-MUI untuk melakukan pencucian uang.
Yayasan Keadilan Untuk Semua telah berdiri sejak 2014. Lembaga tersebut didirikan untuk memberikan bantuan kepada umat yang membutuhkan dan berbagai kegiatan sosial.
"Bantuan tersebut merupakan infak dan sumbangan umat Islam, yang penduli untuk aksi kemarin," ucapnya.
Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menggeledah rumah pendiri Yayasan Keadilan Untuk Semua, Adnin Armas di Jalan Metro Duta Raya Blok CC1 nomor 6 RT3 RW23 Kelurahan Baktijaya, Kecamatan Sukmajaya, Sabtu, 11 Februari 2017.
Penggeledahan tersebut untuk menyelidiki dugaan pencucian uang yang dilakukan GNPF MUI, yang menyimpan dana melalui Yayasan Keadilan Untuk Semua. Dari penggeledahan itu, polisi membawa dua buku tabungan BNI Syariah dan stempel Yayasan Keadilan Untuk Semua.
Adnin Armas mengatakan penggeledahan rumahnya yang dilakukan polisi, membuat anaknya yang masih remaja syok. Soalnya, polisi datang tadi malam, saat anaknya sedang istirahat.
"Saya dan istri tidak di rumah. Polisi datang menggeledak sekitar pukul 10 tadi malam," kata Adnin, Sabtu, 11 Februari 2017.
Ia menyesalkan penggeledahan yang dilakukan polisi. Menurutnya, polisi tidak perlu berlebihan dalam melakukan penggeledahan tersebut.
"Saya juga masih di Bareskrim. Kalau ada cara yang lebih baik kan lebih enak. Ada anak saya di rumah," ungkapnya sebagaimana dilansir tempo.co. (by/tempo) bentengsumbar
No comments:
Write komentar