Tidak Nasonalis, Kewarganegaraan Taipan Sukanto Tanoto Bisa Dicabut

 




Ketua Umum PPP Romahurmuziy

Jakarta, HanTer - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengaku prihatin dengan pernyataan konglomerat Sukanto Tanoto dalam tayangan di media sosial Youtube berjudul "RGE Chairman Sukanto Tanoto shares his story" yang dipublikasikan pada 20 Januari 2015. Dalam tayangan tersebut Sukanto Tanoto menyatakan bahwa Indonesia hanya dipandang sebagai "ayah angkat" sementara ayah kandungnya adalah China.

"Kami prihatin atas adanya pernyataan yang dilakukan orang yang selama ini sudah meraup keuntungan ekonomi dari kehidupannya di Indonesia tapi mengeluarkan pernyataan seperti itu," papar Romi panggilan akrab Romahurmuziy di Jakarta, Kamis (15/9/2016).


Romi menilai, statement yang disampaikan Sukanto Tanoto adalah pernyataan anasionalis dan tidak bertanggungjawab. Pernyataan tersebut juga tidak patut disampaikan oleh WNI yang jelas-jelas dalam hidupnya mendapatkan keuntungan ekonomi yang berasal dari Indonesia. Agar tidak terulang, ujar Romi, maka pihaknya akan mengajak seluruh warganegara Indonesia untuk terus mempertebal nasionalismenya dengan program bela negara agar ada peningkatan nasionalisme dalam artian lebih luas lagi.

"Ini jelas sikap anasionalis dan layak dicabut kewarganegaraannya sehingga tidak memunculkan Sukanto Tanoto- Sukanto Tanoto lainnya," tegasnya.

Terkait harta Sukanto Tanoto yang ditengarai lebih banyak disimpan di China, Romi meminta agar PPATK dan aparat pajak perlu melakukan penelisikan terhadap kewajibannya. Apalagi saat ini ada program Tax Amnesty yang gencar dilakukan pemerintah. Sesuai UU, ujar Romi, bagi pengemplang pajak dikenakan paksa badan (gijzeling) untuk menyelesaikan pajak-pajak yang dikemplang.

"Kalau tidak bersedia membayar maka cabut seluruh izin perusahaan, dan cabut kewarganegaraanya," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, Taipan Sukanto Tanoto dalam wawancara di televisi China yang ditayangkan di Youtube berjudul "RGE Chairman Sukanto Tanoto shares his story' pada 20 Januari 2015 mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan.

Dalam tayangan tersebut, Bos Asian Agri itu terang-terangan menyatakan Indonesia sebagai 'Bapak Angkat' dan China sebagai 'Bapak Kandung'. Padahal, dia lahir, besar, menikah dan diberi ‘’karpet merah’’ oleh pemerintah untuk memanfaatkan kekayaan alam Indonesia hingga mengantarkan Sukanto Tanoto menjadi konglomerat.

Menurut Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo, Sukanto mencari nafkah termasuk menghasilkan pundi-pundi rupiah di Indonesia. "Dia (Sukanto) perutnya telah buncit dan menjadi kaya raya karena bisnis di Indonesia," tulis Imam dalam akun media sosial Facebook.

Seperti diketahui, beragam bisnis yang digeluti Sukanto seperti pemasok peralatan dan kebutuhan untuk Pertamina telah berhasil menjadikannya kaya raya. Selain itu, Sukanto menguasai bisnis hutan dan perkebunan sawit. "Rupanya (apa yang dihasilkan Sukanto) tak menjadikan Indonesia sebagai bagian penuh dari hatinya," kata Imam.

Pernyataan Sukanto, selain melunturkan rasa nasionalisme, menurut Imam, berdampak bagi warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Imam mencontohkan Rudy Hartono, Ivana Lie, dan Liliyana Natsir.

Ketiga nama tersebut, lahir, dibesarkan, mencari nafkah, dan hidup dari tanah Indonesia. Tapi meski memiliki darah keturunan, hal tersebut tak melunturkan rasa nasionalisme untuk Tanah Air. "Sangat ironis rasa kebangsaan itu tak dimiliki Sukanto," tutur Imam.

Selain menganggap Indonesia hanya ayah tiri, ada beberapa kasus yang melibatkan Sukanto Tanoto, yakni kasus penggelapan pajak Asian Agri (dari sembilan tersangka, baru delapan yang dimejahijaukan), pembalakan liar RAPP, dan terakhir pengerahan satpam yang mengaku-ngaku angggota Kopassus untuk mengusir Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead dari areal PT RAPP.

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan juga mengecam Sukanto Tanoto. "Pernyataan Sukanto Tanoto itu sangat melukai hati bangsa Indonesia," ujarnya di gedung DPR, Senin (29/8).

Karena Sukanto Tanoto lebih mencintai negara China, Heri Gunawan menduga, Bos PT RAPP itu menyimpan kekayaan di negara tersebut.

Heri juga berharap Kementerian Keuangan memaksa Sukanto Tanoto segera memindahkan kekayaannya ke dalam negeri.

Ekonom Ikhsan Mojo juga mendesak pemerintah mengusut kekayaan Sukanto Tanoto di luar negeri. Sukanto Tanoto, menurut Ikhsan, merupakan taipan yang memiliki banyak usaha di Indonesia. ‘’Tanoto mendapatkan begitu banyak keuntungan yang membuatnya menjadi kaya raya. Akan tetapi, Tanoto banyak dinilai memiliki banyak kasus yang memperburuk citranya sebagai konglomerat,’’ ujar Ikhsan Selasa (13/9/2016).

Beberapa kasus yang melibatkan taipan kelahiran Medan adalah penggelapan pajak Asian Agri, pembalakan liar RAPP, menganggap Indonesia hanya ayah tiri dan pengerahan satpam yang mengaku-ngaku angggota Kopassus untuk mengusir Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead dari areal PT RAPP.

Ikhsan Mojo meragukan Indonesia mendapatkan keuntungan dari aktivitas bisnis yang selama ini dimiliki oleh Tanoto. Maka, disarankan Ihsan, pemerintah harus memprioritaskan kepada para taipan seperti Tanoto agar tax amnesty tidak salah sasaran.

Tax Amnesty sudah seharusnya kembali kepada semangat awal pembentukan UU Tax Amnesty yaitu memberi pengampunan pajak para pengusaha yang selama ini menyimpan hasil kentungan usahanya di luar negeri. Menurut pemerintah, potensi repatriasi dari kelompok pengusaha besar yang menyimpan dananya di luar negeri luar biasa besar, sehingga tax amnesty diharapkan dapat menarik dana yang lebih besar untuk kepentingan pembangunan negara.
(Safari/Anu)harianterbit.com

No comments:
Write komentar