Langkah berani telah ditempuh oleh Jajaran Kementrian ESDM, dibawah komando duet maut Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar. Mereka melakukan hal yang selama ini dirasa mustahil untuk dilakukan yaitu melawan raksasa pertambangan bernama P.T Freeport Indonesia (Freeport).
PT Freeport Indonesia sebenarnya adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. yang berpusat di Amerika sana. Sejak dimulainya orde baru sekitar tahun 1966 sampai sekarang, berarti mereka telah beroperasi mengambil hasil bumi Indonesia selama kurang lebih 40 tahun !. Dan selama itu pula mereka dengan “restu” penguasa tentunya menikmati segala fasilitas dan keuntungan yang sangat banyak. Bayangkan saja selama perpuluh tahun itu berapa ton emas yang didapat dari sana. Amerika maju, Indonesia ya begini-begini saja, Apalagi saudara kita di Papau.
Tetapi jaman telah berubah dan Freeport rupanya masih terlena dan masih menganggap pemerintah Indonesia adalah seperti yang lalu – lalu. Kalau dulu kasih upeti, sumpal mulut dari pejabatnya sampai para anggota – anggota wakil rakyatnya, maka semuanya akan beres dan bisnis berjalan seperti biasanya. Tetapi sekarang tidak bisa.
Freeport saat ini seperti baru terjaga dari mimpi indahnya. Zona nyaman mereka saat ini benar – benar terusik. Bahkan kalo salah langkah bukan zona nyaman yang mereka tinggali tapi zona kebangkrutan. Pemerintah lewat kementrian ESDM saat ini menurut penulis sedang berjuang untuk mengembalikan “kedaulatan” energi yang berpuluh tahun hilang. Bukan sekedar bicara ketahanan atau ketersediaan tapi lebih besar daripada itu kita bicara kedaulatan dan harga diri bangsa. Satu kata untuk Freeport saat ini yaitu : Ttunduklah kepada peraturan yang ada di Indonesia.
Perlawanan pasti ada. Dengan dana yang sangat-sangat besar maka di ibaratkan Freeport dapat membeli “senjata” dari jenis apa saja. Senjata itu bisa berupa hal paling sederhana seperti : mengancam akan ini-itu, sampai kepada yang ekstrim misalnya merongrong kewibawaan negara lewat berbagai tangan atau kelompok yang berseberangan dengan pemerintah.
Maka untuk melawan raksasa tersebut Presiden mau tidak mau harus memperkuat jajarannya. Presiden pasti sadar sejak beliau diangkat dulu bahwa masalah perpanjangan kontrak Freeport ini pasti akan muncul kepermukaan. Maka Presiden harus menempatkan orang yang mempunyai standar integritas sangat tinggi di posisi pengambil keputusan dalam hal ini Menteri ESDM. Hal ini menjadi masuk akal karena kalau saja menteri masih tergiur dengan namanya kekayaan dan materi, maka sangat mudah bagi para pelaku disektor pertambangan untuk mendapatkan “jalan pintas”, apalagi untuk perusahaan sekelas Freeport. Kasarnya tinggal kasih cek kosong nominalnya tulis sendiri pun Freeport masih bisa membayarnya.
Pilihan cerdas Presiden saat mengangkat duet maut Jonan dan Arcandra. Pada awalnya mungkin Presiden menganggap Arcandra yang sudah malang melintang di dunia perminyakan bisa mengawal sektor energi di Indonesia. Tetapi memang jalan Tuhan tidak bisa kita prediksi. Entah bagaimana ceritanya Arcandra harus menerima kenyataan bahwa status kewarganegaraannya dipermasalahkan. Pada saat itu publik sempat berspekulasi nama – nama yang akan diangkat Presiden menjadi menteri ESDM. Nama – nama dari kalangan praktisi pertambangan dan politik malah mendominasi sedangkan nama Jonan sendiri tentunya jauh dari ramalan para ahli sekalipun untuk menduduki jabatan tersebut. Ketika nama Jonan akhirnya diumumkan, pada saat itu saya membatin, ternyata Tuhan tidak tidur. Pilihan yang sangat tepat dari pak Presiden bahkan ditambah dengan diduetkan Archandra sebagai wakilnya. Klop. Satu jago manajemn satu jago masalah teknis.
Jonan, memang bukan dari praktisi teknis, beliau adalah berlatar belakang pendidikan ekonomi. Sebelum terjun ke jajaran kepemerintahan lewat P.T Kereta Api , jabatan Jonan adalah sebagai Managing Director Citibank. Dunia energi sebenarnya dunia yang sangat baru bagi seorang Jonan, tapi mengapa Jokowi mempercayakan sektor “basah” ini kepadanya. Tentu saja Presiden mempunyai alasan yang jauh lebih masuk akal dari pada sekedar “keras kepala dan suka terjun ke lapangan”.
Integritas Moral dan mental baja yang ada pada diri Jonan menurut penulis itulah yang membuat dia selalu memberikan warna berbeda disetiap lini penugasannya. Bayangkan apabila Jonan tidak mempunyai 2 hal ini saat harus berhadapan dengan Freeport. Sudah jelaslah bahwa pemerintah bakal bertekuk lutut seperti biasanya kepada kemauan Freeport.
Ada hal menarik beberapa waktu lalu disaat Presiden ditanya mengenai masalah Freeport. Dengan entengnya beliau menjawab “ Tanya ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral” . Pernyataan ini menurut penulis setidaknya mengandung dua makna. Pertama ke Frepport sendiri bahwa masalahmu itu bukan levelnya Presiden. Bukan G to G (Government to Government) tetapi B to B (Business ke Business), ini bukan masalah antar pemerintahan ini masalah bisnis, kalau masalah investasi bisnis ya cukup ke kementrian bersangkutan saja penyelesaiannya. Kedua pernyataan ini sesungguhnya bahwa Presiden menaruh kepercayaan penuh kepada menteri bersangkutan dan jajarannya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Presiden tidak takut bahwa kekuasaan yang dia berikan akan disalahgunakan.
Masalah Integritas Jonan memang sudah tidak diragukan lagi. Tetapi selain itu ternyata mentalnya juga patut diacungi jempol. Penulis dapat bayangkan, betapa besar tekanan yang dia hadapi saat ini. Kiri kanan atas bawah semua mengarah kepadanya. Sebagai gambaran betapa besar tekanan yang terjadi disekitar kisruh Freeport sekarang adalah bahwa seorang mantan Marsekal (Bintang 4) yang notabene bukan orang sembarangan harus sampai mengundurkan diri sebagai direktur utama Freeport. Keselamatan jiwa dan keluarga mukan mustahil adalah hal yang perlu mendapatkan perhatian ekstra saat ini. Demi kekuasaan apa yang tidak mungkin terjadi. Apalgi ini terkait dengan perputaran uang yang sangat – sangat besar. Bukan milyar lagi tapi ratusan bahkan ribuan Triliyun.
Kami sebagai masyarakat awam, tentunya berharap masalah Freeport ini dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat serta dapat memberikan keuntungan yang sebesar – besarnya untuk Indonesia. Apapun yang terjadi kedepan Jonan dan Archandra harus tetap kita dukung. Perjuangan mereka jelas tidaklah mudah. Mereka juga butuh kekuatan dukungan dari kita semua. Kalau memberikan pikiran dan tenaga tidak bisa. Setidaknya kita jangan menghujat apa yang telah mereka perjuangkan.
Salam.SWD
No comments:
Write komentar