Ahok Laknatullah, Kata-kata Tak Pantas Marissa Haque

 


Modernitas justru banyak melahirkan mental budak dan tampak seperti mengandung sisi gelap dalam dirinya sendiri. Jika harus diakui dengan adil dan jujur, jelas semua ini ironis dan menakutkan. Kalangan awam dan terpelajar nyaris tidak bisa dibedakan. Tidak perduli lagi apa akademiknya. Lebih parah lagi jika golongan terpelajar justru lebih “buas” dalam menyebarkan berita palsu dengan mencederai sains yang ia peroleh, dan begitu cepat mengambil keputusan tanpa dianalisa ataupun ditelusuri kebenarannya sekaligus sebab akibatnya.
Celakanya justru kalangan terpelajar tidak lagi welcome dengan realita, hingga menebar kebencian dan melakukan perbuatan yang keluar dari koredor pendidikannya. Lihat saja misalnya seperti Buni Yani seorang dosen yang kemudian menjadi populer lantaran perbuatannya di akun medsos.
Kasus terduga Ahok memang menjadi perhatian publik akhir-akhir ini. Dan tak terelakan perang opini pun ikut mewarnai. Namun terkadang kebutaan dalam membela dan membenci sudah tidak lagi mengenal istilah batas. Yang akhirnya “memenggal akal”.
Kali ini menjelang Pilkada yang sebentar lagi akan dimulai. Kontradiksi ataupun pertentangan tetap masif. Namun ironisnya menghujat tanpa berlaku objektif pada peristiwa masih saja terjadi, seperti yang dilakukan oleh Marissa Haque.
Apa yang dikatakannya tentang Ahok, jelas saja mendapat kecaman dari publik dan netizen. Dan itu pun berlaku pada saya, saking penasarannya saya mencoba mencari di berbagai sumber tentang biografi Marissa Haque, yang merupakan artis cukup populer di Tanah Air begitupun bisa disebut terpelajar dalam dunia akademiknya dan juga berkarier dalam politik.
Saya sajikan sedikit biografinya yang saya ambil dari wikipedia. Meski secara umum kita sudah sedikit tahu siapa Marissa Haque ini.
Marissa Grace Haque (lahir di Balikpapan, 15 Oktober 1962; umur 54 tahun) adalah seorang mantan aktris Indonesia yang kemudian menjadi seorang politikus dari Partai Amanat Nasional.
Marissa adalah alumnnus Fakultas Hukum Universitas Trisakti dalam bidang hukum perdata. Ia kemudian menamatkan studi S2 dalam bidang bahasa anak tuna rungu di Universitas Katolik Atma Jaya. Ia juga lulus sebagai magister administrasi bisnis (MBA) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Marissa mendapat gelar doktor pada Februari 2012 dari Pusat Studi Lingkungan Institut Pertanian Bogor.
Karier Politik Marissa Haque
Marissa mengawali karier politiknya sebagai anggota DPR pada tahun 2004 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk daerah pemilihan Bandung. Pada bulan Juni 2006, ia menjadi Duta Badak dari WWF Indonesia.
Namun dikarenakan pencalonan dirinya pada pemilihan kepala daerah Banten sebagai calon wakil gubernur Banten, mendampingi Zulkiflimansyah, kandidat gubernur yang diangkat oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Syarikat Islam (PSI) pada Agustus 2006, Marissa dikeluarkan dari DPR. Marissa menyatakan bahwa ia diminta mundur oleh sekretaris jenderal partai, Pramono Anung, dan dipecat oleh Megawati. Sementara sementara PDIP sendiri mendukung pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Mohammad Masduki yang kemudian memenangkan pemilu pada periode tersebut.
Pada 30 April 2012, Marissa merevisi pernyataan “dipecat PDIP”, dan menyatakan bahwa keputusannya keluar dari PDIP dikarenakan “sesuatu yang membuatnya tidak nyaman”. Saat ditanya mengapa dicalonkan PAN untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Bogor, dan bukan Banten, ia mengungkapkan bahwa “trauma, dikarenakan Banten memiliki kejahatan nyata dan sistemik”.
PPP
Setelah karier politiknya di PDIP, Marissa kemudian bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan pada 7 Oktober 2007 saat partai ini mengadakan acara Nuzulul Quran di kantor DPP PPP, Jakarta. Bergabungnya Marissa disertai dengan suaminya, Ikang Fauzi, dan Paula Onky Alexander.
PAN
Pada 4 Oktober 2012, Marissa resmi bergabung dengan Partai Amanat Nasional. Kepindahannya dari PPP dikarenakan alasan prinsip, sementara Ketua DPP PPP, M Yunus, mengonfirmasi kepindahan Marissa dengan alasan ia tidak ingin berseberangan dengan suaminya yang merupakan kader PAN dan PPP tidak bisa melarang anggotanya yang ingin pindah. Marissa menolak label “kutu loncat” untuk kepindahan partai yang berbeda untuk ketiga kalinya, dan lebih merujuk pada “dirayu” oleh Hatta Rajasa.
——————
Kalau kita lihat dari biografinya dan sepak terjangnya dalam dunia selebritis sangat ironis jika ia menilai sesuatu yang meskipun ia katakan tidak rasis. Akan tetapi nuansa SARA tetap sangat kental.
Di perhelatan Pilkada DKI Jakarta ini, Marissa Haque di bawah bendera PAN mendukung Paslon nomor urut satu, Agus Sylvi. Dan hal ini sangat wajar dan biasa saja. Namun pada tanggal 5 Februari 2017, Marissa kembali mengeluarkan pernyataan yang cukup keras dan tentunya menyakitkan di akun instagram miliknya (@marissahaque). Yang seharusnya memang tak layak untuk diumbar. Berikut kutipan pernyataannya:
“Yang terpenting kedua putriku bukan pendukung paslon No.2 di Pilkada DKI 2017, karena laknatullah! Saya sama sekali tidak rasis, karena kawan baik saya yang non Islam dan yang Chinese juga banyak, tapi Pak Ahok sangat tidak bisa dinasehati baik ucapannya maupun sikapnya terhadap Kitabullah al-Quran al-Karim, MUI, para Kyai & kepada sebagian besar kita masyarakat Muslim Indonesia. Allahu Akbar! Semoga paslon No.1 atau No.3 yang memimpin DKI kelak dalam waktu dekat ini. La ilaha ila anta subhanaka inni kuntu minadzdzoooolimiiiin”
Perkataan tersebut tidak bisa tidak disebut rasis ataupun kebencian yang sangat akut. Laknatullah itu adalah “dikutuk Tuhan”. Kenapa tidak berkata “semoga Ahok mendapatkan Hidayah”. Kemudian dalam pernyataan tersebut ada disebut Paslon No.1 dan 3, yang artinya jika ini adalah kampanye ataupun mengkampanyekan tidak perlu membawa istilah “Laknatullah”. Sementara kyai Ma’ruf Amin sediri sudah memaafkan dan Ahok sudah minta maaf.
Dan untuk diketahui bahwa pernyataan keras Marissa Haque terhadap Ahok sebenarnya bukan pertama kali diucapkan. Karena pada tanggal 16 November 2016 yang lalu, di akun instagramnya, Marissa pun menulis :
“Sama seperti sebagian yang lainnya, saya juga tidak pernah membenci Pak Ahok (Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM), tapi karena kitab suci kami ummat Islam dia nistakan, maka kudoakan laknatullah datang pada Pak Ahok! La ilaha ila anta subhanaka inni kuntu minadzdzoooolimiiiin”.
Jika mendo’akan seperti itu sama saja halnya dengan “Ahok Laknatullah”.
Apa kabar PAN? anggota partai seperti ini dipeliharakah. Oh saya lupa petinggi partai tersebut kan berhubungan dengan si mantan. Wajar saja kalau Marissa Haque diminta mundur oleh PDIP.
Era post-modern orang ‘pasar’ dan orang terpelajar hampir tidak bisa dibedakan. Bahkan orang ‘pasar’ terkadang lebih bijak dan menghargai setiap peristiwa dalam realita meski dalam gerak ada chaos.
Saya tidak mengajak kawan-kawan untuk memaki Marissa Haque, akan tetapi kawan-kawan silakan menilai sendiri dengan sudut pandang yang berbeda. Yang perlu kita ketahui, bahwa kata “Laknatullah” memang suatu hal yang tak pantas untuk dilontarkan kepada seseorang apalagi di depan publik. Keberimanan seseorang bukan seseorang yang menilainya.
baca juga; marisahaq sebut no.2 laknatullaah
Marissa Haque memang kerap melakukan sumpah serapah ataupun menuding seseorang dengan sangat keras, tak heran jika perkataannya akan menuai stigma negatif. Mungkin publik pun sudah mengetahuinya bahwa jauh sebelumnya Marissa Haque juga pernah memaki presenter Feni Rose lewat akun medsos “Presenter mulut sampah, Feni Rose, program sampah,” tulis Marissa di Twitter.
Seorang kyai yang ilmu keagamaannya saja sudah tinggi harus berpikir ulang untuk melontarkan kata “Laknatullah” kepada seseorang, karena tidak mau mendahului kehendak YME. Begitu garangnya Marissa melontarkan kata laknat.
Disana sangat ramai, dan sungguh banyak orang yang terlalu bernafsu.

No comments:
Write komentar