Reinkarnasi Abu Sayyaf, Dari Al Qaidah Menuju ISIS

 



Kelompok Abu Sayyaf  yang menculik 10 pelaut Indonesia sejak akhir bulan Maret 2016 lalu terkenal sebagai militan yang sangat membahayakan di Asia Tenggara. Bahkan, kelompok ini sudah masuk dalam daftar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Oktober 2001, karena punya hubungan dekat dengan Al Qaidah.

Pengadilan Filipina sendiri sudah menetapkan bahwa Abu Sayyaf adalah kelompok berbahaya sejak 2015 silam.

Dalam makalah tentang Abu Sayyaf yang ditulis pengamat keamanan Internasional Rommel Banlaoi menyebutkan, meskipun jumlahnya kecil, kelompok ekstrem muslim itu tetap paling menakutkan di Filipina.

Berdasarkan laporan televisi CNN, Badan Keamanan Nasional Australia menyebut jumlah anggota Abu Sayyaf hingga kini sekitar 400 personil. Namun, angka itu masih fluktuatif, lantaran upaya kontraterorisme dari militer Filipina dan dunia semakin masif.

Anggota kelompok militan yang sudah berdiri sejak 1990-an ini kebanyakan adalah anak muda muslim Filipina dari kepulauan Sulu, wilayah Sabah, Malaysia.

Anak muda ini dilatih dan didanai oleh kelompok Al Qaidah dan cabangnya di Indonesia, Jamaah Islamiyah.

Abu Sayyaf beroperasi di wilayah barat Mindanao, terutama di Provinsi Basilan, Sulu, dan Tawi-tawi, masih kawasan kepulauan Sulu.

Kelompok Abu Sayyaf awalnya bernama Al-Harakatul Al Islamiyah atau Pergerakan Islam. Tapi, Abdurajak Janjalani, selaku pimpinan kelompok itu menggantinya menjadi Abu Sayyaf. Penggantian nama itu merupakan bentuk penghormatan kepada Abdurrasul Sayyaf, pemimpin pemberontak di Afganistan.

Selain bentuk dedikasi terhadap Abdurrasul Sayyaf, nama Abu Sayyaf bila diartikan dalam  bahasa Arab artinya 'ayah pria berpedang'.

Tapi, walau namanya berubah, tujuan dari kelompok itu tetap  tidak ada yang berubah, yakni, menginginkan terbentuknya negara Islam di Mindanao.

Abdurajak Janjalani sempat menempuh pendidikan di Timur Tengah. Kala itu ia pernah berjumpa dengan pemimpin Al Qaidah Usamah Bin Ladin. Usai perjumpaannya dengan Usamah,  Janjalani membentuk pasukan bersenjata sendiri di luar kelompok Barisan Pembebasan Nasional Moro (MNLF).

Ketika pasukan Filipina membunuh Janjalani pada 1998 dalam baku tembak di Basilan, anak buahnya menggelar penculikan massal terhadap guru dan siswa di kawasan terpencil Tumahubong, Basilan.

Dalam perjalanannya, Abu Sayyaf terpecah menjadi dua faksi. Satu dipimpin oleh Khadafi Abubakar, adik Janjalani. Sementara, satunya  lagi dipimpin oleh Galib Andang.

Pada September 2006, Abubakar terbunuh oleh militer Filipina, dan Andang ditangkap pada 2003, lalu dibunuh pada 2005 ketika mencoba kabur dari penjara.

Setelah tewasnya dua pimpinan Abu Sayyaf, sampai saat ini tidak jelas siapa pemimpin kelompok ini.

Pergerakan Abu Sayyaf lebih dikenal sebagai kelompok penculik yang menuntut uang tebusan. Sejak 2007 mereka kian gencar menculik ketimbang melakukan penyerangan dengan bom.

Meski begitu mereka juga terlibat penyerangan, termasuk pengeboman dan pembunuhan dengan menargetkan militer, polisi, pelaku bisnis dan warga asing.

Data dari Global Terorism menyebut Abu Sayyaf di balik 340 serangan teroris sejak 1990 hingga 2014.

Pada Mei 2001, mereka menculik tiga warga AS dan menyandera 17 warga Filipina di Palawan. Sebagian tawanan dibunuh.

Februari 2014, mereka meledakkan sebuah kapal feri di Teluk Manila, menewaskan 16 orang.

Februari 2005, Abu Sayyaf dalang di balik sejumlah serangan bom di Manila, General Santos, dan Davao, sedikitnya delapan orang tewas dan melukai 150 lainnya.

November 2007, Abu Sayyaf diduga memasang bom di luar gedung parlemen, menewaskan satu anggota parlemen dan melukai tiga staf

Pada Januari 2009 mereka menculik tiga pekerja kemanusiaan internasional Red Cross di Sulu.

Kini, kelompok militan ini sudah menyatakan berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dalam sebuah video di YouTube pada 2014 silam.

BACA JUGA : 

Kekuatan Marinir Indonesia Masuk Tiga Besar di Dunia


Sumber : Rimanews




No comments:
Write komentar