Ngapain sok ngurusin negara? Emangnya kamu siapa?
Dua pertanyaan tersebut sudah sering saya dengar, belakangan malah terdengar lebih sering dari sebelumnya. Ujung dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah menilai negatif, memandang sebelah mata tentang apa yang saya lakukan dengan melahirkan Seword.
Dan jawaban saya dari dulu masih sama, bukan siapa-siapa. Hanya rakyat sipil, rakyat jelata yang tak mampu berkontribusi banyak terhadap kemajuan negeri ini, tapi sangat cinta Indonesia lahir bathin. Tapi untuk menjawab rasa penasaran negatif atau kepo yang menyudutkan itu, hari ini saya ingin cerita sedikit tentang Seword dan pengaruhnya terhadap psikologi politik, kebetulan Seword baru saja kena serangan yang cukup besar.
“Hello, We’ve identified an inbound Denial of Service (DoS) attack that is targeting an IP address assigned to your Linode. As the attack was large enough to negatively impact our network and subsequently the service of other customers, we’ve null routed the IP address until the attack subsides.
Once the attack has subsided, the null route will be removed and connectivity to your Linode’s IP address will be restored.”
Itulah pesan yang IT Seword terima pada hari kamis sore kemarin, sehingga kami dibuat kelabakan untuk setting ulang dan beli pengaman tambahan, kemudian memantaunya selama beberapa jam.
Terakhir kali Seword down gara-gara serangan dos adalah saat awal kampanye Pilgub DKI, sekitar bulan Oktober 2016. Saat itu ada yang kirim paket serangan senilai milyaran rupiah untuk menumbangkan Seword selama beberapa jam. Tapi seingat saya notifikasinya pesannya tak sedramatis sore ini.
Apa arti serangan-serangan ini?
Setiap serangan pasti didasari oleh ketidaksukaan atau merasa terganggu. Pasti! Dan inilah juga yang pasti menjadi alasan mengapa ada orang yang mau menghamburkan uangnya hanya untuk menumbangkan Seword selama beberapa jam saja, bukan selamanya.
Dengan dua kali kejadian seperti ini, yang saya pahami adalah, ada sekolompok orang yang begitu kaya dan sedang berupaya melawan Seword. Tapi karena media mereka tidak efektif dan tidak mampu melawan arus opini yang berkembang di Seword, jadi mereka hanya bisa coba menumbangkan dengan beragam cara. Mulai dari menuduh situs hoax sampai membeli perangkat serangan untuk menyerang server kami.
Sampai di sini, jika ada yang bertanya “ngapain sok ngurusin negara?” saya bisa lebih mudah untuk menjawabnya. Karena media-media mainstream, media abal-abal, media radikal, media fundamentalis dan seterusnya itu telah memiliki agenda masing-masing. Dan ketika media tersebut dikumpulkan, kemudian dikendalikan oleh satu atau dua orang yang memiliki kepentingan politik di negeri ini, maka hasilnya adalah opini publik yang sesuai dengan kepentingan segelintir orang, bukan kepentingan dan kemajuan Indonesia.
Hal-hal seperti itulah yang harus kita lawan dan koreksi. Sudah rahasia umum kalau media seperti televisi, radio dan koran memiliki kecenderungan politik pada partai tertentu, sebab pimpinannya terjun ke dalam politik atau malah ada pimpinan media yang kemudian buat partai sendiri, jadi ketua umumnya sendiri dan maju sendiri sebagai pasangan capres cawapres. Kalau kondisi seperti ini dibiarkan, maka opini di media jadi tidak berimbang.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu, pimpinan DPR Fadli Zon mengatakan “Saya kira harus ada klarifikasi dari presiden. Kasus ini begini karena ada rumor kalau Presiden melindungi Ahok. Makanya Presiden harus berikan klarifikasi.”
Lihatlah komentar sang pimpinan DPR yang terhormat tersebut. Dia menyebar rumor yang entah dari mana asalnya, kemudian memojokkan Presiden Jokowi dengan mengait-ngaitkannya denagn kasus Ahok yang juga entah benar atau tidak. Tidak jelas, sebab sampai waktu itu tidak ditemukan unsur korupsi.
Baca baik-baik, pimpinan DPR menyebar rumor kemudian diberitakan serius di media-media mainstream yang dengan bangganya menyebut diri mereka media netral ataupun kredibel. Selanjutnya rumor tersebut ditanggapi oleh orang yang katanya pengamat beken, dan kemudian setuju Presiden harus klarifikasi.
Kalau yang seperti ini kita biarkan, maka opini publik, politik dan informasi yang beredar di masyarakat hanyalah informasi golongan orang-orang gila yang kebetulan memiliki lebih banyak dana atau memiliki media. Kita kembali ke jaman penjajahan.
Untuk melawan dan mengkoreksi hal-hal aneh atau menyesatkan seperti itu, maka muncullah Seword. Media opini pembanding yang coba berikan opini lebih logis dari media manapun. Di sinilah kami dengan 600an penulis siap mengawal negeri ini ke arah yang lebih baik, dengan tegas dan jelas menyatakan hitam dan putih. Tanpa pernyataan abu-abu. Yang salah ya salah. Titik tanpa koma.
Dari Seword untuk Indonesia
Bagaimanapun, sebagai pendiri web ini saya bukanlah pejabat yang gaji sebulannya sama dengan 5 tahun gaji UMR Jakarta. Bukan pula orang kaya yang kelebihan dana. Bukan jebolan mahasiswa aktifis yang memiliki banyak pengikut. Namun dengan segala keterbatasan tersebut kami coba terus memberikan yang terbaik untuk negeri ini.
Seword tidak bisa membeli slot iklan seperti web sebelah, tapi saya tau teman-teman pembaca yang setia selalu menyebarkan link tulisan di sosial medianya masing-masing. Dari group facebook sampai WA.
Seword tidak bisa membayar penulis-penulis dengan harga yang mahal, hanya 3 rupiah perview, tapi dengan semangat perjuangan yang sama, untuk Indonesia tercinta, semuanya bergerak dari seluruh penjuru negeri untuk meluruskan segala opini dan komentar yang salah atau abu-abu di Indonesia. Melawan politisi busuk dan yang sesapian dengannya. Dan karena semangat perjuangan yang sama tersebut, Seword menjadi portal opini paling berpengaruh di Indonesia saat ini. Karena semuanya tergerak untuk ikut berkontribusi. Banyak orang yang semula hanya komentator, sekarang ikut menulis bersama kami.
Bagaimanapun kami juga hanyalah manusia biasa. Tentu ada banyak kekurangan atau mungkin juga kesalahan-kesalahan. Kadang ada penulis yang berlebihan dalam bereaksi, sehingga beberapa kali saya dan admin terpaksa turunkan artikelnya. Setiap ada keluhan pembaca terkait artikel yang tidak sesuai dengan semangat Seword, langsung admin turunkan dan tegur penulisnya. Tapi kadang ada juga pembaca yang hanya komplain artikel Seword tidak bagus, namun ketika ditanya tulisan yang mana? Mereka bungkam dan kabur begitu saja. Hal yang seperti itu tentu tidak bisa kami tindak lanjuti.
Beberapa kali saya juga menerima komplain terkait iklan di Seword. Ada pembaca yang usul agar iklan dihapus, seperti media baru sebelah yang bersih dari iklan. Supaya tidak ribet. Komplain seperti ini juga tidak bisa saya tindak lanjuti, sebab memang Seword ini berdiri mandiri, tanpa investor dan tanpa dukungan dana yang melimpah. Sementara biaya operasional seperti beli server, bayar admin dan seterusnya itu cukup tinggi. Belum lagi beri apresiasi 3 rupiah perview untuk penulis. Kalau tanpa penayangan iklan atau tanpa klik iklan dari para pembaca, saya mau bayar pakai apa? Hahaha
Terakhir, apapun itu, dengan segala kekurangannya, kami Seword memang sedang “mengurusi” negeri ini. Karena setelah Tuhan, yang kami cintai selanjutnya adalah Indonesia. ….Begitulah kura-kura. [seword]
No comments:
Write komentar