Oleh : Umar Syarifudin
(Pengamat Politik Internasional)
Para pemimpin negara-negara Uni Eropa (UE) pada Kamis (15/12) sepakat memperpanjang masa sanksi ekonomi yang diterapkannya terhadap Rusia, terkait kekacauan di Ukraina, hingga pertengahan 2017. Diplomat mengatakan keputusan itu sudah diperkirakan sebelumnya dan proses resmi perpanjangan sanksi terhadap sektor pertahanan, energi dan keuangan Rusia akan dilakukan awal pekan depan. UE menjatuhkan sanksi-sanksi terhadap Rusia karena negara itu mencaplok Semenanjung Krimea milik Ukraina di Laut Hitam pada 2014. Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada Rusia karena negara itu mencaplok Semenanjung Krimea milik Ukraina di Laut Hitam pada 2014. Rusia juga dianggap membantu para separatis di daerah industri timur Ukraina. (antaranews.com , 16/12/2016)
Hari ini, Ukraina terletak di perbatasan antara Rusia dan Eropa. Ketika Ukraina mendapatkan kemerdekaannya dari Uni Soviet pada tahun 1991, negara itu terpecah secara politik, dan bahkan pada tingkat bahasa yang digunakan. Penduduk Valawkranjon yang tinggal di Ukraina barat berbicara bahasa Ukraina dan ingin menjadi bagian dari Uni Eropa. Sementara penduduk Ukraina yang tinggal di bagian timur Ukraina berbahasa Rusia, dan menganut doktrin Alerthodoxa, dan ingin menjadi lebih dekat dengan Rusia. Kedua wilayah Ukraina itu ingin menjadi negara merdeka pada waktu yang sama.
Dari wilayah Ukraina, 80 % gas Rusia mengalir ke Eropa yang memenuhi 25% konsumsi gas Eropa. Karena itu, Ukraina sangat penting bagi Eropa. Setelah Polandia menjadi anggota Uni Eropa pada tahun 2004, kemudian Rumania dan Bulgaria juga bergabung ke Uni Eropa pada tahun 2007, Ukraina menjadi bertetangga dengan negara-negara Uni Eropa dan memiliki urgensi besar bagi Uni Eropa. Di satu sisi Ukraina dianggap sebagai jembatan antara Rusia dan Eropa, dan dari sisi lain dianggap sebagai zona penyangga di antara Rusia dan Eropa.
Yang jelas, Ukraina sebagai agenda vital Rusia yang harus direbut. Rusia adalah pewaris Uni Soviet yang dahulu menjadi negara adidaya. Setelah dua dekade pasca kehancuran Uni Soviet, Rusia mulai berencana agar kembali menjadi negara adidaya. Rusia pun mulai menempuh berbagai sebab yang bisa mengantarkan pada tujuan itu.
Konfrontasi Eropa, Amerika Serikat dan Rusia selalu mendapatkan momentumnya. Amerika mempermainkan Rusia. Politik Amerika dengan mempertahankan krisis Ukraina untuk menjadikan Rusia tersandera agar bersedia sebagai tameng kepentingan Amerika di sejumlah isu internasional semisal Suriah, kesepakatan Nuklir Iran dan semacamnya. Politik Eropa, terutama Perancis dan Jerman terhadap Rusia berkaitan dengan isu Ukraina adalah pertimbangan-pertimbangan imperialisme. Bagi Amerika, jika pengaruhnya di Ukraina lenyap, maka Ukraina bisa dikendalikan Rusia, yang berarti makin kuatnya pengaruh Rusia di Laut Hitam dan Eropa Timur.
Ukraina memiliki nilai strategis vital bagi Amerika yang berusaha mengepung pengaruh Rusia. Demikian juga, pelabuhan-pelabuhan Ukraina sangat penting bagi NATO dan armadanya pada saat masuk ke Laut Hitam. Amerika memastikan Ukraina menjadi sentral pengaruhnya, mencegah Ukraina tunduk kepada Eropa, apalagi Rusia. Sementara Ukraina tidak bergabung ke Uni Eropa sehingga AS akan menggunakan Ukraina sebagai alat pressure bagi Rusia agar terus bekerjasama dengan Amerika dalam proyek-proyek Amerika, khususnya Timur Tengah.
Simpul permasalahannya adalah AS, Uni Eropa dan Rusia. Ketiganya mengadopsi kapitalisme yang tegak di atas asas utilitarianisme yang rakus dan rapuh, tidak memiliki nilai-nilai yang baku, selalu berubah-ubah berada pada sisi yang paling banyak, paling keji dan paling bengis. Sehingga problem bisa meledak sewaktu-waktu. Tarik ulur dari ketiga pihak agar semua itu berakhir pada solusi pragmatis yang kompromistis pada kepentingan-kepentingan ketiga pihak secara sementara.
Realitas dari musuh-musuh umat Islam adalah saling berpecah belah, dimana Allah SWT berfirman :
“Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.” (TQS. Al-Hasyr Ayat 14)
Berkaca pada sejarah, Krimea dulu adalah bagian dari Khilafah selama berabad-abad, sebuah imarah islami sejak tahun 1430 M, sampai Rusia menginvasinya dan berkonspirasi bersama-sama dengan negara-negara Barat lalu menggabungkan Krimea ke Rusia pada akhir abad ke-18 dan berhasil memisahkannya dari daulah Utsmaniyah pada tahun 1783 M. Kaum muslim saat ini sedang berpikir dan berjuang untuk mendirikan negara adidaya mereka agar mereka bisa mengembalikan negeri tersebut dan negeri-negeri semenanjung Krimea ke dalam lindungan Islam, bukan membiarkannya untuk para pemain yang berupaya menjajah atau mengadakan kontrol dan pengaruh terhadap negeri-negeri itu. Negeri Ukraina adalah salah satu negeri kaum muslim, maka kaum muslim wajib membebaskannya.
Maka krisis Ukraina tidak akan stabil kecuali jika tegak daulah Khilafah untuk kaum Muslimin yang mengembalikan kekuasaannya di Crimea dan sekitarnya dan berikutnya berbagai perkara akan stabil dan kebaikan akan menyebar di penjuru dunia. Islam adalah rahmat bagi semesta alam. [VM]
http://www.visimuslim.net/2016/12/persaingan-eropa-rusia-as-secara-konstan.html
No comments:
Write komentar