Tersangka kasus korupsi e-KTP Sugiharto meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, 8 Maret 2016. (Antara/Akbar Nugroho Gumay)
Portal Newsindo, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengantongi informasi yang cukup banyak mengenai aliran uang hasil korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP kepada anggota DPR. Informasi itu diperoleh penyidik dari sekitar 200 orang yang telah diperiksa sebagai saksi terkait kasus ini.
Jubir KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya masih mengklarifikasi dan mengonfirmasi informasi-informasi ini kepada mantan dan anggota DPR yang saat ini gencar diperiksa lembaga antikorupsi.
"Informasi-informasi (mengenai aliran dana) itu pasti akan kita kroscek. Apakah benar ada penerimaan atau tidak. Karena tidak cukup misalnya keterangan itu hanya dari satu pihak bahwa ada pemberian, sudah ada penerimaan aliran dana," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/12).
Febri mengakui bukan perkara mudah menjerat seseorang sebagai tersangka. Dikatakan, pihaknya harus memastikan adanya bukti-bukti yang cukup untuk menjerat seseorang.
"Kita pastikan kalau ada pemberian, ada penerimaan (uang). Dan proses alurnya juga jelas, berdasarkan bukti-bukti yang cukup," katanya.
Febri menjelaskan materi pemeriksaan terhadap lebih dari 200 orang yang telah diperiksa. Dikatakan, kepada pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana, KPK mengonfirmasi mengenai hal tersebut. Namun, kepada pihak-pihak yang tidak terindikasi menerima aliran dana ini, KPK mengonfirmasi mengenai kewenangan yang dimiliki para pihak itu saat proyek e-KTP bergulir.
Kepada anggota dan mantan anggota DPR, penyidik mengonfirmasi mengenai proses pembahasan proyek e-KTP. "Akhir-akhir ini kita agak intens periksa saksi di (penyidikan) e-KTP. Ada saksi dari DPR, swasta dan PNS. Mereka dikonfirmasi sesuai dengan kapasitas masing-masing. DPR tentu terkait kewenangannya di DPR atau proses-proses pembahasan yang pernah ada di DPR. Kalau yang di Kemdagri yang diperiksa soal posisinya pada saat indikasi kejahatan korupsi. Jadi memang dipilah kapasitasnya masing-masing terkait kasus e-KTP ini," jelasnya.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin sebagai whistle blower kasus ini sempat menyebut pihak-pihak yang turut menikmati aliran uang hasil korupsi proyek e-KTP. Dalam dokumen yang sempat dibawa Elza Syarif, pengacara Nazaruddin tampak bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek e-KTP. Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen itu, yakni Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Setnov dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng USD 500.000, (2) Olly Dondo Kambe USD 1 juta, dan (3) Mirwan Amir USD 500.000.
Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap USD 500ribu, (2) Ganjar Pranowo USD 500ribu, dan (3) Arief Wibowo USD 500 ribu. Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).
Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemdagri) Sugiharto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP sejak April 2014 lalu.
Dalam pengembangan pengusutan kasus ini, KPK menetapkan Irman, mantan Dirjen Dukcapil yang juga mantan atasan Sugiharto sebagai tersangka. Irman diduga bersama-sama dengan Sugiharto telah melakukan tindakan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan terkait proyek tersebut. Akibatnya keuangan negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
KPK menyangka Irman dan Sugiharto melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
No comments:
Write komentar